koranrm.id - Gadget telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan, termasuk bagi anak-anak. Namun, di balik kemudahan dan hiburan yang ditawarkan, bahaya kecanduan mengintai dengan senyap.
Bagi banyak orang tua, membatasi penggunaan ponsel bagi anak seringkali menjadi tantangan tersendiri. Ada kalanya ponsel dipandang sebagai alat praktis untuk membuat anak diam saat rewel, atau sebagai hiburan murah ketika orang tua sibuk. Namun, jika kebiasaan ini dibiarkan, anak berpotensi tumbuh dengan ketergantungan tinggi pada layar, yang tidak hanya mengganggu kesehatan fisik, tetapi juga perkembangan sosial dan emosional mereka. Dokter spesialis saraf anak menegaskan bahwa paparan layar berlebihan bisa memengaruhi fungsi otak, khususnya area yang mengatur konsentrasi dan kontrol diri. Anak menjadi sulit fokus, cepat bosan dengan aktivitas non-digital, dan sering menunjukkan perilaku impulsif. Dari sisi kesehatan fisik, kebiasaan menatap layar terlalu lama dapat menimbulkan masalah pada mata, seperti rabun dini atau kelelahan visual. Selain itu, postur tubuh yang salah saat bermain gawai berpotensi menyebabkan nyeri leher dan punggung sejak usia dini. Dampak jangka panjangnya bahkan bisa mengarah pada gaya hidup sedentari, yang meningkatkan risiko obesitas. Secara psikologis, anak yang kecanduan ponsel cenderung mengalami penurunan keterampilan sosial. Mereka lebih nyaman berinteraksi dengan dunia virtual ketimbang berkomunikasi tatap muka. Kondisi ini membuat kemampuan empati, kerja sama, dan regulasi emosi terhambat. Bagi sebagian anak, ketergantungan pada permainan atau media sosial juga menimbulkan perasaan cemas dan mudah marah ketika akses pada ponsel dibatasi. Upaya menghindarkan anak dari kecanduan gawai bermula dari orang tua sendiri. Sikap dan kebiasaan orang tua dalam menggunakan ponsel menjadi contoh nyata yang ditiru oleh anak. Karena itu, langkah pertama adalah memberi teladan. Membatasi penggunaan ponsel di hadapan anak, terutama saat makan bersama atau waktu keluarga, akan membentuk pola bahwa interaksi langsung jauh lebih bernilai. Anak yang melihat konsistensi ini akan lebih mudah menerima aturan pembatasan penggunaan ponsel untuk dirinya sendiri. Anak membutuhkan batasan yang jelas, termasuk dalam penggunaan teknologi. Aturan seperti durasi penggunaan harian, jenis aplikasi yang boleh diakses, hingga jam tidur tanpa ponsel, harus ditegakkan dengan konsisten. Orang tua dapat memulai dengan membatasi penggunaan ponsel maksimal satu hingga dua jam per hari sesuai rekomendasi pakar kesehatan anak. Agar aturan tidak terasa mengekang, orang tua perlu menjelaskan alasan di baliknya. Misalnya, dengan memberi pemahaman bahwa mata membutuhkan istirahat, atau tubuh perlu bergerak agar sehat. Penjelasan yang sederhana namun konsisten akan membuat anak lebih mudah menerima batasan tanpa merasa dipaksa. Orang tua perlu terlibat aktif dalam kegiatan tersebut. Mengajak anak bersepeda sore hari, bermain bola bersama, atau membuat prakarya sederhana akan menciptakan pengalaman berkesan yang lebih menyenangkan daripada sekadar menatap layar. Kehadiran orang tua sebagai teman bermain juga memperkuat ikatan emosional, yang pada akhirnya membuat anak lebih memilih kebersamaan nyata ketimbang hiburan digital. Suasana rumah sangat memengaruhi kebiasaan anak. Jika ponsel atau gadget lain selalu tersedia di ruang utama, anak akan lebih mudah tergoda untuk menggunakannya. Oleh karena itu, penting menciptakan zona bebas gadget, misalnya ruang makan atau kamar tidur. Televisi, komputer, dan ponsel sebaiknya ditempatkan di ruang keluarga, sehingga penggunaannya bisa diawasi bersama. Dengan begitu, anak merasa bahwa gawai bukan milik pribadi yang bisa digunakan sesuka hati, melainkan fasilitas keluarga yang ada batasannya. Mengajarkan anak tentang manfaat dan bahaya teknologi harus dilakukan sejak dini. Anak perlu tahu bahwa ponsel bukan musuh, melainkan alat yang harus digunakan dengan bijak. Orang tua dapat bercerita menggunakan contoh nyata, misalnya kisah teman sebaya yang sulit tidur karena terlalu banyak main gim, atau tokoh sukses yang bisa mengatur waktu dengan baik tanpa larut dalam dunia digital. Psikolog anak menyarankan agar orang tua tetap tenang dan tidak terpancing emosi. Alih-alih marah, alihkan perhatian anak pada kegiatan lain yang ia sukai. Apresiasi kecil ketika anak mampu menaati aturan juga sangat membantu membangun motivasi positif. Dengan cara ini, anak belajar bahwa kebahagiaan tidak hanya datang dari layar ponsel. Sumber berita: • dr. Ahmad Suryawan, SpA(K), Dokter Spesialis Saraf Anak, penjelasan tentang dampak gadget pada otak anak. • Majalah Kesehatan Anak Indonesia, edisi 2023. • Ratih Ibrahim, M.Psi., Psikolog Anak dan Remaja, wawancara tentang pola asuh digital sehat.
Kategori :