Mukomuko Masih Miskin
Sahad Abdullah--
Opini Oleh: Sahad Abdullah
MUKOMUKO dikenal sebagai kabupaten yang kaya. Itu beritanya, entah kenyataannya.
Saya masuk dan tinggal di Mukomuko sejak 34 tahun lalu, tepatnya sejak 1989. Sedikit banyaknya saya mengetahui perkembangan Mukomuko dari waktu ke waktu. Setidaknya sejak tiga dasa warsa terakhir. Di luaran sana, Mukomuko dikenal sebagai kabupaten yang kaya.
Pandangan tersebut tidak berlebihan. Pasalnya Mukomuko salah satu kabupaten yang paling banyak investornya. Bahkan ada Penanam Modal Asing (PMA). Indikator lainnya (barang kali) luasnya kebun sawit yang terbentang dari Kecamatan Air Rami hingga Lubuk Pinang. Serta terdapat setidaknya 14 pabrik pengolahan kelapa sawit.
BACA JUGA:Progres Proyek Rendah
Benarkah Mukomuko kabupaten kaya? Terkait hal ini, saya memiliki pandangan tersendiri.
Di mata saya, Mukomuko merupakan kabupaten miskin. Meskipun banyak penduduknya kaya raya secara individu. Kenapa miskin, karena untuk membangun, Mukomuko masih "Menyusu" dengan pemerintah pusat. Tanpa kucuran dana dari pusat, pemerintah daerah tidak bisa berbuat apa-apa. Khususnya untuk membangun daerah ini.
Sejak dilantik menjadi bupati, H. Sapuan, SE, MM, Ak, CA, CPA, CPI, sibuk melakukan lobi-lobi di pusat, agar dana mengucur ke Mukomuko. Sapuan sepertinya menyadari bahwa, daerah tidak memiliki dana yang cukup untuk membangun daerahnya sendiri. Itu menjadi bukti bahwa Mukomuko miskin.
Langkah bupati mencari dana pusat untuk membangun saya anggap sangat bagus, tapi untuk jangka pendek. Sebab, menjadi bupati waktunya terbatas, maksimal 10 tahun. Dan masing-masing bupati memiliki kemampuan berbeda dalam hal lobi-lobi. Jika bupati setelah Sapuan tidak mampu melobi dana pusat, maka pembangunan di Mukomuko akan terhenti.
BACA JUGA:Petakan Daerah Rawan Dalam Pemilu, Kapolres Bersama Dandim
Langkah yang (mungkin) bisa diambil adalah mengoptimalkan kekayaan yang ada. Dengan cara meningkatkan Pendapatan Asli Daerah -PAD- melalui pajak. Selama ini pemerintah daerah sudah menarik pajak tapi masih "pajak recehan". Contohnya pajak retribusi parkir dan rumah makan.
Sejauh mana kontribusi PMA dan investor untuk kemajuan Mukomuko. Mereka (para pejabat) yang bisa menjawabnya. Selaku wong cilik, kami belum merasakan kontribusi investor dalam hal membangun daerah.
"Bagaimana pajak perusahaan atas pemanfaatan air permukaan dan air bawah tanah," ujar salah seorang tokoh masyarakat Mukomuko, Muspar, saat silaturahmi ke Sekretariat PWI beberapa waktu lalu.
BACA JUGA:Jalan Dibangun Tapi Warga Tidak Puas, Ada Apa
Sekitar 5 tahun lalu, saya mendengar kabar burung, bahwa pemerintah akan menata izin perkebunan. Masyarakat yang memiliki kebun 20 hektare atau lebih, wajib mengurus izin. Langkah ini sebagai upaya meningkatkan PAD. Sejauh mana realisasinya, nol persen. Barangkali pemilik kebun tersebut pejabat, atau keluarga pejabat. Entahlah.
Saya berharap ada "warisan" besar dari bupati Mukomuko, H. Sapuan. Selain menarik dana pusat sebanyak-banyaknya, juga bisa mengeluarkan aturan untuk mengoptimalkan PAD. Warisan inilah yang akan menyejahterakan masyarakat Mukomuko, dari generasi ke generasi. Jika pada satu saat nanti bupatinya tidak mampu melobi dana pusat, pemerintah masih bisa membangun menggunakan PAD. Semoga.*