Mukomuko Gudang Ikan Laut, Aneh Harganya Lebih Mahal Ternyata 4 Faktor Ini

Laut Mukomuko.--

koranrm.id - Mukomuko sering dijuluki sebagai “gudang ikan laut” karena kekayaan hasil tangkapannya yang melimpah. Namun, di balik kelimpahan itu, ada satu kenyataan yang membuat masyarakat mengernyitkan dahi: harga ikan di Mukomuko justru lebih mahal dibandingkan di daerah lain. Fenomena ini membuat banyak orang bertanya-tanya, apa sebenarnya yang terjadi di balik dinamika harga tersebut.

Mukomuko, kabupaten di ujung utara Provinsi Bengkulu, memiliki garis pantai yang panjang dan bersinggungan langsung dengan Samudera Hindia. Laut lepas yang ganas justru menjadi ladang rezeki bagi ribuan nelayan di sana. 

Ikan tongkol, tuna, kembung, cakalang, hingga jenis-jenis ikan karang kerap menjadi hasil utama tangkapan. Menurut catatan Dinas Perikanan Mukomuko, produksi ikan laut di wilayah ini mencapai ribuan ton setiap tahunnya, menjadikannya salah satu penyumbang terbesar pasokan ikan di Provinsi Bengkulu.

Hasil tangkapan yang melimpah tentu memberi gambaran bahwa ikan di Mukomuko seharusnya lebih murah. Logika sederhana yang sering dipakai masyarakat adalah hukum ekonomi: ketika pasokan banyak, harga mestinya turun. Tetapi kenyataan justru berbalik. Di pasar tradisional Mukomuko, harga ikan bisa lebih tinggi daripada di Bengkulu Kota atau bahkan di daerah tetangga seperti Sumatera Barat.

Fenomena harga ikan di Mukomuko tidak bisa dilepaskan dari rantai distribusi yang panjang dan kondisi pasar yang unik. Nelayan biasanya menjual hasil tangkapan ke pengepul di pelabuhan. Dari sana, sebagian besar ikan segar langsung dikirim keluar daerah, terutama ke pasar-pasar besar di Sumatera Barat dan Jakarta.

Akibatnya, pasokan untuk kebutuhan lokal menjadi terbatas. Nelayan lebih memilih menjual hasil tangkapan dalam jumlah besar kepada pengepul karena prosesnya lebih cepat dan harga relatif stabil. 

Sementara masyarakat lokal hanya kebagian sebagian kecil dari hasil tangkapan, itupun sering dalam kondisi harga sudah lebih tinggi karena melewati beberapa tangan sebelum sampai ke masyarakat pembeli.

Inilah yang membuat Mukomuko mengalami fenomena paradoks: daerah dengan stok ikan melimpah justru menghadapi harga yang lebih mahal untuk konsumsi rumah tangga.

Pak Rahman, nelayan asal Kecamatan Teramang Jaya, mengaku bahwa menjual hasil tangkapan ke pengepul menjadi pilihan paling realistis. “Kalau kami jual langsung di pasar, butuh waktu, ongkos, dan belum tentu habis. 

Kalau ke pengepul, semua ikan langsung dibeli meski harganya ditekan. Tapi setidaknya pasti laku,” ujarnya sambil menurunkan tongkol dari kapalnya.

Sementara itu, Ibu Sari, pedagang ikan di Pasar Koto Jaya, mengeluhkan sulitnya mendapatkan pasokan ikan dengan harga terjangkau. “Kami beli dari pengepul juga, jadi harga sudah tinggi. Kalau kami jual lebih murah, rugi. Tapi kalau kami naikkan, pembeli mengeluh mahal. Jadi serba salah,” katanya.

Suara-suara ini menggambarkan betapa rumitnya rantai distribusi ikan laut di Mukomuko, yang pada akhirnya membebani masyarakat sebagai konsumen terakhir.

Ada beberapa faktor yang membuat harga ikan di Mukomuko lebih mahal dibanding daerah lain.

Pertama, dominasi pengepul. Mereka menjadi penghubung utama antara nelayan dan pasar. Dalam posisi ini, pengepul memiliki kendali besar terhadap harga, karena nelayan tidak memiliki banyak pilihan untuk menjual hasil tangkapannya.

Kedua, infrastruktur rantai dingin yang terbatas. Ikan adalah komoditas yang cepat rusak, sehingga membutuhkan tempat penyimpanan dingin agar tetap segar. Di Mukomuko, fasilitas cold storage masih terbatas, membuat nelayan cenderung melepas hasil tangkapan secepat mungkin, meski dengan harga rendah. Akibatnya, pasar lokal hanya mendapat sisa dengan harga yang sudah tinggi.

Ketiga, distribusi ke luar daerah lebih menguntungkan. Harga ikan di kota besar seperti Padang atau Jakarta jauh lebih tinggi, sehingga pengepul lebih memilih mengirim ikan ke sana. Permintaan yang besar dan harga yang lebih tinggi di luar Mukomuko membuat pasokan untuk kebutuhan lokal semakin berkurang.

Keempat, biaya operasional nelayan yang tinggi. Bahan bakar, peralatan tangkap, dan kebutuhan logistik lainnya mengalami kenaikan harga. Hal ini membuat nelayan cenderung menaikkan harga jual untuk menutup biaya melaut yang semakin mahal.

Fenomena harga ikan yang tinggi di Mukomuko memberi dampak langsung bagi masyarakat. Sebagai daerah pesisir yang identik dengan konsumsi ikan, masyarakat justru harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk membeli lauk harian. Tidak sedikit keluarga di pedesaan yang akhirnya mengurangi konsumsi ikan segar dan menggantinya dengan ikan asin atau lauk lain yang lebih terjangkau.

Ironisnya, fenomena ini membuat sebagian masyarakat Mukomuko merasa seperti “tamu” di rumah sendiri. Mereka hidup di daerah yang kaya hasil laut, tetapi tidak bisa menikmatinya secara maksimal karena harga yang tidak bersahabat.

Pemerintah daerah melalui Dinas Perikanan Mukomuko sebenarnya telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi persoalan harga. Beberapa program di antaranya adalah pembangunan unit pengolahan ikan skala kecil, penyediaan bantuan cold storage, serta pelatihan pengolahan hasil tangkapan menjadi produk bernilai tambah seperti ikan asap atau ikan beku.

Selain itu, gagasan membentuk koperasi nelayan terus didorong. Dengan adanya koperasi, diharapkan posisi tawar nelayan meningkat dan distribusi ikan ke masyarakat lokal lebih terjamin. Beberapa desa pesisir juga mulai menginisiasi pasar ikan langsung dari nelayan ke konsumen, meski skalanya masih terbatas.

Namun, semua upaya itu membutuhkan waktu dan konsistensi. Tanpa pengawasan yang kuat, kebijakan bisa berhenti di atas kertas sementara masyarakat tetap menanggung harga mahal.*

Sumber berita :

• Dinas Perikanan Kabupaten Mukomuko. (2023). Data Produksi dan Distribusi Ikan Laut Mukomuko.

• Bengkulu Ekspress. (2023). Fenomena Harga Ikan di Mukomuko Lebih Mahal Meski Produksi Melimpah.

• Rakyat Bengkulu. (2022). Nelayan dan Tantangan Distribusi Ikan di Pesisir Mukomuko.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan