18 Oknum Polisi Peras 400 Warga Malaysia di Konser DWP 2024, Modus Tes Urine Raup Rp 32 Miliar
18 Oknum Polisi Peras 400 Warga Malaysia di Konser DWP 2024, Modus Tes Urine Raup Rp 32 Miliar.--screnshoot dari web
radarmukomukobacakoran.com-Kasus perundungan dan pemerasan yang melibatkan oknum aparat kepolisian kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, 18 oknum polisi di Jakarta terlibat dalam aksi pemerasan terhadap 400 warga negara Malaysia yang hadir dalam acara musik terbesar di Indonesia, yaitu Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024. Modus yang digunakan cukup mengejutkan, yaitu tes urine yang dipaksakan kepada para peserta konser. Para polisi ini diduga memanfaatkan momen tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan cara yang sangat merugikan.
Konser Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 yang diselenggarakan di Jakarta, Indonesia, kembali menarik perhatian ribuan pengunjung baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu negara yang mengirimkan banyak pengunjung adalah Malaysia. Dalam acara yang berlangsung meriah ini, para pengunjung menikmati berbagai pertunjukan dari DJ dan musisi ternama. Namun, di balik kemeriahan acara, terjadi aksi pemerasan yang melibatkan sejumlah oknum polisi yang seharusnya menjaga keamanan.
BACA JUGA:Chandrika Chika Kembali Tersandung Kasus Hukum, Dari Pesta Ganja hingga Dugaan Penganiayaan
BACA JUGA:Pengungkapan Kasus Penyalahgunaan Narkoba di Mukomuko Terus Meningkat
Sebanyak 18 anggota polisi yang bertugas dalam pengamanan konser tersebut diduga memeras sekitar 400 warga negara Malaysia. Modus yang digunakan sangat mengejutkan, yaitu mereka memaksa peserta untuk menjalani tes urine yang tidak sesuai dengan prosedur. Beberapa korban yang tidak dapat menunjukkan hasil tes yang "bersih" dari narkoba dipaksa untuk memberikan uang sebagai bentuk pemecahan masalah, tanpa ada dasar hukum yang jelas.
Menurut keterangan sejumlah korban, mereka yang hadir di konser DWP 2024 dipaksa untuk mengikuti tes urine oleh oknum polisi dengan dalih keamanan. Tes urine ini dilakukan secara sepihak, dan para polisi tersebut memaksa mereka untuk membayar sejumlah uang besar jika hasil tes menunjukkan adanya narkoba di dalam tubuh mereka, meskipun tidak ada bukti atau indikasi kuat bahwa mereka mengonsumsi narkoba.
Tes urine ini dilakukan secara mendalam, dengan adanya ancaman kepada para korban jika mereka menolak mengikuti tes tersebut. Para korban yang merasa terintimidasi akhirnya mengeluarkan uang yang diminta oleh oknum-oknum polisi tersebut, yang jumlahnya mencapai puluhan juta rupiah. Praktik ini dilakukan di area sekitar lokasi konser, sehingga banyak pengunjung yang merasa terkejut dan bingung dengan kejadian tersebut.
Aksi pemerasan ini menelan kerugian yang sangat besar. Berdasarkan investigasi, oknum-oknum polisi ini telah memperoleh sekitar Rp 32 miliar dari 400 orang yang menjadi korban. Tiap korban dipaksa membayar antara Rp 50 juta hingga Rp 100 juta dengan alasan menghindari konsekuensi hukum terkait tes urine tersebut. Uang yang berhasil dikumpulkan oleh para polisi ini kemudian diduga dibagi-bagi di antara mereka, dengan jumlah yang sangat fantastis.
Pihak berwenang baru menyadari adanya tindakan ini setelah laporan-laporan dari beberapa korban mulai tersebar. Beberapa pengunjung yang merasa terzalimi kemudian melaporkan kejadian ini ke pihak berwenang dan meminta pertanggungjawaban dari oknum polisi yang terlibat.
