koranrm.id - Hampir disetiap masjid, ada pemandangan banyak jamaah yang mulai mengatauk atau memejamkan mata sa’at khatib membaca khutbah Jumat. Mulai dari barisan depan maupun belakang, kepala yang perlahan terangguk menandai betapa beratnya rasa kantuk yang tak bisa ditahan.
Fenomena ini bukan sekadar persoalan fisik yang lelah, namun lebih dalam dari itu hingga sejumlah ulama merasa perlu mengingatkan umat tentang penyebabnya, agar ibadah Jumat tetap terjaga kekhusyukannya. Ustaz Mahfud Hidayat, seorang ulama yang sering mengisi khotbah di sejumlah masjid di Sumatera Barat, menyampaikan bahwa kondisi jamaah yang sangat mengantuk biasanya muncul dari perpaduan faktor jasmani, kebiasaan, dan kesiapan spiritual. Ia menuturkan bahwa rasa kantuk yang menyerang bukanlah sesuatu yang muncul tiba-tiba, tetapi merupakan akumulasi aktivitas harian yang tidak dikelola dengan baik. “Banyak jamaah datang ke masjid setelah pagi yang penuh kesibukan, ditambah kurang tidur pada malam sebelumnya. Tubuh yang kelelahan pasti bereaksi,” ujarnya. Namun, ia juga menekankan bahwa penyebabnya tidak hanya bersifat fisik. Pada beberapa kesempatan, ia mengamati bahwa lingkungan masjid yang terlalu sepi, ritme khotbah yang monoton, dan kurangnya fokus jamaah terhadap pesan agama turut memperkuat rasa kantuk tersebut. Menurutnya, kondisi ini dapat terjadi kapan saja, terutama pada pekan-pekan kerja yang padat atau ketika cuaca sangat panas. Ia menjelaskan bahwa udara lembab dan sirkulasi yang kurang baik sering membuat tubuh lebih cepat memasuki fase relaksasi. “Kombinasi antara keheningan, cuaca yang tenang, dan suasana teduh dapat membuat siapa pun larut dalam rasa kantuk,” kata Ustaz Mahfud. Fenomena ini semakin sering terlihat di masjid-masjid perkotaan, di mana masyarakat hidup dengan ritme cepat dan tingkat stres tinggi. Di Jakarta, Bandung, hingga Medan, termasuk di kabupaten Mukomuko para pengurus masjid mengakui bahwa sebagian besar jamaah datang dengan pikiran masih terikat pada pekerjaan. Akibatnya, perhatian mudah menguap. Kondisi psikologis yang tidak sepenuhnya siap menerima pesan keagamaan menjadikan tubuh merespons dengan penurunan energi. Ustaz Mahfud menjelaskan bahwa hati yang tidak tenang akan sulit menyimak, sementara telinga hanya menangkap suara tanpa mampu mengolah makna. Khalid Ramadhan, seorang pengurus masjid , mengungkapkan hal serupa. Ia menyatakan bahwa banyak jamaah sebenarnya tidak bermaksud meremehkan khotbah, tetapi datang dengan tubuh dan pikiran yang sudah menurun kapasitasnya. Ia menyebut ada jamaah yang bekerja hingga larut malam sebelum Jumat, ada pula yang berangkat ke masjid dalam keadaan selesai dari aktivitas fisik berat. “Ketika badan lelah dan pikiran jenuh, duduk diam lima belas menit saja bisa membuat mata menutup sendiri,” ungkapnya. Kesan yang disampaikan para pengurus ini memperkuat gambaran bahwa problem kantuk bukan hanya soal disiplin spiritual, tetapi juga soal manajemen hidup. Walaupun begitu, para ulama tetap memberikan penekanan pada pentingnya mempersiapkan diri secara batin. Rasa kantuk yang terlalu mudah datang dianggap sebagai tanda bahwa hati tidak sepenuhnya hadir. Ustaz Mahfud menyampaikan bahwa umat sebaiknya menyambut Jumat dengan persiapan khusus: tidur cukup pada malam sebelumnya, menjaga asupan makan agar tidak berlebihan, serta meluruskan niat sebelum berangkat ke masjid. Ia menyampaikan bahwa khotbah Jumat bukan sekadar rutinitas mingguan, tetapi momen yang membawa pesan moral dan peringatan bagi umat. Menghormatinya berarti menyiapkan fisik dan jiwa. Selain faktor internal, ada pula tanggung jawab yang perlu dipikul oleh para khatib. Sejumlah ulama menilai bahwa khotbah yang disampaikan dengan gaya monoton dan tanpa struktur naratif yang menarik membuat jamaah sulit mempertahankan fokus. Ritme penyampaian khatib yang terlalu lambat atau tidak bervariasi memicu rasa kantuk lebih cepat. Oleh sebab itu, sebagian ulama mendorong khatib untuk memperbarui gaya retorika, memperkuat isi dengan contoh kontekstual, dan membangun komunikasi yang hidup tanpa melanggar adab mimbar. “Khotbah yang baik itu menggerakkan hati, bukan sekadar dibacakan,” ujar Ustaz Mahfud. Di berbagai masjid, sejumlah langkah sederhana mulai diterapkan untuk mengurangi kantuk jamaah. Pengurus meningkatkan sirkulasi udara, memastikan ruang cukup terang, dan menata ulang pengeras suara agar suara khatib lebih jelas dan tegas. Di beberapa tempat, waktu penyampaian dibuat lebih singkat agar inti pesan tetap sampai tanpa membuat jamaah kehilangan fokus. Kebiasaan datang lebih awal dan melaksanakan salat sunnah juga dipercaya membantu kesiapan mental sehingga tubuh lebih siap menerima pesan keagamaan. Para ulama menegaskan bahwa mengantuk saat khotbah bukanlah dosa, tetapi mengabaikan upaya untuk memperbaiki diri adalah kelalaian yang perlu disadari. Jumat adalah hari yang dimuliakan, dan khotbah adalah nasihat langsung yang menjadi syarat sahnya salat Jumat. Menjaganya tetap hidup di dalam hati merupakan tanggung jawab setiap Muslim. Mengelola tidur, menata pikiran, menenangkan hati, dan menghadirkan kesadaran spiritual adalah langkah kecil yang membawa dampak besar. Dalam pandangan Ustaz Mahfud, ibadah Jumat yang baik adalah hasil dari keseimbangan antara kesiapan fisik dan kedalaman batin. Ketika jamaah hadir dengan kesadaran penuh, maka pesan khatib akan lebih mudah meresap dan membentuk perilaku. Fenomena kantuk yang sering muncul bukan sekadar perkara tubuh, tetapi refleksi dari pola hidup yang semakin padat dan kurang memberi ruang bagi ketenangan. Menyadari penyebabnya adalah langkah pertama untuk memperbaiki kualitas ibadah yang dijalankan setiap pekan.
Kategori :