Menghidupkan Kembali Permainan Tradisional di Era Gadget

Menghidupkan Kembali Permainan Tradisional di Era Gadget.--screnshoot dari web

KORANRM.ID - Di tengah dominasi gadget dan permainan digital, permainan tradisional kini semakin jarang terlihat di halaman rumah atau lapangan sekolah. Anak-anak lebih akrab dengan layar ponsel dibandingkan engklek, congklak, petak umpet, atau bentengan. Padahal, permainan tradisional tidak hanya menyenangkan, tapi juga sarat akan nilai sosial, budaya, dan edukatif. Di era modern ini, menghidupkan kembali permainan tradisional bukan sekadar romantisme masa lalu, melainkan langkah penting dalam membangun keseimbangan perkembangan anak.

Permainan tradisional merupakan warisan budaya yang telah mengakar di masyarakat Indonesia selama puluhan, bahkan ratusan tahun. Ia terbentuk secara alami berdasarkan kearifan lokal, lingkungan sekitar, serta nilai-nilai gotong royong dan sportivitas. Tak hanya menyehatkan tubuh karena sifatnya yang aktif, permainan ini juga membentuk karakter dan kemampuan sosial, seperti kerja sama tim, ketangkasan, kesabaran, dan ketangguhan mental.

BACA JUGA:Keanekaragaman Sawit Nusantara, Mengenal Jenis-jenis Kelapa Sawit di Indonesia

BACA JUGA:Menuju Kemakmuran, Menggali Keunggulan dan Potensi Pertanian Sawit

Sayangnya, permainan tradisional perlahan tergeser oleh daya tarik game online, YouTube, TikTok, dan media sosial. Teknologi memang tak bisa dihindari, tapi jika tak diimbangi dengan aktivitas fisik dan interaksi nyata, anak-anak bisa kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kecerdasan emosi dan keterampilan sosial secara optimal. Ketergantungan pada gadget juga meningkatkan risiko obesitas, gangguan konsentrasi, hingga menurunnya kreativitas.

Menghidupkan kembali permainan tradisional bukan berarti menolak kemajuan, melainkan menciptakan ruang bagi anak-anak untuk tumbuh lebih seimbang. Salah satu cara efektifnya adalah dengan mengintegrasikan permainan tradisional ke dalam kegiatan sekolah, taman bermain, dan komunitas. Misalnya, guru bisa mengadakan sesi olahraga atau muatan lokal dengan memperkenalkan permainan seperti galasin, kasti, atau egrang. Orang tua juga bisa melibatkan anak dalam permainan-permainan ini saat berkumpul di rumah, mengganti sejenak waktu layar dengan kegiatan fisik yang menyenangkan.

BACA JUGA:Babat Goreng Sultan, Rahasia Kelembutan dan Aroma Sedap yang Menggoda

Selain itu, pendekatan digital pun bisa dimanfaatkan untuk promosi. Alih-alih menjadi lawan, teknologi dapat menjadi sarana pelestarian. Aplikasi edukatif yang memperkenalkan permainan tradisional dengan cerita rakyat, ilustrasi menarik, atau animasi 3D bisa menjadi jembatan bagi anak-anak digital native untuk mengenal dan mencintai budaya bermain nenek moyangnya. Beberapa komunitas kreatif bahkan telah memproduksi konten YouTube atau TikTok berisi tutorial permainan tradisional, lengkap dengan penjelasan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Festival permainan tradisional juga menjadi ajang strategis. Banyak kota di Indonesia telah mengadakan lomba engklek, tarik tambang, hingga panjat pinang dalam rangka Hari Anak Nasional atau peringatan kemerdekaan. Namun, acara semacam ini masih bersifat temporer. Untuk dampak jangka panjang, perlu ada program berkelanjutan yang melibatkan dinas pendidikan, budaya, hingga lembaga swadaya masyarakat dalam memperkenalkan permainan tradisional ke sekolah-sekolah dan lingkungan tempat tinggal.

BACA JUGA:Menuju Kemakmuran, Menggali Keunggulan dan Potensi Pertanian Sawit

Dalam prosesnya, permainan tradisional juga bisa dimodifikasi agar lebih menarik. Misalnya, membuat papan congklak dari bahan daur ulang, atau mengadaptasi petak umpet dengan unsur edukasi seperti teka-teki atau pengetahuan lokal. Dengan kreativitas, permainan ini bisa terasa segar tanpa kehilangan ruh aslinya.

Yang tak kalah penting adalah peran keluarga. Anak yang tumbuh di rumah dengan budaya bermain yang sehat akan lebih mudah menerima nilai-nilai positif dari permainan tradisional. Orang tua perlu menjadi contoh yang membatasi penggunaan gadget, menyediakan waktu bermain aktif, dan membangun kebiasaan bermain yang sehat bersama anak.

Menghidupkan kembali permainan tradisional adalah investasi dalam warisan budaya dan kesehatan generasi masa depan. Dalam dunia yang serba digital, keseimbangan menjadi kunci. Permainan tradisional bukan hanya alat hiburan, tapi juga sarana untuk membangun kepekaan sosial, kekayaan budaya, dan kecerdasan emosional anak-anak Indonesia.

BACA JUGA:Babat Goreng Sultan, Rahasia Kelembutan dan Aroma Sedap yang Menggoda

BACA JUGA:Rahasia Simpan Buah Potong di Kulkas: 3 Cara Mudah Agar Tidak Cepat Kering

Referensi:

• Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2023). Pelestarian Permainan Tradisional Indonesia.

• UNICEF Indonesia. (2024). “Dampak Gadget terhadap Perkembangan Anak dan Pentingnya Aktivitas Fisik.”

• Kompas.com. (2023). “Mengangkat Kembali Permainan Tradisional di Sekolah Dasar.”

• CNN Indonesia. (2022). “Festival Permainan Tradisional: Mengenalkan Budaya Lewat Cara Menyenangkan.”

• Hidayat, R. (2021). Psikologi Anak dan Permainan Tradisional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan