Mauritania, Negara yang Dikikis Gurun Sahara, Penjaga Budaya Purba

Mauritania, Negara yang Dikikis Gurun Sahara, Penjaga Budaya Purba.--Sceenshot
koranrm.id - Diantara hamparan pasir yang seolah tidak berujung, Mauritania berdiri sebagai penjaga sejarah.
Sebuah negara di Afrika Utara di mana perempat wilayahnya adalah gurun serta semi gurun yang membentang sangat luas. Tempat di mana modernitas belum sepenuhnya menghapus jejak masa lalu. Dilansir dari Channel youtube Doczon.
Orang-orang Mauritania dengan bangga mempertahankan gaya hidup nenek moyang mereka. Hidup sebagai nomaden serta semin nomaden, berpindah dari satu oasis ke oasis lainnya.
Bukan dengan mobil, melainkan dengan kendaraan unta yang setia di jantung kota Nawaksud, ibu kota Mauritania terdapat sepertiga dari seluruh total populasi yang berjumlah sekitar 4,7 juta jiwa.
Di sini bangunan-bangunan rumah serta pasar terhampar di tengah Sahara.
Sementara itu di wilayah pesisir di mana ombak laut Atlantik menghantam pantai nelayan-nelayan yang tangguh melanjutkan tradisi purba.
Mereka menangkap ikan dengan perahu-perahu kayu yang meluncur di atas air.
BACA JUGA:16 Warga Banjarsari Riang Gembira
Mereka telah menjaga esensi kehidupan yang telah lama ada sebelum batas-batas negara serta garis segaris peta dikenal oleh dunia.
Mauritania yang secara resmi bernama Republik Islam Mauritania adalah sebuah negara berdaulat di Afrika utara barat laut.
Secara geografis negara ini dikelilingi oleh Mali di timur dan selatan Senegal yang ramai. Di barat daya perairan biru Samudra Atlantik, di sebelah barat serta Aljazair yang anggun di timur laut.
Berdasarkan luas wilayah yang mencapai 1.30.700 km², Mauritania mengukir namanya sebagai negara terbesar ke-11 di Afrika serta terbesar ke-28 di panggung dunia.
Kendati demikian, di balik kebesaran itu terdapat sebuah keajaiban di mana 90% dari wilayahnya adalah gurun sahara. Sebuah padang pasir yang legendaris yang membentang luas bagai permadani yang tidak berujung di Mauritania.
Dimana zona Sahara membentang sangat luas terdapat wilayah administrasi bernama tiri zemur yang terletak di utara adrar di jantung Mauritania serta hutehgui di sebelah timur.
Wilayah-wilayah ini merupakan hamparan bukit pasir kosong yang sangat luas dihiasi dengan singkapan granit yang menonjol dari pasir.
BACA JUGA:4 Negara Ini Dukung Palestina Untuk Lawan Penjajahan Israel
Disisi lain, panggung alam yang dramatis mempertontonkan ekstremnya perubahan suhu, misalnya di bulan Desember serta Januari pagi hari menyambut dengan suhu dingin yang mendekati 0 derajat Celcius. Namun tidak lama setelah itu ketika matahari merangkak naik suhu bisa meloncak hingga 38 derajat Celcius.
Kondisi iklim yang fluktuatif ini juga ditandai oleh curah hujan yang rendah dengan rata-rata tahunan hanya 150 mm bahkan beberapa lokasi dapat mengalami tahun-tahun tanpa hujan sama sekali.
Namun ketika hujan turun atau terdapat sumur yang tersedia zona ini dapat mendukung kehidupan tumbuh-tumbuhan.
Itulah sebabnya Mauritania memiliki 2,4 juta pohon kurma yang berdiri dengan kokoh di atas 217 Oasis di adror.
Misalnya pohon-pohon kurma menancapkan akar ke dalam tanah di mana sekitar 65% dari pohon kurma tersebut menghasilkan buah setiap tahun memberikan total produksi rata-rata mencapai 20.000 MRI ton.
Meskipun pohon kurma memiliki toleransi terhadap kekeringan pengairan tetap merupakan faktor kunci dalam pertanian mereka selama 3 hingga 4 bulan penduduk setempat mendedikasikan diri mereka pada pertanian tradisional.
Mereka menanam kurma, mengolah tanah dan menunggu dengan sabar saat pohon-pohon kurma menghasilkan panen dan untuk sisa-sisa bulannya, yaitu selama 7 hingga 8 bulan mereka berubah menjadi penggembala unta mengikuti jejak leluhur mereka yang nomaden.
BACA JUGA:Hendra Kurniawan: Bintang Muda Voli Indonesia yang Siap Bersinar di Kancah Internasional
Mereka berpindah-pindah tempat untuk mencari padang rumput, menggiring unta-unta melintasi lanskap yang berubah-ubah guna memperoleh makanan serta air.
Pada zaman keemasan abad pertengahan, gurun pasir mauritania bukan hanya sekedar lautan pasir yang tandus, melainkan pusat peradaban Islam yang gemerlap dengan kebijaksanaan.
Ditengah hamparan pasir yang luas cengweti kota yang diberkahi hingga 30 perpustakaan berdiri sebagai Oasis, pengetahuan tempat para peziarah beristirahat dalam perjalanan suci mereka menuju kota Mekah.
Kota ini berkembang menjadi pusat keilmuan keagamaan serta matematika yang penting.
Para peziarah dan sarjana yang datang dari berbagai penjuru membawa serta benih-benih pemikiran yang luar biasa serta pertukaran ide yang memperkaya mereka meninggalkan warisan tak ternilai berupa ribuan manuskrip Quran, fikiran ilmiah dan litatur sejarah yang menjadi saksi bisu peradaban yang perah jaya hingga saat ini.