Ini 5 Indikasi Maslah Pada Kendaraan Pengguna B35
Ini 5 Indikasi Maslah Pada Kendaraan Pengguna B35.--
koranrm.id - Pemerintah dalam Negara Republik Indonesia, tengah fokus gencar menyulap minyak Nabati Kelapa Sawit menjadi campuran Biodisel atau campuran olahan kelapa sawit dengan solar. Sebelumnya Biodiesel atau B35 campuran olahan minyak kelapa sawit dengan solar berhasil dilaksanakan. Dan awal tahun 2025 ini pemerintah kembali memberlakukan B40 atau 40 persen bahan campuran olahan minyak kepala sawit ke dalam solar.
Namun, belum banyak yang tahu. Ternyata ada dampak baik dan dampak buru pada kendaraan pengguna biodiesel. Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) melaporkan terdapat lima masalah umum kendaraan yang menggunakan biodisel. Meskipun biodisel memiliki banyak keuntungan lingkungan, seperti mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan ketergantungan pada bahan bakar fosil, penggunaannya juga tidak lepas dari berbagai masalah.
Dihimpun dari beberapa sumber, berikut ini ada 5 masalah umum pada kendaraan yang menggunakan B35, dikutip dari situs resmi Aprobi. Pertama menyatakan salah satu masalah yang sering dihadapi adalah penurunan kinerja mesin. Hal ini biasanya disebabkan oleh perbedaan karakteristik biodisel jika dibandingkan dengan solar konvensional. Karena biodisel memiliki viskositas yang tinggi dan bisa mengakibatkan penurunan efisiensi pembakaran serta potensi masalah pada sistem penyemprotan bahan bakar. Untuk itu, pastikan mesin dalam kondisi baik dan rutin melakukan perawatan. Penggunaan filter bahan bakar yang kompatibel juga dapat membantu meningkatkan performa mesin. Selain itu pengguna juga harus memastikan bahwa biodiesel tersebut memenuhi standar yang ditetapkan dapat mengurangi risiko penurunan kinerja.
Kemudian selanjutnya, Kualitas Biodiesel B35 yang Tidak Konsisten. Kualitas yang tidak konsisten dapat menyebabkan berbagai masalah, seperti pengendapan dan kontaminasi dalam tangki bahan bakar. Hal ini dapat mempengaruhi kinerja mesin dan menyebabkan kerusakan pada sistem bahan bakar. Aprobi menyarankan pengguna kendaraan dapat memilih biodiesel dari pemasok tepercaya yang sudah memenuhi standar kualitas yang berlaku. Selain itu, rutin memeriksa dan membersihkan tangki bahan bakar serta sistem penyaringan dapat membantu menjaga kualitas biodiesel yang digunakan. Selanjutnya potensi masalah yang ketiga, yaitu biodiesel B35 memiliki titik beku yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar konvensional. Pada cuaca dingin, biodiesel bisa membeku atau mengental, yang dapat menyebabkan masalah dalam sistem bahan bakar. Aprobi menyarankan tambahkan aditif antibeku khusus untuk biodiesel atau menggunakan sistem pemanas bahan bakar.
Kemudian yang keempat, Korosi pada komponen mesin sifatnya yang lebih bersifat asam dibandingkan dengan solar konvensional. Masalah ini dapat mempengaruhi umur komponen dan menyebabkan kerusakan mesin. Menurut Aprobi, minimalisasi risiko korosi dengan memilih bahan bakar biodiesel yang telah melalui proses pemurnian yang baik. Penggunaan pelumas dan pelapis korosi yang sesuai juga dapat membantu melindungi komponen mesin dari kerusakan. Dan yang kelima yaitu, Beberapa pengguna melaporkan konsumsi bahan bakar meningkat setelah beralih ke biodiesel B35. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan densitas dan energi dari biodiesel dibandingkan dengan solar konvensional. Aprobi menyebut pengguna dapat melakukan penyesuaian pada pengaturan mesin atau mengoptimalkan teknik berkendara dapat membantu mengurangi dampak peningkatan konsumsi bahan bakar. Tak hanya itu, pengguna kendaraan harus selalu memantau efisiensi bahan bakar dan melakukan penyesuaian.
Saat ini pemerintah tengah melakukan masa transisi dari B35 yang telah berlaku sejak 1 Februari 2023 menjadi B40. Masa transisi merupakan period menghabiskan kapasitas B35 yang masih beredar di pasaran sebelum akhirnya menggunakan B40. Penerapan B40 sejatinya telah terlaksana mulai 1 Januari 2025, tetapi baru akan sepenuhnya berlaku pada Februari 2025 karena masa transisi tersebut. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan bahwa implementasi B35 RI telah menghemat devisa sebesar US$ 7,78 miliar atau setara dengan Rp122,98 triliun. Di sisi lain, penurunan emisi pada B35 sebesar 34,56 juta ton CO2 sementara pada B40 meningkat menjadi 41,46 juta ton CO2. Artikel ini dikutif dari Bloomberg Technoz.