Negara Ini Terancam Gulung Tikar Gegara Berhutang Besar ke China

Negara Ini Terancam Gulung Tikar Gegara Berhutang Besar ke China.--Sceenshot
koranrm.id - Ternyata bukan hanya Indonesia saja yang berhutang ke China. Selain Indonesia ada beberapa negara saat ini harus menghadapi krisis ekonomi akibat hutang besar ke Negeri Tirai Bambu tersebut.
Karena jumlah hutang yang sudah begitu besar dan tidak lagi bisa terkendalikan, sehingga ada beberapa negara yang harus terpaksa menyerahkan aset strategisnya ke Negeri Tirai Bambu tersebut sebagai bentuk membayar hutang, bahkan perekonomian negara itu sendiri terancam bangkrut. Negara-negara yang berhutang berjumlah besar ke China ini tentu juga berpotensi menghilangkan keduaakan ekonominya. Berdasarkan data yang terhimpun dari beberapa sumber, selain Indonesia ternyata ada 4 negara yang berhutang besar ke China dan terancam bangkrut.
Adapun negara pertama yang terancam bangkrut karena hutang ke China, yaitu Sri Lanka. Negara ini jadi contoh paling nyata dari jebakan utang China. Negara ini gagal membayar utang pembangunan Pelabuhan Hambantota senilai USD 361 juta.
Akibatnya, negara Sri Lanka harus menyerahkan pengelolaan pelabuhan tersebut kepada China hampir 1 abat, yaitu selama 99 tahun. Total utang Sri Lanka kepada China tercatat mencapai sekitar USD 8 miliar, hampir 94 persen dari produk domestik bruto (PDB) negara tersebut. Beban utang ini memicu krisis ekonomi dan politik yang mendalam.
Kemudian yang kedua, Laos. Negara ini juga menghadapi krisis ekonomi akibat ketergantungan besar pada utang China. Utang publik Laos diperkirakan mencapai 122 persen dari PDB. Utang ini digunakan untuk proyek infrastruktur besar seperti jalur kereta api dan bangun bendungan pembangkit listrik tenaga air. Kondisi ini menyebabkan habisnya cadangan devisa dan depresiasi mata uang yang tajam, memperburuk situasi ekonomi negara tersebut.
Ketiga, Uganda mengalami gagal bayar utang senilai USD200 juta kepada China. Hutang ini dijaminkan dengan aset strategis seperti Bandara Internasional Entebbe. Jika gagal membayar, Uganda berisiko kehilangan aset penting tersebut. Upaya perundingan ulang dengan China pun dinilai agak sulit dilakukan, sehingga tekanan ekonomi terus meningkat.
Selanjutnya negara ketiga Yaitu Kenya. Negara ini menghadapi risiko kehilangan aset vital seperti Pelabuhan Mombasa akibat gagal membayar utang sebesar US$ 3,6 miliar. Utang ini digunakan untuk pembangunan proyek kereta api Mombasa-Nairobi. Ketidakpastian ekonomi akibat utang ini menimbulkan kekhawatiran serius bagi pemerintah dan masyarakat Kenya.
Selain keempat negara tersebut, beberapa negara lain seperti Maladewa, Pakistan, Venezuela, Zimbabwe, dan Nigeria juga mengalami tekanan ekonomi akibat utang besar kepada China. Maladewa, misalnya, kesulitan membayar utang antara USD 1,1 hingga USD 1,4 miliar, yang digunakan untuk proyek infrastruktur seperti jembatan dan bandara, sehingga China mengambil alih beberapa aset strategis.
Negara keempat adalah Pakistan. Negara ini berhutang besar ke China untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Karot dan China-Pakistan Economic Corridor (CPEC). Pembangunan proyek tersebut juga menimbulkan risiko kebangkrutan ekonomi bagi Pakistan. Karena suku bunga tinggi dan beban utang yang besar membuat keberlanjutan pembayaran utang menjadi masalah serius.
Venezuela yang sedang mengalami krisis ekonomi diperparah oleh utang besar kepada China. Penurunan harga minyak dan manajemen ekonomi yang buruk membuat negara ini merasa kesulitan membayar utang sehingga memperburuk kondisi ekonomi negara tersebut.
Secara umum, utang besar kepada China ini berpotensi menyebabkan negara tersebut kehilangan kedaulatan ekonomi dan aset strategis. China menggunakan leverage utang ini dalam proyek-proyek infrastruktur besar di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI), yang kini menjadi perhatian global.
Kondisi ini menjadi peringatan bagi negara berkembang agar berhati-hati dalam mengelola utang luar negeri, terutama yang berasal dari China, agar tidak terjebak dalam krisis ekonomi yang sulit.