Di Tengah Pengeringan Irigasi, Petani di Tanjung Alai Nekat Tanam Padi
Di Tengah Pengeringan Irigasi, Petani di Tanjung Alai Nekat Tanam Padi.-Deni Saputra-Radar Mukomuko
koranrm.id – Suharmito petani di Desa Tanjung Alai, Kecamatan Lubuk Pinang, sangat berbeda dari mayoritas petani lain. Bagaimana tidak, ditengah pengeringan Daerah Irigasi (DI) Manjuto Kiri, Suharmito malah nekat melakukan tanam padi dengan luas lahan sekitar 1 hektar (ha). Guna memenuhi pasokan air untuk sawahnya, Suharmito mengandalkan sumur bor. Air sumur bor di sedot menggunakan mesin pompa air dengan bantuan satu unit genset. Kejadian langkah ini dibenarkan oleh Koordinator Penyuluh (Korluh) Balain Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Lubuk Pinang, Trinso Putra, SP. Ketika dikonfirmasi pada Senin 10 November 2025.
Korluh mengatakan, memang benar ada petani di Tanjung Alai yang nekat tanam padi di tengah pengeringan DI Manjuto Kiri. Petani tersebut bernama Suharmito, berdomisili di Desa Dusun Baru Pelokan, Kecamatan XIV Koto, tapi punya lahan sawah di Tanjung Alai. Pihaknya dari BPP telah turun ke lapangan langsung meninjau kondisi padi tersebut. Dimana Suharmito hanya sendirian yang nekat tanam padi di tengah hamparan puluhan hektar sawah lainnya. Sebab sawah petani lain saat ini kebanyakan tidak diolah, dan menunggu Musim Tanam (MT) 1 awal tahun depan.
“Kita telah berkunjung ke lokasi, memang yang bersangkutan melakukan tanam padi walaupun sedang dilakukan pengeringan irigasi Manjuto Kiri,”ucap Korluh.
Luasan lahan sawah yang ditanami padi oleh Suharmito sekitar 1 ha. Sejauh ini tanaman padi masih tumbuh dengan baik. Awalnya suharmito mengandalkan air hujan, karena beberapa waktu lalu sering hujan. Tapi karena sempat terjadi kemarau satu minggu, ia memutuskan membuat sumur bor dan membeli peralatan seperti pompa air serta genset. Modal pembuatan sumur bor sekitar delapan juta. Untuk satu hektar sawah biasanya butuh waktu satu malam agar air bisa mengisih seluruh petak sawah.
“Kebutuhan air padi awalnya dari hujan, tapi karena sempat kemarau yang bersangkutan membuat sumur bor, memanfaatkan pompa air serta genset,”tambahnya.
Masih Korluh, Suharmito mengungkapkan, ada alasan kuat dibalik kegiatan nekat dirinya ini. Diantaranya durasi pengeringan yang terbilang cukup lama, yaitu empat bulan. Dalam rentan waktu itu, dirinya tak punya pekerjaan lain. Sedangkan keluarga mau makan serta lainnya. Sedangkan kalau menanam jagung, membutuhkan persiapan dan waktu lebih lama. Bahkan berpotensi tertinggal saat turun tanam MT 1 tahun depan.
“Petani ini memang sudah nekat karena tidak ada pekerjaan lain, kalau nunggu MT 1 masih sangat lama, mau tanam jagung waktunya lebih panjang,”sambungnya.
Ketika disentil sikap dari BPP, Korluh mengatakan, mereka tetap mengapresiasi langkah petani tersebut. Karena ia semangat untuk menanam padi dan secara tidak langsung mendukung swasembada pangan. Tapi tetap disampaikan beberapa potensi buruk yang bakal terjadi, diantaranya serangan hama, ulat, tikus dan burung serta lainnya, karena tanam padi sendiri ditengah puluhan hektar lahan lain. Terlebih salah satu tujuan pengeringan untuk memutus rantai hama, walaupun ia sendiri mengakui kalau waktu pengeringan terlalu lama sampai satu musim.
“Kita tetap mengapresiasi tekat petani, tapi tetap kami sampaikan dampak kedepan, termasuk soal hama, serta penggunaan air sumur bor terhadap tanah,”demikian Korluh.