Beda Pencuri dan Koruptor di Mata Masyarakat dan Hukum , Ini Kata Muslim Chaniago

Pengamat Hukum Tata Negara Muslim Chaniago, SH., MH--

koranrm.id - Di tengah dinamika sosial yang terus bergerak, pandangan masyarakat terhadap tindak kejahatan tidak pernah benar-benar seragam. Namun, perbedaan sikap antara melihat seorang pencuri kecil dan seorang koruptor besar kerap menghadirkan ironi yang menggugah perhatian. 

Ada jarak emosional yang terbentuk: sebagian warga merasa marah melihat pencuri motor tertangkap tangan di jalanan, pencuri sawit tertangkap dilahan,  tetapi dalam waktu bersamaan hanya menggeleng pasrah melihat dan mendengar tontonan dan  berita para koruptor. 

Di ruang inilah cerita mengenai perbedaan pencuri dan koruptor menemukan relevansinya, baik dari sisi hukum maupun dari sudut pandang masyarakat yang merasakan langsung dampaknya.

Di sebuah warung kopi kecil di pinggiran kawasan Mukomuko, seorang warga bernama Ahmad 54  tahun, menyampaikan pandangan yang mencerminkan suara banyak orang. Ia menilai bahwa pencuri dan koruptor sama-sama mengambil hak yang bukan miliknya, namun masyarakat sering kali memberi reaksi berbeda. 

“Kalau pencuri tertangkap, langsung digiring ke kantor polisi. Orang-orang marah, merasa harta mereka terancam,” ujarnya sambil menyandarkan punggung pada kursi plastik. “Tapi kalau korupsi, masyarakat cuma dengar lewat berita di media cetak  dan medosos. Rasanya jauh, padahal dampaknya jauh lebih besar.”

Ahmad  memperlihatkan bahwa persoalan jarak baik fisik maupun psikologis mempengaruhi cara masyarakat memaknai dua jenis kejahatan ini. 

Pencuri beroperasi di sekitar kehidupan harian: mengambil sepeda motor, mencuri telepon genggam, atau menjarah barang dari rumah warga, mengambil buah sawit di kebun. 

Kehadirannya nyata, terlihat, dan langsung menimbulkan ketakutan. Sementara koruptor bekerja dalam lingkup yang lebih abstrak, jauh dari mata publik, beroperasi melalui dokumen, anggaran, serta celah administrasi yang tidak mudah dipahami oleh masyarakat umum.

Dalam perspektif hukum, keduanya sama-sama merupakan tindak pidana. Pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), biasanya berakhir dengan vonis yang relatif jelas: penjara sesuai pasal yang dilanggar, jumlah kerugian yang dapat dihitung, dan pembuktian yang tidak terlalu rumit. 

Sementara itu, kasus korupsi berada di bawah Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang memuat ancaman hukuman lebih berat, termasuk pidana tambahan berupa uang pengganti. 

Namun beratnya ancaman hukum tidak selalu menghadirkan efek jera yang diharapkan, terutama ketika proses penanganannya memerlukan waktu panjang dan menghadapi perlawanan hukum yang berlapis.

Seorang akademisi sekaligus praktisi hukum  Muslim Chaniago, SH.,MH  menjelaskan bahwa perbedaan di mata hukum sebenarnya sangat jelas. 

“Pencurian adalah tindakan melawa hukum  dengan cara mengambil barang milik orang lain secara langsung yang dilalukan  oleh sesorang yag ekonominya  kelas bawah, tidak berpendidikan tinggi  juga tidak punya jabatan  serta  kekuasaan. Dan  yang dimabil biasaya harta pribadi yang bukan dari hasil pajak, sehingga mencuri disbut kejahatan biasa atau oedinary crime. 

“Sedangkan  Korupsi perbuatan melawan hukum yang disebut kejahatan luar biasa atau extraordinary crime yang dilakukan oleh sesorang  terdidik  yang punya jabatan dan  kekuasan ( High Class) kelas atas ,  mereka   menyalahgunakan kekuasaan itu untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompoknya , dengan cara mencuri uang negara yang bersumber dari uang pajak rakyat” ucap Muslim.

Masih Muslim,  ia menekankan bahwa kerumitan kasus korupsi sering menghasilkan persepsi keliru di masyarakat. “Orang melihat masalah ini terlalu besar dan terlalu jauh. Padahal korupsi merampas hak masyarakat dalam bentuk yang lebih luas, hak sekolah yang seharusnya dibangun, pasilitas  jalan yang seharusnya diperbaiki, obat yang seharusnya  selalu tersedia,” ucapnya.

Meski demikian, pandangan masyarakat sering berjalan berdampingan dengan pengalaman emosional. Kasus pencurian, misalnya, dapat memicu kemarahan spontan karena merugikan secara langsung. 

Ada perasaan kehilangan yang konkret: barang hilang, keamanan terganggu, hidup berubah. Sementara itu, dampak korupsi membentang dalam skala yang lebih luas dan bersifat jangka panjang. 

Kerugian negara mungkin terdengar seperti angka dalam laporan, tetapi sesungguhnya merembes hingga ke sendi-sendi kehidupan warga: pembangunan yang tertunda, fasilitas umum yang tidak layak, atau layanan publik yang tersendat.

Seorang ibu rumah tangga bernama  Verginia,SH  mengungkapkan pandangannya dengan lugas. “Kalau rumah tangga saya kehilangan satu juta, jelas terasa. Tapi kalau negara hilang miliaran, masyarakat hanya menggerutu sebentar lalu lupa,” katanya. 

Baginya, perbedaan reaksi itu bukan karena masyarakat tidak peduli, tetapi karena dampaknya tidak langsung terasa dalam kehidupan harian mereka. “Kalau jalan rusak karena anggaran diselewengkan, orang mungkin mengeluh. Tapi tidak semua menghubungkan itu dengan korupsi,” lanjutnya.

Proses penanganan kasus pun turut membentuk persepsi. Pencuri sering tertangkap tangan, ditangani dengan cepat, dan langsung dibawa ke ranah hukum. Sementara koruptor menjalani proses panjang yang melibatkan penyelidikan, audit, dan sidang berlapis. Publik jarang melihat langsung proses itu, membuatnya terasa abstrak. Ketidakjelasan inilah yang kadang memunculkan anggapan bahwa koruptor dapat “bermain” dalam celah hukum, sedangkan pencuri kecil tidak punya ruang untuk melawan.

Walau demikian, dalam dimensi moral, garis pemisah antara dua tindakan ini tetap jelas: keduanya adalah pelanggaran yang merugikan orang lain. Namun dampak korupsi jauh lebih luas, menyentuh hajat hidup banyak orang. 

Perbedaan cara pandang masyarakat terhadap kedua pelaku kejahatan ini menunjukkan bahwa keadilan tidak hanya diukur dari hukum, tetapi juga dari pengalaman sosial yang dialami setiap hari. 

Dan di tengah upaya bangsa menegakkan hukum yang adil, pemahaman masyarakat mengenai korupsi dan pencurian menjadi bagian penting dalam membangun kultur yang lebih peka terhadap kejahatan yang merugikan publik secara luas.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan