Jamaika, Negara yang Beribadah dengan Ganja
Jamaika.--Sceenshot
koranrm.id - Jamaika adalah negara kepulauan yang sangat indah terhampar di perairan laut Karibia dan Hindia barat dengan luas sekitar 10.990 km². Dilansi dari channel youtube Doczon. Negara ini adalah tempat dilahirkannya Bob Marley seorang musisi regai legendaris dan tersohor dalam dunia musik yang meninggal dunia pada tahun 1981. Populasi Jamaika sekitar 2,8 juta jiwa yang didominasi oleh etnis Afrika dan mencakup sekitar 76,3% dari total populasinya dan merupakan keturunan dari para budak yang dibawa oleh penjajah Spanyol dari Afrika.
Subsahara di Jamaika terdapat agama rastafari, sebuah agama yang terbilang unik dan berakar pada ajaran Kristen yang dianut oleh sekitar 29.000 orang. Agama ini menekankan pada nilai-nilai afrosentrisme yang menempatkan pengalaman dan sejarah orang Afrika sebagai pusat dari pandangan dunia. Mereka yang mencerminkan identitas dan warisan kulit hitam yang sangat kaya ajaran agama ini mengangkat tokoh-tokoh nasionalis kulit hitam, seperti Marcus garvei yang advokasinya tentang kebangkitan Afrika dan pengembalian orang-orang Afrika ke Tanah Leluhur.
BACA JUGA:Tim Monev Kecamatan XIV Koto Mulai Turun Ke Desa
Mereka dianggap sebagai nubuat yang menganggap Kaisar etiiopia sebagai manifestasi Tuhan. Gerakan agama rastafari telah menyebar secara global menarik pengikut dari berbagai daerah dengan diaspora Afrika dan telah mempengaruhi budaya populer melalui musik regge serta ikon-ikon, seperti Bob Marley dalam agama rastafari ganja dipandang sebagai herbal suci dan digunakan dalam upacara keagamaan, sebagai bagian dari ibadah mereka.
Penggunaan ganja didasarkan pada berbagai interpretasi dari ayat-ayat Alkitab Kristen dan dipercaya dapat membawa mereka lebih dekat kepada sang Ilahi, rastafarian atau penganut agama rastafari menggunakan ganja sebagai sakramen dalam pipa cangkir atau rokok menambahkannya ke dalam rebusan nabati organik dan meletakkannya di api sebagai persembahan. Meskipun ganja identik dengan ritual rastavari. Namun penggunaan ganja telah menjadi bagian dari budaya dan identitas Jamaika secara lebih luas.
Namun penggunaan ganja telah menjadi bagian dari budaya dan identitas Jamaika secara lebih luas, penggunaan ganja telah melampaui batas-batas agamanya dan telah menyebar ke berbagai lapisan masyarakat. Berdasarkan studi tentang penggunaan ganja di wilayah tersebut, diperkirakan bahwa antara 60 hingga 70% orang Jamaika menggunakan ganja secara teratur bahkan banyak musisi Jamaika yang memilih untuk tidak merokok atau menggunakan. Namun tetap menggunakan ganja karena dianggap sebagai sumber inspirasi dalam karya serta proses kreatif mereka selama puluhan tahun diperbolehkan atau dilarangnya ganja merupakan perdebatan panjang di Jamaika.
BACA JUGA:8.150 Siswa SD dan SMP di Mukomuko Bakal Dapat Seragam Gratis
Pemerintah Jamaika khawatir diperbolehkannya ganja akan melanggar Konvensi narkoba PBB yang akibatnya akan mendapatkan sanksi dari Amerika Serikat.
Selain itu perdebatan mengenai legalisasi ganja ini juga berkaitan erat dengan agama rastafari yang memandang ganja sebagai herbal suci dalam praktik keagamaan mereka. Disatu sisi penggunaan ganja dalam rastafari bukanlah untuk tujuan senang-senang belaka, melainkan sebagai sarana untuk mencapai kesatuan spiritual serta meningkatkan fokus dalam upacara keagamaan. Disisi lain legalitas ganja masih menjadi topik kontroversial Diak, negara yang menimbulkan konflik antara kebebasan beragama serta batasan hukum di beberapa negara, seperti Kenya, komunitas agama rastafari telah mengajukan petisi Agar penggunaan ganja dilegalkan dan diperbolehkan dengan alasan bahwa penggunaannya merupakan bagian dari praktik keagamaan.
Tahun-tahun mulai berlalu hingga pada tahun 2015 Jamaika mengambil langkah bersejarah dengan mereformasi hukum ganja, mereka mengikuti tren Global yang telah dimulai oleh negara-negara lain di Amerika Serikat lebih dari 20 negara bagian termasuk Alaska telah melegalkan ganja. Uruguay pada tahun 2014 menjadi negara pertama yang menciptakan pasar marihuana atau ganja yang legal. Sementara itu Argentina menyatakan bahwa penangkapan atas kepemilikan ganja dalam jumlah kecil adalah pelanggaran undang-undang karena itu sejak dilegalkan. Pada tahun 2015 pemerintah Jamaika memperbolehkan penggunaan ganja untuk tujuan medis, tujuan terapi serta alasan keagamaan.
BACA JUGA:Petani Hortikultura Mukomuko Gunakan Bahan Organik, Tak Tinggalkan Kimia Sepenuhnya
Hal ini memungkinkan para Penganut Agama rastafari menggunakan ganja secara bebas untuk tujuan sakramental. Selain itu setiap warga diizinkan menanam hingga lima tanaman ganja di rumah mereka untuk keperluan pribadi. Kendati demikian diloloskannya undang-undang ini tidak berarti menciptakan kebebasan bagi semua orang untuk menanam, mengirimkan, membeli atau mengekspor ganja.
Aparat keamanan di Jamaika akan terus menerapkan hukum yang sesuai dengan kesepakatan internasional jika seseorang tertangkap dengan kurang dari 56,6 gram ganja dan tanpa adanya resep. Mereka akan didenda sebesar 500 dolar Jamaika atau sekitar 5 dolar Amerika.
Jamaika dengan populasi sekitar 2,8 juta jiwa adalah sebuah negara yang memiliki keragaman kepercayaan mayoritas penduduknya, yaitu sekitar 70% menganut agama kristen. Keberadaan Penganut Agama Kristen sebagai mayoritas tercermin dari gereja-gereja yang hampir dapat ditemukan setiap 1,6 KM. Sementara itu sekitar 21,3% dari penduduknya menggolongkani sebagai ateis atau tidak beragama.