Siap-siap, Harga Sawit Bakal Mulai Mengalami Penurunan

Siap-siap, Harga Sawit Bakal Mulai Mengalami Penurunan--screnshoot dari web
KORANRM.ID - Pada Maret, harga Tandan Buah Segar (TBS) di Kabupaten Mukomuko mencapai angka tertinggi. Pada awal Maret 2025 ini, harga sawit tertinggi mencapai angka Rp3 ribu per kilogram di pabrik Crude Palm Oil (CPO). Pada April, biasanya harga sawit akan berangsur turun.
Di sisi lain, di Kabupaten Mukomuko, sering beredar opini liar bahwa harga TBS kelapa sawit mengalami penurunan menjelang peringatan hari-hari besar nasional maupun hari besar keagamaan.
Sebagian masyarakat berpikir bahwa, pada perayaan hari besar nasional atau hari besar keagamaan, perusahaan banyak mengeluarkan biaya. Dan untuk mengembalikan uang yang dikeluarkan, pabrik menurunkan harga beli TBS. Meskipun tidak didukung dengan data dan fakta, pikiran tersebut kerap diyakini oleh masyarakat.
BACA JUGA:Rekreasi Sambil Pijat Refleksi di Taman Kota Tempatnya
BACA JUGA:Warga Ipuh Serbu Pasar Murah
Siklus harga sawit dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti musim, permintaan global, kebijakan pemerintah, dan kondisi cuaca. Secara umum, siklus harga sawit bisa dibagi menjadi beberapa pola utama:
Pertama Siklus Musiman. Awal Tahun (Januari - Maret): Produksi biasanya lebih rendah karena efek musim hujan, sehingga harga cenderung naik. Pertengahan Tahun (April - Juni): Produksi mulai meningkat, tetapi permintaan dari negara importir juga tinggi, sehingga harga bisa tetap stabil atau sedikit turun. Musim Panen Raya (Juli - September): Produksi sawit mencapai puncaknya, sehingga suplai melimpah dan harga cenderung turun. Akhir Tahun (Oktober - Desember): Permintaan meningkat menjelang liburan dan festival (Natal, Tahun Baru, Imlek), yang bisa mendorong harga naik.
Kedua Siklus Jangka Panjang, 4-5 Tahun Sekali. Harga sawit mengalami siklus naik dan turun dalam jangka panjang, biasanya dalam rentang 4-5 tahun sekali, tergantung pada siklus tanam, permintaan global, dan kebijakan perdagangan. Faktor seperti El Niño (kekeringan) atau La Niña (hujan berlebih) dapat menyebabkan produksi terganggu dan mempengaruhi harga dalam jangka panjang.
Ketiga, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siklus Harga Sawit adalah Permintaan dari Tiongkok dan India yang importir utama CPO. Kebijakan biofuel (terutama dari Indonesia dan Malaysia yang menggunakan sawit untuk biodiesel). Kebijakan ekspor dan tarif pajak dari negara produsen. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Persaingan dengan minyak nabati lain, seperti minyak kedelai dan minyak bunga matahari juga menyebabkan perubahan harga sawit.
BACA JUGA:024 SMPN 11 Dapat Bangunan Gedung UKS
BACA JUGA:Mundam Marap Siap Merealisasikan Ketahanan Pangan Sesuai Regulasi
Untuk memantau harga sawit secara real-time, biasanya petani dan pengusaha sawit mengikuti harga CPO (Crude Palm Oil) di Bursa Malaysia atau harga lokal yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat.
Adapun Negara penghasil sawit terbesar di dunia didominasi oleh wilayah tropis, terutama di Asia Tenggara.
Indonesia menjadi produsen sawit terbesar dengan produksi lebih dari 45 juta ton per tahun. Indonesia menyumbang lebih dari 55 persen produksi minyak sawit dunia.
Provinsi utama penghasil sawit adalah Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Minyak sawit Indonesia di ekspor ke Tiongkok, India, Uni Eropa, serta bahan baku biodiesel domestik.
Negara penghasil sawit terbesar kedua adalah Malaysia. Produksi sekitar 19-20 juta ton per tahun. Malaysia menyumbang lebih dari 30 persen produksi sawit dunia. Negara ini memiliki teknologi pengolahan sawit yang maju dan banyak perusahaan besar seperti Sime Darby dan Felda.
Negara penghasil sawit terbesar ketiga adalah Thailand. Produksi sawit Thailand lebih dari 3 juta ton per tahun. Fokus utama adalah konsumsi domestik dan ekspor ke negara Asia lainnya.