Petani Sawit Muara Dua OKUS Heran Harga Sawit Di Mukomuko Lebih Tinggi?
Harga Sawit di Mukomuko Naik, Petani Sambut Gembira-Harga Sawit di Mukomuko Naik, Petani Sambut Gembira-Sumber Ai
koranrm.id - Petani di Muara Dua, Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS), Sumatera Selatan, Burnas seorang petani sawit sudah puluhan tahun menggantungkan hidup pada hasil kebunnya.
Ia mengungkapkan rasa bangganya ketika menyebut harga di tingkat petani kini berada di kisaran Rp2.000 per kilogram untuk buah pasir, sementara buah lepas dari kategori yang sama dibeli lebih tinggi, mencapai Rp2.500 per kilogram.
“Untuk kami di Muara Dua, ini sudah cukup lumayan. Paling tidak, ada perbaikan dari bulan-bulan kemarin,” ujar Burnas dengan senyum singkat yang seolah menjadi gambaran lega dari para petani di sekitarnya.
Namun rasa bangga itu tak berlangsung lama. Cerita berubah arah ketika Burnas mendengar kabar bahwa harga sawit di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, ternyata jauh lebih tinggi.
Di sana, harga tandan buah segar tingkat petani sudah hampir menyentuh angka Rp2.800 per kilogram, bahkan di beberapa titik pembelian sudah terdengar kabar harga mencapai Rp3.000 per kilogram.
Kabar itu membuat Burnas terdiam sejenak, sebelum ia mengungkapkan keterkejutannya. “Kalau benar di Mukomuko sudah segitu, jelas beda jauh. Kami di sini masih di angka dua ribu lima ratus paling tinggi,” tuturnya.
Perbedaan harga yang mencolok itu bukan hanya sekadar angka. Ada banyak hal yang membentuk dinamika di baliknya mulai dari faktor tanah, akses transportasi, hingga kedekatan dengan industri pengolahan.
Burnas sendiri mengakui bahwa wilayah Muara Dua tidak kalah dalam hal kesuburan. Tanahnya yang lembap dan mengandung unsur hara tinggi selama ini menjadi penopang hasil panen yang stabil. “Soal tanah, kami di sini juga subur. Tidak kalah dengan daerah lain,” katanya menegaskan.
Akan tetapi, ketika berbicara tentang rantai distribusi dan akses bisnis, ia mulai menemukan alasan yang mungkin menjelaskan mengapa harga di wilayahnya tertinggal dibanding Mukomuko.
Akses menuju pelabuhan di Muara Dua relatif dekat dan jaringan pabrik kelapa sawit juga tersebar di beberapa titik. Namun struktur jalur distribusi dan dinamika pasar di setiap daerah tetap memainkan peran besar. Burnas menyadari faktor-faktor itu tidak selalu bergerak seiring, meskipun seluruh elemen dasar produksi terlihat serupa.
Di Mukomuko, geliat industri pengolahan sawit sudah sejak lama menciptakan daya saing tersendiri. Para pengepul, pabrik, serta jaringan logistik telah lama membentuk pola transaksi yang lebih kompetitif.
Ketika permintaan tinggi dan rantai distribusi lebih lancar, harga pun cenderung bergerak naik. Kondisi ini yang membuat harga sawit di daerah tersebut lebih berani dibanding sejumlah wilayah lain di Sumatera.
Sementara di Muara Dua, meski pabrik sawit tersebar dan jalan menuju pusat pengolahan tergolong mudah dijangkau, dinamika pasar belum sepenuhnya memberikan dorongan yang sama.
Para petani masih berada dalam posisi menunggu kebijakan harga dari pabrik serta arah pasar yang kadang fluktuatif. Burnas melihat kondisi itu sebagai bagian dari tantangan yang terus berulang. “Kami petani hanya bisa mengikuti harga dari pembeli. Yang penting hasil kebun tetap maksimal,” ujarnya.
Di balik perbedaan harga itu, ada satu hal yang menyatukan petani di dua wilayah tersebut: harapan agar nilai jual sawit tetap stabil dan menguntungkan. Sawit bukan hanya angka di buku catatan penjualan, tetapi juga jantung kehidupan masyarakat pedesaan.
Di banyak rumah seperti milik Burnas, sawit menjadi sumber biaya sekolah anak, perbaikan rumah, hingga modal untuk masa tanam berikutnya. Kenaikan beberapa ratus rupiah saja dapat mengubah rasa cemas menjadi optimisme.
Narasi besar tentang harga sawit di Muara Dua dan Mukomuko menunjukkan bagaimana kondisi geografis, jalur industri, dan dinamika pasar dapat membentuk realitas yang berbeda untuk para petani yang sama-sama bekerja keras.
Meski Burnas merasa bangga dengan harga yang sedang membaik di wilayahnya, ia tetap tidak menutup mata terhadap kenyataan bahwa petani di daerah lain menikmati nilai jual yang lebih tinggi.