Ekonomi Bawah Tanah Jadi Target Menkeu, Selain Naikkan PPN 12 Persen, Begini Langkahnya!

Sabtu 16 Nov 2024 - 07:23 WIB
Reporter : Fahran
Editor : Ahmad Kartubi

radarmukomukobacakoran.com-Baru-baru ini, dunia ekonomi Indonesia dihebohkan dengan pernyataan dari Menteri Keuangan (Menkeu), yang menyoroti tingginya tingkat ekonomi bawah tanah yang berkembang pesat. Untuk menanggapi hal ini, pemerintah mengambil langkah besar dengan merencanakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Namun, yang lebih mengejutkan adalah langkah-langkah tambahan yang disusun oleh Menkeu untuk memberantas praktik ekonomi yang tidak tercatat ini. Bagaimana sebenarnya situasi ekonomi bawah tanah di Indonesia? Mengapa masalah ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah? Apa saja langkah konkret yang akan diambil selain kenaikan PPN? Dan bagaimana langkah-langkah ini dapat mempengaruhi sektor-sektor yang lebih luas dalam perekonomian?

Ekonomi bawah tanah merujuk pada kegiatan ekonomi yang tidak tercatat secara resmi dalam sistem perpajakan dan administrasi negara. Kegiatan ini umumnya melibatkan transaksi yang tidak melibatkan bukti tertulis atau pengakuan resmi dari pemerintah, seperti pekerjaan informal, jual beli barang tanpa kwitansi, atau perdagangan barang ilegal. Di Indonesia, ekonomi bawah tanah diperkirakan telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, dengan banyak masyarakat yang memilih untuk menghindari pajak atau regulasi pemerintah karena alasan tertentu, seperti ketidaktahuan atau ketidakmampuan mengakses fasilitas formal.

BACA JUGA:Utang UMKM dan Petani Dihapus, Langkah Tepat Bangkitkan Ekonomi Nasional

BACA JUGA: Emas Pelabuhan Aman di Tengah Badai Ekonomi?

BACA JUGA:Nilai Tukar Rupiah Mulai Menguat, Kepala Bappenas: Ekonomi Indonesia 2025 Baik-baik Saja

Fenomena ini sangat memengaruhi perekonomian negara, karena transaksi yang tidak tercatat tersebut mengurangi potensi pemasukan negara melalui pajak. Selain itu, kegiatan ekonomi ini sering kali berhubungan dengan masalah ketidakadilan sosial, ketidaktransparanan, serta potensi pelanggaran hukum yang merugikan semua pihak.

Dalam konteks ekonomi bawah tanah, berbagai pihak terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Mereka yang sering terlibat adalah pekerja informal, pedagang kecil, dan sektor-sektor yang tidak memiliki sistem pencatatan yang memadai. Banyak pengusaha kecil atau individu yang lebih memilih untuk beroperasi di luar sistem pajak karena alasan praktis atau karena mereka merasa bahwa kewajiban pajak yang dikenakan terlalu tinggi atau sulit dipenuhi.

Di sisi lain, pemerintah sebagai otoritas negara juga terlibat dalam upaya memerangi ekonomi bawah tanah ini, terutama melalui instansi terkait seperti Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Kementerian Keuangan. Upaya untuk menanggulangi ekonomi bawah tanah ini tidak hanya melibatkan langkah-langkah legislasi, tetapi juga strategi edukasi serta upaya sistematis dalam meningkatkan kesadaran perpajakan di kalangan masyarakat.

Kebijakan untuk menanggulangi ekonomi bawah tanah ini mulai mendapat perhatian lebih serius dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah data dan riset menunjukkan bahwa sektor informal terus berkembang. Pada 2024, Menteri Keuangan memutuskan untuk menjadikan ekonomi bawah tanah sebagai salah satu prioritas utama, terutama terkait dengan kebijakan fiskal yang lebih berkelanjutan.

Pemerintah Indonesia secara khusus menyoroti perkembangan ekonomi bawah tanah yang semakin besar di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Namun, fenomena ini tidak terbatas pada kota besar, karena banyak juga sektor-sektor informal yang berkembang pesat di daerah pedesaan, terutama di sektor pertanian, perdagangan kecil, dan jasa.

Ekonomi bawah tanah telah menjadi masalah serius karena dampaknya yang besar terhadap penerimaan negara. Menurut data terbaru, hampir sepertiga dari aktivitas ekonomi Indonesia terjadi di sektor informal, yang tidak terdaftar dalam sistem perpajakan. Ini berarti negara kehilangan pendapatan yang cukup signifikan yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan publik lainnya.

