Warga Selagan Raya: “Masyarakat Tradisional Selalu Ramah dengan Hutan”

Warga Selagan Raya bersahabat dengan hutan.-Sahad-Radar Mukomuko

koranrm.id — Salah seorang warga Desa Talang Buai, Kecamatan Selagan Raya, Sumatri, S.Pd, menegaskan bahwa masyarakat di wilayah Selagan Raya sejak dulu dikenal sebagai komunitas tradisional yang hidup berdampingan secara harmonis dengan hutan.

Menurutnya, masyarakat Selagan Raya telah tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan selama puluhan bahkan ratusan tahun. Dari hasil hutan itu pula mereka bertahan hidup secara turun-temurun.

“Kalau kita pergi ke TNKS, akan menemukan makam tua. Itu leluhur kami,” ujar Sumatri, Jumat, 5 Desember 2025.

Ia menjelaskan, jika ada warga Selagan Raya yang pada masa kini membuka kawasan hutan, tindakan itu bukan didorong oleh keinginan untuk merusak, melainkan upaya mempertahankan hidup menyesuaikan perubahan zaman.

“Kalau ada warga membuka hutan, tujuannya bukan merusak, tapi karena ketidaktahuan,” tambahnya.

Lebih jauh, Sumatri menjelaskan bahwa istilah masyarakat ramah hutan sebenarnya merupakan generalisasi yang cukup akurat, namun hubungan masyarakat dengan hutan jauh lebih kompleks daripada sekadar istilah “ramah”. Ikatan itu lahir dari ketergantungan hidup, pengetahuan ekologis yang mendalam, dan nilai budaya yang mengatur perilaku mereka terhadap alam.

Ia memaparkan beberapa aspek penting dari hubungan tersebut:

• Ketergantungan Hidup

Bagi masyarakat adat dan tradisional, hutan merupakan sumber utama pangan, obat-obatan, bahan bangunan, hingga air. Kelestarian hutan berarti kelestarian hidup komunitas, sehingga mereka menerapkan praktik panen yang berkelanjutan dan menghormati siklus alam.

• Pengetahuan Ekologis Lokal

Selama ratusan tahun, masyarakat telah membangun sistem pengetahuan ekologis yang canggih. Mereka memahami kapan harus menanam, memanen, serta cara mengelola sumber daya tanpa merusaknya.

• Sistem Nilai dan Spiritual

Banyak budaya tradisional memandang hutan sebagai ruang spiritual, tempat roh leluhur bersemayam, atau bagian identitas budaya. Nilai-nilai ini melahirkan aturan dan pantangan yang mencegah eksploitasi berlebihan.

• Hak Ulayat dan Pengelolaan Adat

Dalam konteks Indonesia, konsep Hak Ulayat memberi masyarakat adat kewenangan untuk mengelola dan melindungi wilayahnya berdasarkan hukum adat. Hal ini memperkuat rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap hutan.

• Ancaman Modern

Meski demikian, tekanan eksternal seperti pembalakan liar, konversi lahan skala besar, dan arus migrasi dapat menggerus praktik tradisional tersebut.

Samatri menegaskan bahwa hubungan masyarakat Selagan Raya dengan hutan lebih tepat digambarkan sebagai hubungan saling ketergantungan yang berkelanjutan, diatur oleh norma budaya yang kuat — bukan sekadar “ramah” dalam makna emosional.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan