Fenomena Side Hustle di Kalangan Milenial Tren atau Kebutuhan

Fenomena Side Hustle di Kalangan Milenial Tren atau Kebutuhan.--screnshoot dari web

KORANRM.ID - Di era digital yang serba cepat dan penuh ketidakpastian ekonomi, generasi milenial tak lagi mengandalkan satu sumber penghasilan saja. Munculnya fenomena side hustle—atau pekerjaan sampingan di luar pekerjaan utama—menjadi realita yang semakin populer. Bagi banyak milenial, side hustle bukan sekadar pilihan, tetapi sebuah kebutuhan yang lahir dari gaya hidup urban, keinginan finansial yang lebih besar, dan kenyataan bahwa gaji pokok sering kali belum cukup memenuhi tuntutan hidup saat ini.

Side hustle dapat berupa berbagai macam kegiatan produktif: menjadi freelance desainer, membuka toko daring di marketplace, menjadi content creator, affiliate marketer, hingga driver ojek online atau tutor privat. Kemudahan teknologi membuat siapa pun bisa memulai side hustle dengan modal minim, bahkan hanya berbekal ponsel dan internet. Platform seperti Tokopedia, Instagram, TikTok, atau Fiverr menjadi lahan subur bagi generasi milenial untuk membangun pendapatan tambahan dari passion maupun keterampilan pribadi.

BACA JUGA:Rahasia Bikin Bakwan Udang Renyah Dan Kriuk Serta Anti Gagal Tanpa Menyerap Minyak Ini Resepnya

Menurut laporan LinkedIn dan Deloitte tahun 2024, lebih dari 60% milenial di Asia Tenggara memiliki side hustle aktif, dengan alasan utama: menambah penghasilan (73%), mengembangkan hobi atau minat (51%), dan mengejar kebebasan finansial (44%). Data ini menunjukkan bahwa dorongan melakukan pekerjaan sampingan bukan hanya karena tren, tetapi juga kebutuhan finansial dan aktualisasi diri yang nyata.

Fenomena ini juga tak lepas dari perubahan paradigma terhadap pekerjaan. Milenial lebih fleksibel, cenderung tidak ingin terkunci dalam sistem kerja 9-to-5 yang kaku. Mereka mendambakan otonomi, fleksibilitas waktu, dan pekerjaan yang bermakna. Side hustle menjembatani semua keinginan tersebut. Bahkan tak jarang, pekerjaan sampingan yang awalnya hanya iseng-iseng bisa berkembang menjadi bisnis utama yang jauh lebih menjanjikan dibanding pekerjaan tetap mereka sebelumnya.

BACA JUGA:Transpormasi Pendidikan Era Digital

BACA JUGA:Layanan BPJS Makin Digital Panduan Akses Kesehatan Lewat Aplikasi Mobile

Namun, popularitas side hustle juga datang dengan tantangan tersendiri. Banyak milenial harus menghadapi kelelahan fisik dan mental karena membagi energi antara pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan. Jika tidak dikelola dengan baik, side hustle bisa menjadi sumber stres baru. Jam kerja yang panjang, kurang tidur, hingga berkurangnya waktu bersama keluarga atau pasangan adalah risiko nyata yang harus dihadapi. Work-life balance pun menjadi isu penting yang harus dipertimbangkan oleh para pelaku side hustle.

Di sisi lain, hadirnya side hustle turut memberi dampak positif bagi ekonomi nasional. Dengan bertambahnya pelaku usaha mikro atau freelancer, terjadi peningkatan aktivitas ekonomi digital, penciptaan lapangan kerja baru secara informal, hingga tumbuhnya jiwa kewirausahaan di kalangan anak muda. Pemerintah pun mulai melihat tren ini sebagai sesuatu yang potensial dan perlu difasilitasi melalui pelatihan UMKM digital, kemudahan akses permodalan, serta regulasi pajak yang adaptif terhadap model kerja fleksibel.

BACA JUGA:Gubernur Era Digital Ketika Pemimpin Daerah Melek Teknologi dan Data

Kita juga bisa melihat transformasi mindset: dari generasi pekerja menjadi generasi pembelajar dan pencipta peluang. Milenial kini tidak hanya mengejar gaji bulanan, tetapi juga memikirkan investasi, tabungan jangka panjang, dan potensi membangun bisnis sendiri. Mereka terbiasa multitasking, beradaptasi cepat dengan tren, dan mengembangkan personal branding sebagai nilai jual di pasar bebas.

BACA JUGA:Digitalisasi Pemerintahan Daerah Siapa Gubernur Paling Inovatif Tahun Ini

Dalam konteks sosial, side hustle mencerminkan semangat mandiri dan respons terhadap sistem ekonomi yang dinilai belum selalu adil. Kenaikan harga kebutuhan pokok, mahalnya properti, hingga tekanan gaya hidup urban mendorong anak muda untuk mencari cara agar tetap bisa bertahan sekaligus berkembang. Bagi sebagian orang, side hustle bukan sekadar pemasukan tambahan, tetapi alat untuk mencapai mimpi yang tidak bisa dicapai lewat pekerjaan tetap saja.

Fenomena ini juga memicu lahirnya komunitas dan ekosistem baru. Banyak milenial saling berbagi pengalaman melalui forum, kelas daring, bahkan menciptakan kolaborasi kreatif antarpelaku side hustle. Solidaritas ini menjadi kekuatan baru di tengah dunia kerja yang makin kompetitif.

BACA JUGA:CBDC vs Crypto Persaingan Mata Uang Digital di Panggung Global

Pada akhirnya, apakah side hustle hanya tren sesaat atau kebutuhan jangka panjang? Jawabannya mungkin keduanya. Ia lahir dari konteks ekonomi dan sosial hari ini, tapi akan terus bertransformasi mengikuti dinamika zaman. Yang jelas, side hustle telah menjadi identitas baru milenial—generasi yang tak takut mencoba, tak hanya bergantung pada satu pintu rezeki, dan berani menciptakan peluang di tengah tantangan.

Referensi:

• Deloitte Southeast Asia (2024). Millennials and the Changing Workforce.

• LinkedIn Opportunity Index (2023). The Rise of Side Hustles in Asia.

• McKinsey & Company (2022). Freelancing and the Future of Work.

• Katadata Insight Center (2023). Tren Ekonomi Kreatif dan Digital di Indonesia.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan