Transpormasi Pendidikan Era Digital

Transpormasi Pendidikan Era Digital --screnshoot dari web
KORANRM.ID - Kemampuan berpikir kritis dan bersikap bijak harus menjadi perhatian utama dalam menghadapi transformasi pendidikan di era digital. Terutama dalam menghadapi informasi yang tak terbatas seperti sekarang. Hal ini menjadi bahasan utama mengenai arah pendidikan di era kecerdasan buatan (digital) disrupsi digital pada Konferensi Pendidikan Indonesia di Dinas Pendidikan Jakarta beberapa waktu lalu. Adapun narasumber yang hadir dalam kegiatan itu, adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ul Haq, Menteri Komunikasi Digital, kemudian Ketua Dewan Pembina Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan, Najeela Shihab.
BACA JUGA:Teracora Warrior, Mengungkap Misteri Prajurit Terakota Xian, China
BACA JUGA:Dinas Lingkungan Hidup Temukan Solusi Terkait Pasukan Kuning
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ul Haq, menyebut sebagai penguatan terhadap pendekatan lintas sektor dalam penyelenggaraan pendidikan. Mereka ingin membangun partisipasi semesta artinya semua pihak terlibat di dalamnya. Mereka juga sering menekankan bahwa keberhasilan program kementerian tidak bisa terlepas dari kolaborasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan juga kelompok masyarakat. Karena urusan pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Selain itu, dia menyoroti tantangan yang ada di era disrupsi digital, dimana masyarakat Indonesia sangat antusias menyambut perkembangan kecerdasan buatan. Namun tingkat literasi digital masih tergolong rendah. "Dalam konteks ini kita melihat bagaimana relevansi penerapan pembelajaran mendalam (deep learning) sebagai pendekatan pembelajaran di sekolah-sekolah," ungkapnya.
BACA JUGA:Daun Sambung Nyawa Bisa Hempaskan Penyakit Maag Hingga Kolestrol Tinggi, Simak!
BACA JUGA:Rivan Nurmulki Kembali ke Timnas, Inilah Agenda Terdekat
Lanjutnya, pembelajaran mendalam yang akan diterapkan pada ajaran baru adalah bagian dari upaya besar Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk menumbuhkan budaya berpikir kritis. Selanjutnya, Kemendikdasmen juga mendorong pembelajaran koding dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) di sekolah yang akan diterapkan di ajaran baru sebagai mata pelajaran pilihan, yaitu bisa sebagai mata pelajaran terpisah atau terintegrasi atau bisa juga sebagai ekstrakurikuler. "Intinya pembelajaran koding dan kecerdasan buatan adalah mengajari anak-anak kita dengan computational thinking. Yaitu berpikir menggunakan data. Siswa dilatih untuk punya etika dan bertanggung jawab ketika menggunakan kecerdasan buatan" paparnya.
BACA JUGA:TPKK Ketahanan Pangan Manjuto Jaya Diberi Pelatihan
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid juga menekankan bahwa digitalisasi pendidikan dapat berperan sebagai penyeimbang terhadap dampak negatif penggunaan teknologi digital di kalangan anak-anak. "Kita meyakini kalau sektor pendidikan ini terdigitalisasi, mereka malah menjadi pengguna digital yang lebih cerdas. Dengan kita biasakan untuk menggunakan digital dalam kerangka pendidikan, itu justru dapat mereduksi sisi negatifnya," jelasnya.
Meutya juga menyoroti urgensi regulasi nasional yang mengatur usia minimal penggunaan media sosial dan perlunya kolaborasi lintas sektor agar kebijakan ini berdampak nyata di sekolah dan daerah. "Sebanyak 48 persen pengguna internet di Indonesia adalah anak-anak di bawah 18 tahun. Mereka tersasar perundungan, pornografi dan judi online. Ini yang buat kita merasa bahwa kita harus membuat regulasi di tingkat pemerintah pusat. Dimana negara kita akan menerapkan penundaan usia dengan klasifikasi 13, 16 dan 18 tahun," sampainya.