Struktur dan Filosofi Keunikan Dari Bangunan Rumoh Aceh Tinggi Pintu Hanya 120 Cm
Struktur dan Filosofi Keunikan Dari Bangunan Rumoh Aceh Tinggi Pintu Hanya 120 Cm.--ISTIMEWA
radarmukomuko.bacakoran.co - Rumah adat Aceh lebih dikenal dengan nama Rumoh Aceh. Di setiap daerah memang dikenal bermacam-macam rumah adat. Bahkan, beberapa juga memiliki ciri khas yang serupa. Namun untuk filosofi, nama, dan terutama maknanya pasti berbeda satu sama lain. Semua itu disesuaikan dengan keadaan masyarakat.
Peran orang-orang terdahulu dalam pembuatan rumah adat amatlah penting. Merekalah yang merumuskan rumah terbaik bagi para masyarakat yang telah disesuaikan dengan kondisi dan keadaan lingkungan sekitar.
Orang-orang aceh biasa menyebut rumah Aceh dengan sebutan Rumoh Aceh. Rumah adat Aceh ini memiliki beberapa jenis. Rata-rata, sama seperti rumah adat Sumatera lainnya, rumoh Aceh ini memiliki konsep rumah panggung. Biasanya tinggi rumah dari permukaan tanah dibangun dengan jarak sekitar 2 sampai 3 meter. Jadi tak terlalu sulit untuk mengenali rumoh Aceh ketika Anda berkunjung ke sana.
Lalu ciri khas utama yang bisa Anda kenali berikutnya ada pada pintu yang tingginya sekitar 120-150 cm saja. Maka dari itu, jika hendak melewatinya, Anda harus menunduk lebih dulu. Rumoh Aceh ini mungkin sudah jarang ditemui di daerah perkotaan, sebab masyarakat sekarang lebih memilih bangunan yang lebih modern. Namun rumah adat di Aceh masih bisa Anda temui di daerah-daerah pedesaan. Adapun jenis-jenis Rumoh Aceh adalah sebagai berikut:
1. Rumah Krong Bade
Rumah adat pertama yang perlu Anda kenali adalah Rumah Krong Bade. Konsep bangunannya memakai rumah panggung, yang tingginya mencapai 2 sampai 3 meter. Lalu hampir seluruh material bangunannya memakai bahan alami, yaitu berbagai jenis kayu.
Lalu untuk atapnya banyak memakai daun rumbia. Pada kolong rumah panggung, pemilik rumah biasa menyimpan bahan makanan di sana. Lalu kegiatan masyarakat terutama ibu-ibu di sana juga banyak dilakukan di bawah rumah panggung, seperti saat menenun.
Ketika hendak masuk ke rumoh Aceh, akan ada tangga. Adapun jumlah tangganya sesuai dengan aturan pembuatannya, harus berjumlah ganjil. Setelah Anda menaiki tangga, nantinya akan ada beberapa hiasan seperti lukisan yang dipasang di dinding.
Jumlahnya bisa satu atau lebih. Jumlah hiasan di dinding inilah yang menunjukkan status sosial pemilik rumah Krong Bade ini. Semakin banyak hiasan atau lukisan yang dipajang, artinya semakin tinggi pula golongan pemilik Krong Bade tersebut. Begitu juga sebaliknya.
2. Rumah Santeut
Rumah adat Aceh yang kedua yaitu Rumah Santeut. Rumah ini juga biasa disebut dengan Tampong Limong. Bentuknya cukup sederhana, sebab masyarakat juga banyak memakai desain rumah jenis ini. Tiang pada bangunannya juga dibuat sama, yaitu sekitar 1,5 meter.
Lalu untuk material bangunan pada Tampong Limong ini juga jauh lebih murah dibanding dengan Krong Bade. Atap rumahnya memakai daun rumbia, sementara untuk lantai digunakan belahan bambu yang ditata atau di jajar rapat.
Selain sebagai lantai, belahan bambu ini dipakai juga karena sirkulasi udara di dalam ruangan yang dihasilkan dengan memakai bahan tersebut jauh lebih bagus. Dengan begitu, lantai dan ruangan tidak akan terasa lembab, namun lebih sejuk.
Rumah Santeut ini biasanya memang tidaklah terlalu luas. Maka dari itu, di bagian kolong biasanya akan dipakai untuk tempat mengadakan acara rumahan tertentu atau untuk menerima tamu.
3. Rumah Rangkang
Rumah adat Aceh yang terakhir yaitu rumah Rangkang. Rumah ini bukanlah rumah tinggal seperti sebelumnya, melainkan tempat untuk beristirahat bagi masyarakat atau disebut tempat singgah. Rumah ini memang dibuat untuk orang-orang yang ingin bersinggah. Seperti mereka yang ingin beristirahat saat sedang dalam perjalanan jauh.
Bentuk rumahnya adalah rumah berkonsep panggung. Karena hanya sebagai tempat singgah, maka biaya pembuatannya juga cukup murah. Bahan yang dipakai biasanya berupa kayu biasa ditambah dengan daun rumbia sebagai atapnya. Meski sederhana, namun rumah ini amat berguna agi masyarakat Aceh. Sebab saat lelah, mereka dapat memakai tempat ini untuk istirahat sejenak.
Ciri Khas Pembangunan Rumah Adat Aceh Melalui Kitab Adat
Masyarakat Aceh masih memegang teguh ketentuan adat, termasuk dalam hal pembangunan rumah. Kitab adat Meukuta Alam menjadi pedoman bagi masyarakat dalam melakukan sesuatu, termasuk ketika mempersiapkan pembangunan rumah. Dalam kitab disebutkan, dalam proses pembangunan, harus menggunakan kain berwarna merah dan putih sedikit. Kain tersebut nantinya akan diikatkan di tiang utama bangunan. Kedua kain tersebut menjadi lambang atau biasa disebut tameh radja dan tameh putroe. Tak hanya rumah saja, namun tameh tersebut juga berlaku untuk pembangunan masjid atau balai desa.
Kemudian, dalam kitab adat juga disebutkan, bahwa pekarangan dan bagian Rumoh Aceh menjadi milik anak perempuan dan ibunya. Jadi, rumah tersebut akan menjadi milik anak perempuan tatkala sang kepala keluarga sudah meninggal. Namun jika tidak memiliki anak perempuan, rumah akan menjadi milik istri. Menurut adat Aceh, kepemilikan rumah dan juga pekarangan tidak boleh digantikan.*