Penyebab utama berkembangnya ekonomi bawah tanah adalah kesulitan akses terhadap sistem perpajakan yang rumit dan ketidakmampuan sebagian masyarakat untuk memenuhi kewajiban pajak mereka. Selain itu, ketidakadilan dalam sistem pajak yang dirasakan oleh sebagian kalangan usaha kecil juga membuat mereka enggan untuk mendaftarkan bisnis mereka secara formal.BACA JUGA:Kisah Gemilang Tambang Emas Lebong Tandai, Mengungkap Sejarah, Keindahan Alam, dan Keberlanjutan Ekonomi di Ta

BACA JUGA:2 Jembatan Selesai Direhab, Mobililitas Ekonomi di Selagan Raya Lancar

Keberadaan ekonomi bawah tanah ini juga menciptakan ketidakadilan dalam perekonomian. Pengusaha besar yang membayar pajak dengan benar harus bersaing dengan pengusaha informal yang tidak terdaftar, sehingga menciptakan ketidakseimbangan persaingan. Ini berdampak pada sektor formal yang secara sah terdaftar dan membayar pajak, yang menjadi kurang kompetitif di pasar.

Menanggapi fenomena ini, Menteri Keuangan Indonesia mengumumkan kebijakan untuk meningkatkan tarif PPN menjadi 12 persen pada 2025. Kenaikan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara dan mengurangi ketimpangan antara sektor formal dan informal. PPN 12 persen diperkirakan dapat meningkatkan penerimaan negara dalam jangka panjang, namun juga menimbulkan kekhawatiran dari sebagian pelaku usaha yang terpengaruh oleh kebijakan ini.

Selain kenaikan PPN, Menkeu juga merancang langkah-langkah untuk mengatasi ekonomi bawah tanah dengan cara yang lebih holistik. Beberapa langkah penting yang direncanakan antara lain:

1. Peningkatan Edukasi Perpajakan: Menkeu berencana untuk menggelar program edukasi yang lebih luas kepada masyarakat, khususnya pelaku UMKM, agar mereka lebih memahami kewajiban pajak dan keuntungan dari berbisnis secara formal. Dengan memahami manfaatnya, diharapkan mereka akan lebih terdorong untuk mendaftar dan melaporkan bisnis mereka secara sah.

2. Digitalisasi Sistem Perpajakan: Untuk mengurangi kesulitan dalam mengakses sistem perpajakan, pemerintah akan memperkenalkan sistem perpajakan yang lebih modern dan berbasis teknologi. Dengan digitalisasi, diharapkan pengusaha kecil dan menengah akan lebih mudah dalam melaporkan pajak mereka.

3. Peningkatan Pengawasan: Pemerintah juga berencana untuk memperketat pengawasan terhadap sektor informal, khususnya yang terkait dengan sektor ekonomi digital. Hal ini bertujuan agar transaksi-transaksi yang selama ini berlangsung di luar sistem bisa terintegrasi dengan baik ke dalam sistem perpajakan.

4. Infrastruktur dan Dukungan Pemerintah Daerah: Menkeu juga menyarankan agar pemerintah daerah menyediakan fasilitas bagi pengusaha kecil agar mereka bisa mengakses layanan perpajakan dengan mudah. Pemerintah daerah akan berperan sebagai jembatan antara pemerintah pusat dan masyarakat dalam meningkatkan kesadaran pajak.

Langkah selanjutnya adalah implementasi kebijakan yang telah diumumkan. Pemerintah berencana untuk memulai program-program edukasi dan digitalisasi sistem perpajakan pada 2025, dengan target meningkatkan angka kepatuhan pajak di kalangan pelaku UMKM.

Selain itu, pemerintah akan terus memonitor dampak dari kenaikan PPN dan kebijakan-kebijakan lainnya terhadap sektor informal dan formal. Dialog dengan sektor-sektor yang terdampak, terutama pengusaha kecil dan menengah, akan menjadi bagian dari langkah tindak lanjut untuk memastikan bahwa kebijakan ini bisa dijalankan dengan adil dan tidak memberatkan pihak yang tidak mampu.

Pemerintah juga akan terus bekerja sama dengan lembaga-lembaga terkait, seperti PPATK dan Direktorat Jenderal Pajak, untuk mengoptimalkan pengawasan terhadap ekonomi bawah tanah, guna meminimalkan dampak negatifnya terhadap perekonomian negara.

Kebijakan pemerintah untuk menanggulangi ekonomi bawah tanah dengan menaikkan PPN menjadi 12 persen dan melaksanakan langkah-langkah pendukung lainnya adalah langkah yang berani dan penting untuk memperbaiki sistem perpajakan Indonesia. Ekonomi bawah tanah yang berkembang pesat selama ini telah memberikan dampak besar terhadap pendapatan negara, sehingga diperlukan tindakan tegas dan terencana untuk mengatasi masalah ini. Dengan edukasi yang tepat, digitalisasi sistem perpajakan, dan pengawasan yang lebih ketat, diharapkan ekonomi Indonesia dapat berjalan lebih transparan dan adil, serta lebih berdaya saing di kancah global.

Referensi

• Liputan6.com. (2024). "Peningkatan PPN 12 Persen, Pemerintah Hadapi Ekonomi Bawah Tanah."

• Kompas.com. (2024). "Menteri Keuangan Rencanakan Kebijakan Baru untuk Menanggulangi Ekonomi Bawah Tanah."

• Detik.com. (2024). "Ekonomi Bawah Tanah: Pemerintah Ambil Langkah Tegas Melawan Praktik Tak Terdaftar."

 

 

Kategori :