Sekarang Bukan Lagi Baby Boom Tapi Baby Bust Dunia Mulai Panik

Sekarang Bukan Lagi Baby Boom Tapi Baby Bust Dunia Mulai Panik--screnshoot dari web
KORANRM.ID - Zaman sekarang ini beberapa negara maju di dunia seperti Inggris, Amerika Sekitar, Australia, hingga Korea Selatan sudah mulai mengalami penurunan angka kelahiran. Persoalan ini lantas membuat beberapa negara panik. Buku Paul Ehrlich berjudul The Population Bomb memicu ketakutan global akan 'kelaparan massal' di 'planet yang sekarat' karena kelebihan populasi. Kini, para ahli memperingatkan bahwa krisis kesuburan akan menyebabkan berkurangnya jumlah pemuda yang mendukung populasi lanjut usia. Hal ini tentu membuat pemerintah setiap negara panik. Pada 11 Juli 2024 lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merilis Prospek Populasi Dunia 2024. Revisi estimasi populasi mereka dari tahun 1950 hingga saat ini untuk 237 negara, dengan proyeksi hingga 2100.
BACA JUGA:Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin, Permata Arsitektur Islam di Brunei Darussalam
BACA JUGA:5 Tips Ampuh Meringankan Hati Teman yang Sedih
Seperti dilansir dari Guardian, laporan tersebut mengatakan bahwa perempuan saat ini melahirkan satu dua anak secara rata-rata, jika dibandingkan dengan tahun 1990. Populasi dunia sekarang diperkira akan mencapai puncaknya pada sekitar 10,3 miliar pada pertengahan tahun 2080-an (naik dari sekitar 8,2 miliar saat ini) sebelum mulai menurun. Dunia sedang hadapi baby bust, bukan lagi baby boom. Istilah informal untuk penurunan angka kelahiran ini disebut baby bust. Ya, dunia sedang hadapi kecenderungan baby bust, bukan lagi baby boom. Untuk Bunda ketahui bahwa istilah baby boom mengacu pada peningkatan signifikan dalam angka kelahiran pasca-Perang Dunia II di Amerika Serikat dan Eropa, yang terjadi antara tahun 1946 dan 1964.
Di Taiwan, yang tingkat kesuburannya kini turun menjadi 0,865, sekolah-sekolah ditutup. Di Jepang, tingkat kesuburannya 1,21, penjualan produk inkontinensia untuk orang dewasa telah melampaui penjualan popok. Di Yunani, yang tingkat kesuburannya 1,264, beberapa desa tidak ngalami kelahiran selama bertahun-tahun dan orang-orang didorong untuk bekerja enam hari seminggu. Dan di Korea Selatan, yang tingkat kesuburannya 0,72, populasinya diperkirakan akan berkurang setengahnya pada tahun 2100. "Populasi Australia secara struktural menua dan itu berarti kita hidup lebih lama dan kita tidak mengganti diri kita sendiri melalui kelahiran," ungkap Dr. Liz Allen, seorang demografer dan dosen di pusat penelitian dan metode sosial Universitas Nasional Australia.
BACA JUGA:Tren Tak Lekang Waktu, Makeup Korea yang Selalu Memikat Hati Wanita
Dikutip dari John Menadue's Public Policy Journal, perdana menteri Yunani pernah menyebut baby bust sebagai ancaman nasional dan bak bom waktu yang terus berdetak. Pada akhirnya, negara menawarkan keringanan pajak, insentif repatriasi, dan tunjangan tunai untuk mengatasi masalah tersebut. Pemerintah Yunani jauh dari sendirian dalam menekankan langkah-langkah ekonomi untuk menangani dilema demografi ini. Fenomena baby bust ini juga bergema di seluruh Eropa dan negara-negara OECD lainnya. Misalnya, angka kelahiran terendah dalam lebih dari 20 tahun meningkatkan kewaspadaan di Inggris, AS, dan Australia. Alasan di balik merosotnya angka kelahiran. Ada tiga hal menurut Our World in Data, yaitu pemberdayaan perempuan, peningkatan akses ke pendidikan dan peningkatan partisipasi pasar tenaga kerja.
Penurunan angka kematian anak
BACA JUGA:Terbayang Jika Punya Mobil Listrik Toyota bZ3X, Jarak Tempuh 610 km, harga 250 Jutaan Irit dan Cepat
Peningkatan biaya membesarkan anak, seiring dengan penurunan pekerja anak
Penurunan angka fertilitas merupakan salah satu perubahan sosial paling mendasar dalam sejarah manusia, oleh karena itu, sungguh mengejutkan betapa cepatnya transisi ini dapat terjadi. Misalnya, Iran hanya membutuhkan waktu 10 tahun agar fertilitas turun dari lebih dari 6 anak per perempuan menjadi kurang dari 3 anak per perempuan. China melakukan transisi ini dalam waktu 11 tahun. Bagaimana dengan Indonesia?
BACA JUGA:Beli Mobil Hybrid Toyota Tunggu 70 Hari Stok Habis, SUV Palisade Hybrid Tunggu 1 Tahun ?
Mengutip detikcom, angka kelahiran atau total fertility rate (TFR) di Indonesia juga menurun signifikan. Dibandingkan dengan tren 1970, saat itu rata-rata wanita bisa melahirkan enam bahkan hingga sembilan anak dalam setiap keluarga. Jauh bila dibandingkan saat ini 2,1. Artinya wanita melahirkan dua anak. Terpantau menurun di Pulau Jawa, hingga kini berada di 2,0. Berbeda dengan provinsi lain yang masih mencatat angka kelahiran tinggi yakni Papua Barat, Maluku, sampai Nusa Tenggara Timur (NTT).