Milenial Punya Kebun: Tren Investasi Anak Muda di Sektor Sawit yang Semakin Meningkat

Milenial Punya Kebun: Tren Investasi Anak Muda di Sektor Sawit yang Semakin Meningkat --screenshot dari web.
KORANRM.ID - Dalam beberapa tahun terakhir, tren investasi anak muda mengalami pergeseran signifikan. Jika sebelumnya saham, kripto, dan properti menjadi primadona, kini sektor agribisnis—terutama kelapa sawit—menarik perhatian generasi milenial. Hal ini tak lepas dari meningkatnya kesadaran anak muda akan pentingnya investasi jangka panjang, keberlanjutan, dan kedaulatan pangan serta energi.
BACA JUGA:Resep Puding Coffee Cincau dengan Bumbu Rahasia, Perpaduan Lembut dan Kenyal yang Menggoda!
Kelapa sawit, sebagai salah satu komoditas unggulan Indonesia, menawarkan potensi besar dalam hal keuntungan jangka panjang. Produksi yang stabil, permintaan global yang tinggi, dan pemanfaatannya dalam berbagai industri (makanan, kosmetik, energi, farmasi) menjadikan sektor ini makin seksi bagi generasi investor baru. Yang menarik, kini anak muda tak harus memiliki lahan puluhan hektare atau menjadi petani langsung untuk terlibat. Lewat pendekatan digital, investasi sawit kini lebih inklusif dan modern.
Platform agritech berbasis digital seperti Crowde, TaniFund, dan iGrow membuka peluang bagi siapa saja—termasuk milenial perkotaan—untuk berinvestasi dalam proyek perkebunan sawit skala kecil hingga menengah. Sistem crowdfunding memungkinkan pengguna menanamkan modal ke kebun petani, kemudian memperoleh imbal hasil dari penjualan TBS (Tandan Buah Segar) maupun hasil hilirisasi. Model ini mempertemukan petani sebagai pelaku produksi dengan investor sebagai mitra pembiayaan.
BACA JUGA:Air PDAM Bocor Tak Kunjung Diperbaiki, Begini Ceritanya
Tidak hanya dari sisi finansial, milenial juga mulai tertarik pada agribisnis sawit karena nilai keberlanjutan yang menyertainya. Banyak dari mereka yang concern pada isu lingkungan kini memilih untuk berinvestasi di proyek sawit berkelanjutan—seperti yang tersertifikasi ISPO atau RSPO—yang menjamin proses produksi tidak merusak hutan, melibatkan petani kecil, dan mendukung konservasi.
Beberapa perusahaan perkebunan bahkan mulai membentuk kemitraan khusus yang melibatkan milenial sebagai pemilik saham kebun plasma. Mereka juga membuka pelatihan agribisnis dan pengelolaan kebun berbasis digital agar anak muda tidak hanya menjadi investor pasif, tapi juga pengelola aktif yang memahami aspek teknis, sosial, dan lingkungan dari perkebunan sawit.
Di sisi lain, hadirnya teknologi seperti aplikasi pemantauan lahan, Internet of Things (IoT) untuk manajemen irigasi dan pemupukan, serta analitik berbasis AI, menjadikan sawit semakin menarik bagi generasi digital-native. Aktivitas yang dulunya dianggap konvensional kini tampil modern dan efisien, sesuai dengan semangat produktivitas kaum muda.
Tantangan yang masih perlu dijawab adalah literasi agribisnis, akses lahan yang terbatas, dan persepsi bahwa sawit adalah sektor "kotor" atau hanya untuk pemain besar. Namun, dengan narasi yang tepat dan dukungan kebijakan dari pemerintah, sektor ini dapat menjadi pintu masuk bagi regenerasi petani sekaligus wahana investasi jangka panjang yang menjanjikan.
BACA JUGA:Djibouti: Negara Paling Panas dan Kekurangan Air, Mandi Menjadi Sesuatu yang Mewah di Negara Ini
Tren ini menunjukkan bahwa transformasi sektor agrikultur sedang berjalan. Kelapa sawit bukan lagi sekadar ladang milik generasi tua, tapi kini menjadi ruang baru bagi anak muda untuk membangun masa depan yang hijau, mandiri, dan berbasis komunitas. “Milenial punya kebun” bukan sekadar slogan—melainkan arah baru investasi berkelanjutan yang berakar pada tanah sendiri.