Seblak Pedas Level Neraka Kenapa Makanan Ini Selalu Bikin Ketagihan

Seblak Pedas Level Neraka Kenapa Makanan Ini Selalu Bikin Ketagihan--screnshoot dari web
KORANRM.ID - Seblak, makanan khas Bandung yang awalnya sederhana, kini telah berevolusi menjadi tren kuliner nasional yang identik dengan rasa pedas ekstrem. Dikenal karena cita rasa gurih, pedas, dan aroma kencurnya yang kuat, seblak bukan lagi sekadar jajanan pinggir jalan, melainkan telah menjelma menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat urban, terutama generasi muda. Daya tarik utama seblak tak hanya pada rasa dan bahan-bahan pelengkapnya, tapi juga pada pengalaman makan yang penuh tantangan. Fenomena “seblak level neraka” menjadi bukti bahwa makanan kini tak hanya soal rasa, tetapi juga sensasi, emosi, dan budaya digital
BACA JUGA:Mengenali Tanda Bahaya, Langkah Cerdas Menghindari Kekerasan dalam Hubungan
Pedasnya seblak yang "menghukum" lidah bukanlah tanpa alasan digemari. Studi menunjukkan bahwa makanan pedas dapat memicu pelepasan endorfin dalam otak—senyawa kimia yang memicu perasaan bahagia dan euforia. Inilah yang menjadi penjelasan ilmiah mengapa orang tetap mencari makanan pedas meski berkeringat, berlinang air mata, hingga sakit perut setelahnya. Rasa sakit yang ditimbulkan justru membuat makan seblak menjadi pengalaman adiktif yang menyenangkan. Seperti yang dikatakan oleh sejumlah pakar kuliner, makanan pedas menciptakan “thrill” tersendiri, membuat lidah dan otak bereaksi secara intens, dan memberikan semacam “reward” emosional bagi pelakunya
Satu hal yang tak bisa dilepaskan dari evolusi seblak adalah kreativitas topping. Jika dulu hanya kerupuk basah dan telur, kini seblak bisa berisi sosis, bakso, ceker ayam, sayuran, keju mozzarella, makaroni, bahkan seafood seperti udang dan cumi. Kombinasi ini menjadikan seblak sebagai menu fleksibel yang bisa disesuaikan dengan selera konsumen, baik dari segi tekstur maupun rasa. Bahkan, banyak pelaku UMKM dan pebisnis kuliner yang menyajikan varian seblak kering tanpa kuah, seblak instan kemasan, hingga seblak “premium” yang disajikan di kafe dengan tampilan estetis.
Peran media sosial sangat besar dalam mendongkrak popularitas seblak. Tantangan makan seblak level tinggi sering viral di TikTok, YouTube, hingga Instagram. Konten seperti mukbang atau kompetisi pedas antar food vlogger menjadi magnet tersendiri bagi penonton. Gaya penyajian yang menarik dan reaksi lucu saat menyantap seblak super pedas menciptakan engagement tinggi dan mendorong keinginan audiens untuk mencoba langsung. Alhasil, warung seblak modern kini banyak bermunculan, menawarkan sensasi pedas dari level 1 hingga level 10, lengkap dengan pengukur kepedasan dalam satuan cabai atau Scoville heat units (SHU) sebagai gimmick.
BACA JUGA:AC Mobil Panas? Selidiki Penyebabnya dan Temukan Solusinya!
Namun, meski viral dan digandrungi, konsumsi seblak tetap harus memperhatikan aspek kesehatan. Kandungan cabai berlebih, MSG, dan pemakaian kerupuk dalam jumlah besar bisa memicu gangguan pencernaan, iritasi lambung, atau bahkan masalah metabolisme jika dikonsumsi berlebihan. Beberapa pelaku bisnis kuliner mulai mengadopsi pendekatan lebih sehat: mengurangi garam, mengganti kerupuk biasa dengan kerupuk singkong rendah minyak, hingga menambahkan sayur hijau sebagai pelengkap. Tak sedikit pula produsen seblak instan yang kini menyertakan label rendah kolesterol, non-MSG, dan menggunakan minyak kelapa.
Lebih dari sekadar tren makanan, seblak pedas telah menjadi simbol keberanian, ekspresi diri, dan bahkan semangat komunitas. Bagi sebagian orang, tantangan menyantap seblak super pedas menjadi momen sosial yang menyatukan teman-teman, keluarga, atau bahkan kolega. Warung seblak menjadi ruang interaksi yang tak hanya menawarkan makanan, tapi juga pengalaman dan cerita. Dalam hal ini, seblak bukan sekadar kuliner, tetapi bagian dari identitas kultural generasi masa kini yang suka eksplorasi dan tidak takut mencoba hal-hal baru, walau itu berarti berkeringat di tengah siang bolong hanya karena semangkuk makanan panas dan pedas.
BACA JUGA:Mengenali Tanda Bahaya, Langkah Cerdas Menghindari Kekerasan dalam Hubungan
Seblak pun tak luput dari adaptasi teknologi dan inovasi. Di kota-kota besar, pemesanan seblak bisa dilakukan lewat aplikasi delivery, lengkap dengan fitur kustomisasi topping dan level pedas. Beberapa usaha bahkan mengintegrasikan sistem loyalty digital untuk pembelian rutin, membuat konsumen merasa dihargai dan tertarik mencoba varian baru. Di ranah global, seblak mulai diperkenalkan lewat diaspora Indonesia dan festival makanan Asia Tenggara. Bukan tidak mungkin, suatu saat nanti seblak akan menyaingi popularitas ramen atau tteokbokki di kancah internasional.
Dalam lanskap kuliner modern, seblak berhasil menjawab tiga aspek penting yang dicari generasi masa kini: rasa, pengalaman, dan ekspresi. Dan semua itu dibungkus dalam semangkuk kerupuk basah dengan kuah pedas dan rempah yang kuat. Tak heran, meski menyiksa dan kadang membuat perut ‘protes’, banyak orang tetap rela antre hanya demi mencicipi kembali sensasi panasnya seblak level neraka. Karena bagi sebagian besar pencintanya, rasa pedas bukan soal sakit, tapi kenikmatan yang membebaskan.
BACA JUGA:AC Mobil Panas? Selidiki Penyebabnya dan Temukan Solusinya!
________________________________________
Referensi:
1. Rozin, P., & Schiller, D. (1980). The nature and acquisition of a preference for chili pepper by humans. Motivation and Emotion, 4(1), 77–101. https://doi.org/10.1007/BF00995932
2. Fitriani, R. (2020). Inovasi Produk Kuliner Tradisional Seblak dan Strategi Promosi Digital di Era Media Sosial. Jurnal Pangan Lokal, 3(2), 45–58.
3. Putri, S. A., & Arum, R. (2022). Kajian Kandungan Nutrisi dan Potensi Bahaya Konsumsi Makanan Pedas Secara Berlebihan. Jurnal Gizi & Kesehatan, 14(1), 12–21.
4. Haryanto, T. (2023). Perkembangan UMKM Seblak di Indonesia: Antara Tradisi dan Modernitas. Jurnal Ekonomi Kreatif, 5(1), 88–103.
5. BBC Indonesia. (2021). Kenapa makanan pedas membuat ketagihan? Diakses dari: https://www.bbc.com/indonesia/majalah-56713244