Curah Hujan Tinggi, Warga Semundam Ramai-ramai Turun Sawah

Rabu 06 Mar 2024 - 19:48 WIB
Reporter : Irma
Editor : SAHAD

KORAN DIGITAL RM – Luas sawah di Desa Semundam, Kecamatan Ipuh, sekitar 30 Hektare (Ha). Dikelola oleh 4 Kelompok Tani (Poktan). Sawah di wilayah ini merupakan sawah tadah hujan. Selain air hujan, sumber air juga berasal dari Situ, yakni Danau Kecil. Air Situ meningkat seiring dengan tingginya curah hujan.

Curah hujan yang tinggi sejak beberapa waktu terakhir, dimanfaatkan oleh petani untuk olah sawah. Memasuki minggu kedua Maret ini, sebagian petani sudah selesai tanam.

BACA JUGA:Muslim Chaniago: Kalah Pemilu Bukan Berarti Dunia Kiamat

Ada 2 jenis padi yang ditanam. Pertama padi beras, sebagai makanan pokok dan padi ketan. Hasil panen, bukan untuk dijual, melainkan sebagai stok makanan sendiri. Kalaupun ada yang menjual beras atau padi, jumlahnya tidak lebih dari 30 persen. 

Sebagaimana disampaikan oleh salah seorang petani, Wantozi. Ia mengatakan, dengan masuknya musim penghujan membuat para petani giat lakukan penanaman padi. Untuk saat ini ada 2 jenis padi yang ditanam oleh petani yakni padi biasa atau padi yang diolah menjadi nasi dan padi ketan. Sekitar 80 persen luas lahan persawahan di Desa Semundam saat ini telah ditanami padi. 

BACA JUGA:Trik Jitu Mengatasi Mahalnya Harga Pupuk, Formula Ini Cocok Untuk Semua Jenis Lahan

Penanaman padi pada Maret tahun 2024 ini merupakan penanaman pertama yang nantinya diperkirakan dapat dipanen setelah 3 bulan tanam atau sekitar bulan Juni dan Juli. Hasil padi nantinya akan dikelola secara mandiri dan tidak untuk dijual. Namun jika periode tanam dapat dilakukan dengan baik maka hasil padi sebelumnya dapat dijual sekitar 20-30 persen saja. Hasil pertanian akan disimpan dan menjadi stok pangan oleh petani hingga periode tanam kembali dilakukan.

‘’Kami tanam padi bukan untuk dijual, tapi sebagai stok pangan sendiri,’’ ujar Wantozi. 

Disampaikan Wantozi, musim tanam di Desa Semundam sendiri tidak menentu. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi penanaman dan mengolah lahan persawahan. Kurangnya curah hujan dan kurangnya kapasitas air membuat petani kesulitan mengolah lahan pertanian. Tak hanya itu, serangan hama dan penyakit juga dapat mengganggu pertumbuhan padi. Dan menjadi masalah bagi petani. Hama berupa tikus, monyet liar, belalang, wereng, walang sangit dan beberapa hama yang dapat memperlambat pertumbuhan padi dan merusak tanaman padi menjadi perhatian khusus petani. Pemberian racun hama dan penyemprotan menjadi fokus petani pada masa musim tanam. Pemberian Pestisida masih dilakukan dengan swadaya oleh petani. 

BACA JUGA:Mesin Rusak, SAMSAT Keliling di Kecamatan Air Rami tidak Optimal

Selain faktor hama yang menjadi kendala dalam pengolahan padi, naiknya pupuk dan obat pembasmi hama menjadi kendala bagi petani. Dengan naiknya harga-harga pupuk petani kesulitan untuk membeli pupuk. Oleh karena itu pemupukan yang seharusnya dapat dilakukan sebanyak 2 kali dalam 1 periode tanam hanya dapat dilakukan 1 kali oleh petani yakni pemberian pupuk tahap awal untuk penyuburan tumbuhan dan melakukan penyemprotan secara rutin agar pertumbuhan padi dapat maksimal.

‘’Kalau harga beras naik, kami tidak pusing. Karena beras tidak beli. Yang membuat kami pusing, kenaikan harga pupuk serta harga pestisida,’’ ungkap Wantozi.

Faktor selanjutnya yakni alih fungsi lahan pertanian dimana beberapa lahan persawahan sudah banyak ditanami kelapa sawit yang dapat mengganggu keseimbangan air. Dimana banyaknya tanaman sawit yang menyerap air secara berlebih dan membuat sawah mengalami kekeringan.*

Kategori :