Ini Bisnis Yang Cocok Buat Mak-Mak Bisnis Online Sambil Rebahan

Ini Bisnis Yang Cocok Buat Mak-Mak Bisnis Online Sambil Rebahan--screenshot dari web.

Koranrm.id-Di sebuah pagi yang sunyi di sudut desa Jawa Tengah, seorang ibu rumah tangga bernama Lestari membuka layar ponsel pintarnya.

Tangannya lincah menggulir aplikasi media sosial dan marketplace lokal. Ia sedang mengecek pesanan bumbu racik buatannya yang mulai banyak diminati pelanggan dari berbagai kota.

Dapur kecil yang dulu hanya menjadi tempat memasak untuk keluarga kini berubah menjadi pusat produksi kecil-kecilan.

Bukan karena warisan atau pinjaman besar, tapi karena keberaniannya memulai bisnis online dari rumah, dengan modal terbatas dan semangat tanpa batas.

Fenomena seperti ini bukan cerita satu dua orang. Di seluruh pelosok Indonesia, ribuan perempuan mak-mak secara perlahan namun pasti mulai membangun otonomi finansial melalui bisnis online.

BACA JUGA:Afiliasi AI: Program Referral Otomatis yang Dioptimasi oleh Algoritma Real-Time

Bukan hanya sebagai tambahan pemasukan, tetapi sebagai bentuk ekspresi diri, pembuktian kemandirian, dan strategi bertahan hidup di tengah tantangan ekonomi yang kian dinamis.

Di antara keterbatasan akses, kesibukan domestik, dan stigma sosial yang masih kerap meminggirkan peran perempuan dalam dunia ekonomi, bisnis online muncul sebagai jendela harapan yang membentang lebar.

Di era digital ini, teknologi menjelma menjadi jembatan antara rumah dan dunia.

Tanpa perlu keluar rumah, seorang ibu bisa menjual produk ke pelanggan di luar pulau. Internet telah mengubah lanskap ekonomi rumah tangga, menjadikannya lebih terbuka, cair, dan inklusif.

Platform seperti WhatsApp, Instagram, TikTok, hingga marketplace seperti Shopee dan Tokopedia menjadi ladang baru bagi para mak-mak untuk menabur rezeki.

Salah satu alasan mengapa bisnis online begitu diminati kalangan perempuan rumah tangga adalah fleksibilitas waktu.

Mereka dapat tetap menjalankan peran sebagai ibu dan istri, sembari mengelola usaha di sela-sela aktivitas domestik.

Lebih dari sekadar fleksibilitas, ini adalah tentang pengakuan atas kapasitas perempuan dalam menciptakan nilai ekonomi dari ruang yang selama ini dianggap privat.

Namun, bisnis online bukan sekadar tentang menjual produk. Ia membutuhkan pemahaman tentang pasar, komunikasi digital, pengemasan, dan pelayanan pelanggan.

Beruntungnya, sebagian besar dari hal ini dapat dipelajari secara otodidak melalui video tutorial, pelatihan daring, atau komunitas sesama pelaku UMKM digital. Pemerintah dan berbagai LSM pun mulai menyadari potensi ini, sehingga banyak pelatihan bisnis digital gratis atau bersubsidi yang bisa diakses oleh perempuan di berbagai daerah.

Di antara banyak pilihan, beberapa jenis bisnis online terbukti paling mudah diakses dan dikelola oleh kalangan mak-mak.

Salah satunya adalah “jualan makanan rumahan”, baik berupa camilan, lauk kering, hingga frozen food. Produk ini memiliki pasar yang stabil dan loyal karena menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.

Kelebihannya, produksi bisa dilakukan di dapur sendiri, tanpa perlu menyewa tempat atau modal besar.

Contohnya adalah Sri Wahyuni, seorang ibu dua anak dari Cilegon, yang memulai bisnis kue kering menjelang Lebaran.

Awalnya hanya menjual kepada tetangga lewat grup WhatsApp RT. Kini, ia mengandalkan Instagram dan TikTok untuk memperluas jangkauan pasar.

Dalam waktu dua tahun, ia telah memiliki pelanggan tetap di lima provinsi, dan omzetnya bisa mencapai puluhan juta rupiah per bulan saat musim puncak.

 

Bisnis kedua yang sangat digemari adalah “jualan produk reseller atau dropshipper”. Dengan sistem ini, mak-mak tidak perlu menyetok barang sendiri. Mereka hanya perlu mempromosikan produk dari supplier, dan setiap ada pesanan, supplier-lah yang akan mengurus pengemasan dan pengiriman.

Jenis produk yang biasa dijual pun beragam dari pakaian, alat rumah tangga, kosmetik, hingga mainan anak.

Ini sangat cocok bagi mereka yang belum punya modal besar tapi ingin segera mulai.

 

Di sisi lain, “kerajinan tangan dan produk kreatif” juga menjadi ladang subur bagi para ibu rumah tangga.

Banyak yang mulai menjual rajutan, hampers, sabun natural, buket bunga kering, dan produk personalized lainnya.

Media sosial berperan besar dalam mendongkrak bisnis ini karena tampilan visual menjadi daya tarik utama. Bahkan, di beberapa kasus, produk lokal rumahan berhasil menembus pasar internasional berkat kekuatan branding digital.

Namun di balik peluang besar, tidak sedikit pula tantangan yang menghadang. Persaingan pasar yang ketat, fluktuasi tren konsumen, hingga kendala logistik di daerah terpencil menjadi hambatan nyata.

Belum lagi urusan waktu, di mana banyak ibu rumah tangga harus pandai membagi antara mengurus anak, memasak, membersihkan rumah, dan tetap produktif berbisnis. Dalam situasi ini, dukungan keluarga sangat menentukan keberhasilan.

Perlu juga dicatat bahwa sebagian mak-mak masih menghadapi hambatan psikologis. Mereka ragu memulai karena takut gagal, merasa tidak cukup pintar menggunakan teknologi, atau khawatir tidak mampu melayani pelanggan dengan baik.

Rasa rendah diri ini sering kali lahir dari narasi lama bahwa perempuan seharusnya hanya fokus pada urusan domestik.

Padahal, berbagai studi telah membuktikan bahwa pelibatan perempuan dalam ekonomi bukan hanya meningkatkan kesejahteraan keluarga, tapi juga memperkuat ketahanan sosial.

 

Dalam jurnal “Gender and Development” (2020), disebutkan bahwa pemberdayaan ekonomi perempuan, terutama lewat digitalisasi, memberikan efek domino yang signifikan.

Tidak hanya menaikkan pendapatan rumah tangga, tetapi juga berdampak positif terhadap pendidikan anak, kesehatan keluarga, dan partisipasi sosial di tingkat komunitas.

Artinya, setiap bisnis online yang dijalankan seorang ibu bukan hanya urusan ekonomi pribadi, melainkan kontribusi nyata bagi pembangunan sosial.

Agar bisnis online mak-mak bisa berkelanjutan, pendekatan yang holistik perlu diterapkan. Tidak cukup hanya menjual produk, tapi juga harus membangun “cerita” di balik produk.

Konsumen masa kini cenderung membeli bukan hanya karena harga atau fungsi, tetapi karena keterikatan emosional.

Ketika sebuah sambal rumahan dikemas dengan kisah perjuangan ibu tunggal yang membesarkan tiga anaknya lewat dapur kecil, maka sambal itu berubah menjadi simbol harapan.(aka)

 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan