Filosofi Pakaian Adat Laki-Laki Aceh, Sederhana Namun Kaya Makna

Filosofi Pakaian Adat Laki-Laki Aceh, Sederhana Namun Kaya Makna.--ISTIMEWA

radarmukomuko.bacakoran.co - Aceh merupakan sebuah provinsi yang terletak di ujung utara dan barat Indonesia. Dengan luas wilayah 57.956,00 km2, Aceh berpenduduk 5.274.871 jiwa. Dalam catatan sejarah, Aceh dianggap sebagai tempat pertama kali agama Islam menyebar ke Indonesia. Selain itu, Aceh juga berperan sangat penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Oleh karena itu, tidak heran jika Aceh dijuluki Serambi Mekah.

Aceh tidak akan pernah bisa dijajah karena solidaritas, persatuan dan semangat kemerdekaan yang sangat kuat yang dimilikinya. Oleh karena itu, Aceh mendapat predikat zona khusus. Karena alasan sejarah tersebut, Aceh mempunyai otonomi di sejumlah daerah sebagai berikut:

Menyelenggarakan kegiatan keagamaan sesuai syariat Islam dengan tetap menjaga kerukunan antar umat beragama. Melaksanakan kegiatan tradisional seperti Wali Aceh Institute dan Wali Nanggroe Institute. Melaksanakan pendidikan dengan sistem sendiri menerapkan sistem pendidikan berkualitas dan tambahan muatan lokal berbasis ajaran Islam. 

Kebijakan daerah tidak lepas dari peran ulama dalam mengeluarkan fatwa dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini tidak mengherankan, karena umat Islam Aceh memiliki persentase tertinggi di Indonesia dan nilai-nilai mereka sudah tertanam kuat dalam budaya Aceh.

Jenis pakaian, ide, Makna dan Filosofi Pakaian Adat Aceh

Jenis-Jenis, Makna dan Filosofi Pakaian Adat Aceh Nama pakaian adat Aceh adalah Ulee Balang. Seperti halnya pakaian adat pada umumnya, pakaian adat Aceh mewakili adat istiadat unik yang dianut di Daerah Istimewa Aceh. Keistimewaan pakaian adat Aceh inilah yang menjadi salah satu poin penting yang membedakannya dengan pakaian adat lainnya. Dan pakaian adat khas Aceh merupakan perpaduan antara budaya Melayu dan budaya Islam. 

Pada awalnya Ulee Balang hanya digunakan oleh keluarga kerajaan. Tapi sekarang siapa pun bisa memakai baju ini. Ulee Balang menawarkan dua jenis pakaian yaitu Linto Baro untuk pria Aceh dan Daro Baro untuk wanita Aceh. 

Linto Baro

Linto Baro Linto Baro Pakaian yang dikenakan laki-laki terdiri dari beberapa unsur yaitu kemeja, celana, senjata tradisional, hiasan kepala dan hiasan lainnya. Pakaian ini dikenakan oleh laki-laki Aceh pada acara pernikahan, Meugang, Peusijuk, Tung Dara Baro (Ngunduh Mantu), acara adat dan merayakan hari-hari besar.

a. Pakaian Meukeusah

Kemeja ini berbentuk seperti beskap atau blazer yang digunakan sebagai kemeja atasan pria aceh. Pakaian ini biasa dikenakan oleh pria Aceh pada masa kerajaan Samudra Pasai dan Perlak.

Umumnya pakaian ini terbuat dari bahan tenun sutra atau katun hitam. Bagi masyarakat Aceh, warna hitam melambangkan keagungan, oleh karena itu pakaian ini melambangkan keagungan seorang laki-laki Aceh. 

Anda akan menemukan sulaman benang emas mulai dari leher hingga dada dan di ujung lengan. Sulamannya menampilkan desain bunga dan jumbai daun. Misalnya: seumanga (ylang ylang), bungong glima (delima), Seulupok (temtai), keupula (bunga mantel), kundo, pucok reubong (tumpal) dan lain-lain. Jarang sekali kita menemukan bordir dengan desain binatang.

Makna dari desain bordir tersebut bermacam-macam dan tidak semuanya dapat terwakili. Misalnya saja motif pucok reubong (tumpal) yang mempunyai makna kesuburan dan persahabatan. Bahwa mereka yang mengenakan pakaian bermotif tersebut akan mendapat kesuburan dari Tuhan Yang Maha Esa dalam hal gizi dan anak sebagai penerusnya. 

Kerah Meukeusah mempunyai bentuk yang sama dengan kerah Cheongsam. Meskipun kostum adat Aceh kental dengan budaya Islam dan Melayu, namun kostum tersebut tidak terlepas dari pengaruh budaya Tionghoa yang masuk ke Aceh. Kalung tersebut mulai digunakan oleh para desainer pakaian tradisional Aceh karena terinspirasi dari kalung orang Tionghoa yang melewati Aceh sebagai pedagang dari negeri tirai bambu.

b . Celana Sileuweu

Celana Sileuweu merupakan bagian bawah kemeja Meukeusah dalam set Linto Baro. Seperti atasannya, celana ini juga berwarna hitam namun berbahan katun. Bentuknya melebar ke arah bawah dan terdapat sulaman emas pada bagian ini. Celana ini juga biasa dikenal dengan sebutan Celana Musang Kotak-kotak.

c. Sarung

Setelah memakai celana, pria Aceh memakai sarung yang terbuat dari kain songket agar pemakainya terlihat lebih berwibawa. Sarung ini dililitkan di pinggang dan tingginya tepat di atas lutut, mungkin sekitar 10cm lebih tinggi. Sarung jenis ini juga sering disebut dengan nama lain seperti Ija Kroeng, Ija Lamugap dan Ija Sangket.

d. Meukeutop

MeukeutopPengaruh Islam yang kuat dalam budaya Aceh meluas pada pakaian adat Aceh dan salah satunya adalah hiasan kepala yang disebut Meukeutop. Jika dicermati, Meukeutop adalah jenis tutup kepala yang digunakan oleh raja-raja Türkiye. 

Meukeutop terbuat dari kain tenun yang dibordir. Sulaman ini hadir dalam warna hijau, kuning, hitam dan merah. Hijau melambangkan kedamaian yang dibawa Islam. Kuning melambangkan kerajaan. Hitam melambangkan kekokohan dan keagungan. Dan warna merah melambangkan keberanian dan kepahlawanan. Dengan demikian, yang mengenakan Meukeutop adalah orang Aceh, seseorang yang dengan damai membela ajaran Islam, yang mempunyai ketabahan dan bertindak bak pahlawan bagaikan raja.

Di Atas Yang terakhir, Meukeutop dihiasi dengan Tampoek dari emas atau perak berlapis emas. Terkadang batu mulia kecil disisipkan di antara hiasan emas atau perak. Fasad Meukeutop dilapisi dengan tekstil tradisional Aceh yang kemudian dikenal dengan nama Ija Teungkulok. Kain tenun berhiaskan sulaman emas atau perak dengan salah satu ujung kain menghadap ke atas.

e. Rencong

Tidak jauh berbeda dengan pakaian adat daerah lain, pakaian adat laki-laki akan kurang lengkap jika tidak dilengkapi dengan senjata tradisional. Pakaian adat pria Aceh dilengkapi dengan Rencong. Biasanya Rencong dimasukkan ke dalam lipatan sarung yang dililitkan di pinggang. Gagangnya disusun sedemikian rupa sehingga menonjol.

Rencong merupakan simbol keberanian, jati diri, dan ketekunan masyarakat Aceh. Rencong mempunyai banyak tingkatan yang berbeda-beda. Rencong sultan terbuat dari emas dan terdapat ukiran ayat suci Al-Quran pada bagian matanya. Sedangkan rencong yang tidak dibuat untuk raja terbuat dari kuningan, perak, timah, gading, dan kayu. 

Masyarakat Aceh meyakini rencong memiliki bentuk yang melambangkan kalimat Islam Bismillaahirrahmaanirrahim. Merupakan doa yang membantu meningkatkan rasa percaya diri untuk menggunakan rencong dengan baik dan percaya diri.

Penggunaan rencong sangat familiar dalam budaya masyarakat Aceh. Oleh karena itu, tidak heran jika Aceh juga dikenal dengan sebutan negeri Rencong. Namun penggunaan rencong saat ini hanya terbatas pada acara-acara tertentu karena sudah tidak lagi dalam keadaan perang.

f. Siwah

Selain Rencong, senjata tradisional Aceh lainnya adalah Siwah. Bentuknya mirip dengan Rencong namun lebih panjang, lebih besar dan terbuat dari bahan yang lebih mewah dibandingkan Rencong. Anda akan selalu menemukan hiasan hiasan pada gagang Siwah agar bersinar.

Dalam acara-acara besar, Siwah lebih direkomendasikan karena melambangkan kebesaran masyarakat Aceh, karena fungsi utamanya adalah sebagai perhiasan. dan senjata. Sedangkan Rencong lebih menunjukkan kepahlawanan.

Gagang siwah terbuat dari kayu pilihan berkualitas baik, perak atau bahkan emas. Gagangnya dihiasi ukiran tradisional Aceh atau pola rebung. Mata siwah terbuat dari besi bekas pedang kuno atau lempengan timah. Gelas dengan gagang memiliki gelas yang terbuat dari bahan emas atau perak, tidak lupa dihias dengan perhiasan. Sedangkan sarung siwah terbuat dari bahan gading, perak atau emas, dihiasi ukiran motif tanaman merambat.*

Tag
Share