Warga Perumahan Buras Bandar Ratu Merasa Kecil Hati, Sudah 10 Tahun Jalan Kami Dibiarkan Begini

Rabu 05 Nov 2025 - 18:41 WIB
Reporter : Ahmad Kartubi
Editor : Ahmad Kartubi

koranrm.id - Di tengah geliat pembangunan yang kian merata di berbagai penjuru daerah, masih ada sudut-sudut pemukiman yang luput dari perhatian. Salah satunya adalah Perumahan Bumi Ratu Asri (Buras) yang terletak di kawasan Bandar Ratu. 

Perumahan yang dihuni ratusan kepala keluarga ini menyimpan kisah panjang tentang kesabaran dan harapan yang tak kunjung terjawab: jalan utama menuju masjid dan kawasan permukiman mereka telah rusak parah selama lebih dari satu dekade tanpa sentuhan perbaikan.

Setiap hari, debu mengepul saat kendaraan melintas. Di musim hujan, genangan air menutup jalan dan licin. Bagi warga, kondisi ini bukan hanya persoalan kenyamanan, tapi juga menyangkut keselamatan dan akses menuju fasilitas umum. Di tengah kesunyian perhatian pemerintah, suara warga akhirnya kembali bergema.

Indra Syahroni, Ketua Pembangunan Masjid Baiturahmah sekaligus perwakilan dari Ketua Forum Buras, Rudi Seregar, mengungkapkan dengan nada lirih bahwa warga merasa sangat kecil hati melihat kenyataan ini. 

“Sudah lebih dari sepuluh tahun jalan utama menuju Masjid Baiturahmah tidak pernah tersentuh perbaikan. Padahal, di dalam kompleks ini sudah banyak warga yang menetap dan terdapat fasilitas umum berupa masjid,” ujarnya dengan nada kecewa.

Masjid Baiturahmah berdiri kokoh di tengah perumahan atas karya swadaya masyarakat perumahan dan sekitarnya , menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial warga serta tempat anak-anak mengaji. 

Setiap Jumat dan hari besar Islam, jalan utama menuju masjid itu dipenuhi jamaah. Namun, akses yang buruk seringkali membuat warga terutama lansia dan anak-anak kesulitan berjalan menuju rumah ibadah karena jalannya dari dahulu masih berbatu dan tanah . 

“Kami membangun masjid ini dengan gotong royong, dengan semangat kebersamaan warga. Tapi ketika bicara soal jalan, kami benar-benar tak tahu harus berharap ke siapa,” tambah Indra dengan mata memandang jalan berbatu  jauh dari kata mulus.

Kondisi jalan di Perumahan Buras bukanlah cerita baru. Sudah sejak lama warga mengajukan permohonan perbaikan kepada pihak pemerintah  sekitar 6 tahun yang lalu pada dinas terkait. 

Beberapa kali  permohoan  aspirasi disampaikan, namun tak satu pun yang membuahkan hasil nyata. Warga bahkan sempat melakukan swadaya untuk menutup lubang-lubang besar dengan batu  dan semen seadanya. 

Namun, perbaikan darurat itu tak bertahan lama. “Kalau hujan turun, semua usaha kami hilang begitu saja. Jalan kembali rusak, bahkan lebih parah dari sebelumnya,” tutur Indra.

Dalam setiap rapat warga, isu jalan selalu menjadi topik utama. Warga Buras merasa terisolasi di dalam kota kabupaten Mukomuko yang terus tumbuh. Padahal, perumahan ini termasuk kawasan yang cukup strategis dan ramai banyak pejabat juga didalamnya. 

Banyak pendatang memilih tinggal di sini karena lingkungan yang tenang dan religius. Namun, kondisi jalan yang memprihatinkan perlahan menurunkan minat masyarakat untuk menetap dan warga luar untuk datang beribadah disini. Sebagian warga bahkan khawatir harga tanah dan rumah akan terus menurun jika tak ada perbaikan signifikan.

Lebih jauh, kondisi ini juga berdampak pada kegiatan sosial dan pendidikan. Anak-anak yang berangkat sekolah harus berhati-hati agar tidak terpeleset di jalan berbatu. Mobil warga sering mengeluh rusak kaki-kakinya  karena jalanya tidak rata. 

Sebagian  ibu-ibu yang hendak ke pasar harus menempuh jalan memutar agar tidak melintasi bagian jalan yang bergelombang karena belum pernah tersentuh aspal. 

“Kami bukan meminta jalan baru yang mewah, cukup jalanya licin dan layak saja agar bisa dilalui dengan aman,”  ucap Rika  istri ketua  forum.

Ketika berbicara tentang perbaikan infrastruktur, sering kali perumahan-perumahan kecil seperti Buras terlewat dari prioritas. Pemerintah daerah cenderung fokus pada proyek besar di jalur utama kota, sementara kawasan pemukiman warga justru menunggu giliran yang tak pasti.

Padahal, menurut para ahli tata kota, jalan lingkungan memiliki peran vital dalam menjaga mobilitas sosial dan ekonomi warga. Tanpa akses jalan yang baik, aktivitas masyarakat akan terhambat, dan dampaknya bisa merembet pada kualitas hidup.

Indra berharap pemerintah daerah membuka mata dan hati terhadap kondisi yang dialami warga Buras. “Kami bukan ingin menyalahkan siapa pun. Kami hanya ingin didengar. 

Jalan ini adalah urat nadi kami. Setiap hari kami melaluinya untuk beribadah, bekerja, mengantar anak sekolah, dan berinteraksi sosial. Kami mohon agar pemerintah melihat langsung kondisi di lapangan,” ujarnya dengan harapan yang masih menggantung.

Harapan warga kini bertumpu pada perhatian pihak terkait untuk meninjau ulang kondisi infrastruktur di kawasan perumahan. 

Mereka percaya, perubahan besar bisa dimulai dari kepedulian kecil dari langkah sederhana memperbaiki jalan yang telah menemani perjuangan mereka selama sepuluh tahun. Di balik rasa kecewa, tersimpan semangat warga Buras yang tetap menjaga kekompakan dan gotong royong. 

Bagi mereka, memperjuangkan kenyamanan hidup bukanlah soal kemewahan, melainkan tentang keadilan yang seharusnya mereka rasakan sebagai bagian dari masyarakat yang turut membangun daerah.

Kategori :