Ayo Kunjungi Wisata Pantai Zakat Bengkulu, Ombaknya Tenang Mandi Sepuasnya Gratis.

Ayo Kunjungi Wisata Pantai Zakat Bengkulu, Ombaknya Tenang Mandi Sepuasnya Gratis.--screenshot dari web.

Koranrm.id- Di ufuk barat Pulau Sumatra, saat riak ombak perlahan menggerus pasir putih yang membentang di sepanjang pesisir. 

Di sinilah, Pantai Zakat Bengkulu, cahaya pagi menjelma menjadi kisah yang tak sekadar indah untuk dinikmati, tetapi juga penuh nilai, menyatu antara alam, sejarah, dan budaya yang telah lama hidup berdampingan. 

Wisata mandi pantai di kawasan ini bukan sekadar aktivitas pelesiran biasa, melainkan pengalaman batiniah yang menenangkan, membangun hubungan antara manusia dan lautan dalam cara yang sangat lokal dan sarat makna.

Pantai Zakat bukan nama asing bagi masyarakat Bengkulu. Lokasinya yang strategis di Kelurahan Malabero, Kecamatan Teluk Segara, hanya berjarak sekitar 10 menit dari pusat kota Bengkulu, menjadikan pantai ini sebagai salah satu destinasi paling mudah dijangkau. 

Akses inilah yang membuatnya pantai zakat ramai dikunjungi, baik oleh warga lokal yang ingin menghabiskan akhir pekan, maupun oleh pelancong dari luar daerah yang mendambakan nuansa alami tanpa polesan artifisial.

Namun di balik daya tariknya yang tampak sederhana, Pantai Zakat menyimpan kekuatan spiritual yang tidak banyak dimiliki pantai lainnya. 

Tradisi mandi pantai, atau yang lebih dikenal dengan istilah ‘mandi safar’, telah menjadi bagian dari budaya masyarakat pesisir Bengkulu sejak lama. 

Setiap tahun, terutama menjelang bulan Safar dalam penanggalan Hijriah, warga berkumpul di pantai ini untuk melaksanakan ritual mandi laut sebagai simbol pembersihan diri dari marabahaya dan penyakit. 

Tradisi ini bukan sekadar simbolik, melainkan merupakan perpaduan antara keyakinan Islam dan kearifan lokal yang telah terpelihara lintas generasi.

Dalam praktiknya, masyarakat meyakini bahwa air laut membawa khasiat penyembuhan alami. Mereka akan berendam, membasuh wajah, kepala, dan seluruh tubuh, seraya memanjatkan doa agar terhindar dari malapetaka. 

Nuansa spiritual terasa begitu kuat, terutama ketika rombongan keluarga dan anak-anak bergandengan tangan menuju bibir pantai, melafalkan niat dengan lirih, bersatu dalam harapan yang sama: keberkahan dan kesehatan.

Tradisi ini telah menarik perhatian para peneliti dan antropolog. Dalam jurnal ‘International Journal of Cultural Studies’ terbitan 2021, ritual mandi laut di Bengkulu dicatat sebagai bentuk praktik keagamaan yang mengalami akulturasi dengan budaya pesisir. 

Penelitian tersebut menyebutkan bahwa praktik ini memberi efek psikologis positif bagi para pelakunya, meningkatkan rasa syukur, dan memperkuat relasi sosial dalam komunitas.

Sisi lain yang menjadikan Pantai Zakat begitu istimewa adalah atmosfernya yang tenang. Berbeda dengan keramaian Pantai Panjang atau gemerlap spot wisata populer lainnya, Pantai Zakat menawarkan keteduhan bagi jiwa yang penat. 

Deru ombaknya lembut, pepohonan cemara tumbuh rapi di pinggiran, dan perahu-perahu nelayan yang bersandar menciptakan lanskap visual yang damai. 

BACA JUGA:Menyusuri Tempat Wisata Mukomuko yang IndahWajib Dikunjungi

Di beberapa sudut, tampak anak-anak bermain pasir, sementara lansia duduk memandangi laut dengan tatapan dalam yang seolah menyimpan kisah masa lampau.

Tidak hanya masyarakat lokal, pengunjung dari luar daerah pun mulai melirik pantai ini sebagai lokasi wisata alternatif yang menawarkan kedekatan emosional. 

Salah satu pengunjung asal Palembang, Sulastri, mengaku sengaja datang ke Bengkulu untuk mengikuti tradisi mandi pantai setelah membaca tentangnya di sebuah blog perjalanan. 

Baginya, wisata ke Pantai Zakat bukan sekadar pelarian dari rutinitas kota, tetapi juga sebuah ziarah kecil untuk menyatu dengan tradisi yang menyentuh.

Pemerintah Kota Bengkulu sendiri melihat potensi besar dari tradisi ini sebagai daya tarik wisata berbasis budaya. Dalam beberapa tahun terakhir, upaya pelestarian terus digencarkan, baik melalui dukungan terhadap pelaksanaan ‘mandi safar’, promosi pariwisata digital, hingga pembangunan fasilitas penunjang seperti gazebo, toilet umum, dan area parkir yang lebih luas. 

Langkah ini bertujuan agar wisatawan dapat merasakan pengalaman yang nyaman tanpa menghilangkan esensi spiritual dan budaya dari tempat tersebut.

Namun, seperti banyak lokasi wisata lain yang mulai dikenal luas, Pantai Zakat juga menghadapi tantangan. Kenaikan jumlah pengunjung membawa potensi kerusakan lingkungan jika tidak dikelola dengan bijak. 

Masalah sampah, abrasi, hingga ancaman pergeseran nilai-nilai budaya menjadi perhatian serius. Karena itu, kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan pelaku wisata menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan ekosistem fisik maupun sosial di kawasan ini.

Di tengah dinamika tersebut, peran masyarakat adat pesisir dan tokoh-tokoh agama menjadi sangat penting. Mereka tak hanya menjadi penjaga tradisi, tetapi juga fasilitator edukasi bagi wisatawan agar memahami dan menghormati nilai-nilai yang melekat di balik setiap ritual. 

Dalam sebuah wawancara dengan Tribun Bengkulu, H. Aminuddin, seorang tokoh adat, menekankan bahwa mandi pantai bukan untuk seremonial semata, melainkan sebagai cara menanamkan rasa tawakal dan kebersamaan di antara sesama.

 

Musim terbaik untuk mengunjungi Pantai Zakat adalah antara bulan Juli hingga Oktober, ketika cuaca cenderung cerah dan ombak bersahabat. 

Wisatawan dapat menikmati mandi laut sambil menyaksikan matahari terbenam yang berpendar di cakrawala. 

Setelah itu, mereka dapat mencicipi kuliner khas Bengkulu seperti pendap, gulai lokan, atau sekedar menyeruput kopi robusta lokal di warung-warung kecil sepanjang pantai.

Dalam sebuah lanskap sosial yang sering kali terjebak dalam hiruk-pikuk modernitas, Pantai Zakat hadir sebagai pengingat bahwa keindahan bukan selalu tentang kemewahan, melainkan tentang keterhubungan antara manusia, alam, dan nilai. 

Wisata mandi pantai di Bengkulu bukan hanya menawarkan hiburan, tapi juga sebuah proses kembali pada akar. Ia mengajak setiap orang untuk berhenti sejenak, menyelami laut, dan menemukan kembali makna dalam keheningan.

Melangkah keluar dari pantai dengan tubuh yang basah dan hati yang ringan, para pengunjung membawa pulang lebih dari sekadar kenangan. 

Mereka membawa pulang semacam ketenangan yang sulit dijelaskan, semacam berkah yang tak kasat mata namun terasa nyata. Pantai Zakat, dengan segala kesahajaannya, telah menjadi tempat di mana air, pasir, dan manusia saling menyembuhkan.

Sumber beria:

1. Ramadhani, Y. (2021). *Ritual Laut dan Identitas Budaya: Studi atas Tradisi Mandi Safar di Pesisir Bengkulu*. *International Journal of Cultural Studies*, 28(3), 112–127.

2. Tribun Bengkulu. (2024). “Pantai Zakat dan Tradisi Mandi Laut: Warisan Budaya yang Terus Dilestarikan.” *TribunBengkulu.com*.

3. Rakyat Bengkulu. (2023). “Ritual Mandi Safar dan Daya Tariknya Bagi Wisatawan.” *RakyatBengkulu.com*.

 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan