Bagaimana Arah Pendidikan di Indonesia?

Bagaimana Arah Pendidikan di Indonesia?--screnshoot dari web
KORANRM.ID - Meskipun berbagai kebijakan telah diterapkan, efektivitasnya masih menjadi tanda tanya besar tentang kualitas pendidikan. Dimana kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dari masa ke masa masih belom konsisten. Indikator kualitas pendidikan, seperti hasil Programme for International Student Assessment (PISA), sekarang masih menunjukkan ketertinggalan dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Reformasi pendidikan yang silih berganti belum mampu menciptakan ekosistem pembelajaran yang berkelanjutan dan adaptif terhadap tantangan zaman. Di tengah urgensi perbaikan pendidikan, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto belum menjadikan sektor pendidikan sebagai prioritas. Dimana untuk fokus kebijakan tampaknya lebih diarahkan pada percepatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur.
BACA JUGA:Stop Gorengan dan Es Buah, Ini 10 Rekomendasi Takjil Sehat Tanpa Minyak dan Es
BACA JUGA:Kopi Bikin Susah Tidur, Ini 5 Cara Menghilangkankan Efek Kafein Pada Tubuh
Padahal, tanpa pondasi pendidikan yang kuat, pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8 persen dan visi Indonesia Emas 2045 hanya sebatas angan-angan. Ketidakjelasan arah investasi sumber daya manusia semakin memperkeruh keadaan. Berbagai kritik bermunculan, mempertanyakan bagaimana kebijakan pendidikan saat ini dapat menjawab tantangan global, meningkatkan daya saing generasi muda, dan membangun pondasi masyarakat berpengetahuan. Tanpa perencanaan matang dan strategi yang jelas, Indonesia berisiko kehilangan momentum untuk menjadi negara maju. Salah satu tantangan terbesar dalam dunia pendidikan Indonesia adalah ketidakkonsistenan kebijakan. Sejak era reformasi, berbagai program pendidikan telah diluncurkan, mulai dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum 2013, hingga Kurikulum Merdeka Belajar yang salah ini sudah bergulir di sekolah.
BACA JUGA:Es Blewah Segar, Pelepas Dahaga yang Sempurna untuk Berbuka Puasa
Sayangnya, setiap pergantian menteri membawa perubahan yang sering kali tidak terintegrasi dengan kebijakan sebelumnya. Akibatnya, ekosistem pendidikan menjadi tidak stabil, membebani tenaga pendidik, dan membingungkan peserta didik serta orang tua. Ketidakkonsistenan ini juga terlihat dalam implementasi kebijakan yang sering kali tidak ditunjang kesiapan infrastruktur dan sumber daya. Contoh digitalisasi pendidikan yang dicanangkan dalam beberapa tahun terakhir, masih menemui hambatan akibat kesenjangan akses teknologi di berbagai daerah. Tanpa komitmen untuk membangun infrastruktur pendukung yang merata, kebijakan ini hanya akan meningkatkan ketimpangan pendidikan di Indonesia.
Pergantian sistem ujian nasional dan model asesmen siswa tidak jarang membuat kebingungan di kalangan tenaga pendidik dan peserta didik. Jika tidak ada kebijakan yang lebih terstruktur dan konsisten, pendidikan Indonesia akan terus berada dalam siklus perubahan tanpa perbaikan nyata. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen dan mencanangkan visi Indonesia Emas 2045, tetapi tidak menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama. Hal ini adalah paradoks mengkhawatirkan, mengingat banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tidak hanya bergantung pada investasi infrastruktur fisik, tetapi juga pengembangan modal manusia. Negara-negara seperti Korea Selatan dan Finlandia telah membuktikan bahwa investasi jangka panjang dalam pendidikan menghasilkan lonjakan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan kompetitif di tingkat global. Sayangnya, kebijakan pendidikan di Indonesia masih belum diarahkan untuk mendukung ekonomi berbasis pengetahuan.
BACA JUGA:Danau Singkarak, Mutiara Sumatera Barat yang Memukau
Sekarang kurikulum yang ada masih cenderung berorientasi pada hafalan, bukan pada pengembangan keterampilan berpikir kritis, problem solving, dan inovasi yang dibutuhkan dalam industri modern. Lebih buruk lagi, konektivitas antara dunia pendidikan dan industri masih lemah, menciptakan kesenjangan antara kompetensi lulusan dengan kebutuhan pasar kerja. Akibatnya, banyak lulusan perguruan tinggi yang sulit mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya, memperburuk pengangguran intelektual di tengah tuntutan transformasi digital yang semakin pesat. Selain itu, sistem evaluasi pendidikan di Indonesia kerap berubah tanpa perencanaan matang. Model asesmen yang terus berganti tidak hanya membingungkan tenaga pendidik dan peserta didik, tetapi juga menghambat penciptaan sistem pendidikan yang konsisten dan terarah.
Jika kondisi ini terus berlanjut tanpa perbaikan signifikan, maka mimpi besar Indonesia Emas 2045 akan semakin sulit tercapai dan hanya menjadi wacana politik tanpa realisasi yang konkret. Dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN, investasi Indonesia dalam sektor pendidikan masih tergolong rendah. Alokasi anggaran pendidikan memang mencapai 20 persen APBN, tapi efektivitasnya sering dipertanyakan. Sebagian besar anggaran masih terserap untuk biaya operasional dan birokrasi, sementara investasi dalam peningkatan kualitas pengajaran dan penelitian masih minim. Tanpa perbaikan dalam distribusi anggaran, pendidikan Indonesia akan terus tertinggal. Selain itu, kualitas tenaga pendidik masih menjadi persoalan. Program sertifikasi guru yang berjalan belum sepenuhnya meningkat kompetensi pengajaran. Di sisi lain, kurangnya insentif bagi tenaga pengajar yang bertugas di daerah tertinggal menyebabkan disparitas pendidikan semakin tajam. Jika Indonesia ingin bersaing dalam ekonomi global, maka pemerintah harus segera merancang kebijakan yang lebih progresif dalam membangun kapasitas tenaga pendidik dan memperbaiki sistem pendidikan secara keseluruhan.
Menjadi retorika tanpa realisasi. Untuk keluar dari kebuntuan ini, diperlukan langkah-langkah konkret yang tidak hanya bersifat jangka pendek, tetapi juga berorientasi pada pembangunan ekosistem pendidikan berkelanjutan. Pendidikan harus ditempatkan sebagai investasi utama, bukan sekadar pelengkap dalam agenda pembangunan nasional. Tanpa itu, Indonesia akan sulit bersaing dalam kancah global dan kehilangan momentum menuju masa depan yang lebih cerah. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Pendidikan Indonesia: Salah Arah atau Tanpa Arah.(**)