Setelah laporan tersebut muncul ke publik, pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) segera mengambil langkah-langkah untuk menindaklanjuti kasus tersebut. Sebanyak 18 oknum polisi yang terlibat dalam pemerasan ini sudah diamankan dan diperiksa oleh pihak berwenang. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan bahwa Polri tidak akan mentolerir tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anggotanya. Ia menegaskan bahwa setiap anggota polisi yang terlibat dalam tindakan ilegal seperti ini harus bertanggung jawab dan menerima sanksi yang tegas.
"Kasus ini sangat merusak citra institusi kepolisian yang sudah berusaha menjaga keamanan masyarakat. Kami akan terus memproses hukum terhadap anggota kami yang terlibat dalam kasus pemerasan ini," ujar Kapolri dalam keterangannya.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga mengutuk keras tindakan pemerasan yang dilakukan oleh oknum-oknum polisi tersebut. Mereka meminta agar aparat penegak hukum bisa menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat, serta menjamin bahwa tindakan ilegal semacam ini tidak akan dibiarkan.
BACA JUGA:Kasus Kades PAW Brangan Mulya Mencoreng Kinerja Pemda
Kasus ini tidak hanya menjadi sorotan di dalam negeri, tetapi juga menimbulkan dampak serius terhadap hubungan Indonesia dengan Malaysia. Para korban yang sebagian besar berasal dari Malaysia merasa kecewa dengan perlakuan yang mereka terima di Indonesia. Pemerintah Malaysia melalui kementerian luar negeri mengeluarkan pernyataan resmi yang mengutuk tindakan pemerasan ini dan mendesak agar pihak berwenang Indonesia segera menuntut pelaku dengan hukuman yang berat.
Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta juga menerima sejumlah keluhan dari warga negara Malaysia yang menjadi korban. Mereka meminta agar kejadian serupa tidak terulang lagi, dan agar pihak kepolisian Indonesia melakukan pembenahan internal untuk menghindari adanya
Tindakan oknum polisi yang melakukan pemerasan terhadap pengunjung DWP 2024 ini mendapat kecaman luas dari masyarakat, terutama dari kalangan pengunjung konser dan masyarakat yang mendukung penegakan hukum. Banyak yang merasa kecewa karena peran polisi seharusnya adalah untuk menjaga keamanan dan ketertiban, bukan malah melakukan tindakan ilegal yang merugikan orang lain.
"Kepercayaan kami terhadap polisi sangat terganggu setelah mendengar kejadian ini. Kami berharap pihak berwenang bisa menindak tegas para pelaku dan memberikan efek jera agar tidak ada lagi oknum-oknum yang merusak citra kepolisian," kata salah seorang pengunjung yang menjadi korban pemerasan.
Polisi terus melakukan penyelidikan untuk menggali lebih dalam tentang kasus pemerasan ini, termasuk mencari tahu apakah ada oknum lain yang terlibat dalam jaringan ini. Selain itu, para korban diharapkan dapat melapor dan memberikan keterangan lebih lanjut agar pihak berwenang dapat mengusut tuntas kasus ini.
Kasus ini juga menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya pengawasan terhadap tindakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab di dalam tubuh kepolisian. Publik berharap agar kejadian serupa tidak terulang, dan agar kepercayaan terhadap aparat penegak hukum dapat dipulihkan.
Kasus pemerasan yang melibatkan 18 oknum polisi di konser DWP 2024 yang menargetkan 400 warga Malaysia dan meraup uang hingga Rp 32 miliar ini mencoreng citra institusi kepolisian Indonesia. Meskipun tindakan tersebut sangat merugikan, pihak berwenang segera bergerak untuk menyelesaikan masalah ini. Penindakan tegas terhadap para pelaku diharapkan dapat memberi pelajaran bagi seluruh anggota kepolisian agar menjaga integritas dan tidak menyalahgunakan wewenang yang dimiliki. Kejadian ini juga mengingatkan kita semua bahwa pengawasan yang ketat terhadap aparat penegak hukum sangat penting untuk menjaga keamanan dan kepercayaan masyarakat.
Referensi:
• Kompas.com - 18 Oknum Polisi Peras 400 Warga Malaysia di DWP 2024
• Detik.com - Pemerasan Polisi DWP, Dikecam Banyak Pihak
• Tribunnews.com - Kepolisian Tangani Kasus Pemerasan DWP