Iuran BPJS Naik Ini Alasan dan Dampaknya Bagi Masyarakat

Iuran BPJS Naik Ini Alasan dan Dampaknya Bagi Masyarakat.--screnshoot dari web

KORANRM.ID - Memasuki tahun 2025, isu kenaikan iuran BPJS Kesehatan kembali menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Rencana ini bukan tanpa sebab. Pemerintah dan BPJS Kesehatan menghadapi tekanan besar dari sisi pembiayaan akibat meningkatnya pemanfaatan layanan kesehatan nasional. Sementara jumlah peserta terus bertambah, kebutuhan pembiayaan layanan kesehatan juga melonjak, memaksa pemerintah untuk mengambil langkah strategis demi menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Namun, rencana ini tentu menimbulkan pro dan kontra, terutama di kalangan peserta mandiri dan kelompok rentan.

Salah satu alasan utama kenaikan iuran BPJS adalah meningkatnya defisit anggaran lembaga ini. Dalam beberapa tahun terakhir, BPJS Kesehatan harus menanggung beban keuangan yang tidak seimbang antara pendapatan iuran dan pembayaran klaim layanan kesehatan. Misalnya, pada tahun 2024, defisit dilaporkan mencapai lebih dari Rp12 triliun. Ini terjadi seiring melonjaknya kunjungan peserta ke fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS. Pada 2014, hanya sekitar 250 ribu kunjungan per hari. Namun, di 2024, angka tersebut melonjak hingga hampir 1,8 juta per hari. Angka tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sangat mengandalkan layanan BPJS, namun beban biaya yang dihasilkan dari pemanfaatan layanan tersebut terus meningkat jauh di atas proyeksi awal.

BACA JUGA:USG, Jendela Menuju Kesehatan Ibu dan Janin

BACA JUGA:Nasi Tutug Oncom Lebih dari Sekadar Nasi, Sebuah Warisan Rasa Sunda

Faktor lain yang turut mendorong wacana kenaikan iuran adalah dominasi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai oleh negara. Lebih dari 60% peserta BPJS Kesehatan termasuk dalam kategori PBI, artinya mereka tidak membayar iuran sendiri. Hal ini menyebabkan ketimpangan dalam pembiayaan, karena beban pelayanan yang digunakan oleh kelompok ini tidak sebanding dengan iuran yang dibayarkan. Kondisi ini diperparah oleh masih rendahnya kontribusi dari peserta mandiri, yang seringkali menunggak atau berhenti membayar ketika tidak sedang sakit.

Selain itu, implementasi kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang direncanakan akan diberlakukan penuh pada pertengahan 2025 juga menjadi salah satu pertimbangan dalam penyesuaian iuran. Kebijakan KRIS menghapus sistem kelas 1, 2, dan 3 di rumah sakit dan menggantikannya dengan satu standar layanan yang setara untuk semua peserta. Untuk memastikan layanan KRIS berjalan dengan kualitas fasilitas yang merata dan memadai, tentu dibutuhkan pendanaan yang tidak sedikit. Karena itu, penyesuaian iuran dianggap perlu agar tidak mengorbankan mutu pelayanan di masa transisi ini.

Bagi masyarakat, wacana kenaikan iuran ini tentu menjadi beban tersendiri. Terutama peserta mandiri yang selama ini harus membayar iuran rutin tanpa subsidi. Banyak dari mereka merasa bahwa kenaikan iuran tidak sebanding dengan pelayanan yang mereka dapatkan. Keluhan umum mencakup lamanya antrean, keterbatasan obat, hingga kesulitan mendapat rujukan. Kenaikan iuran yang tidak diimbangi dengan peningkatan mutu layanan dikhawatirkan akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem BPJS itu sendiri.

BACA JUGA:Rahasia 4 Teknik Menggoreng Anti Empela: Bebas Minyak Meletup dan Lebih Aman di Dapur!

Di sisi lain, para pengamat kebijakan kesehatan menilai bahwa kenaikan iuran sebenarnya wajar selama pemerintah mampu menjamin transparansi dan peningkatan kualitas pelayanan. Iuran yang lebih besar bisa membuka peluang untuk pengembangan sistem teknologi informasi yang lebih baik, peningkatan kesejahteraan tenaga medis, hingga penambahan mitra fasilitas kesehatan di daerah tertinggal. Ini semua penting agar layanan BPJS tidak hanya bisa diakses, tetapi juga bisa diandalkan dalam situasi darurat maupun untuk kebutuhan kesehatan jangka panjang.

Dampak lain yang perlu diperhatikan adalah potensi lonjakan peserta yang menunggak iuran. Saat iuran naik, sebagian peserta berisiko keluar dari sistem atau memilih untuk tidak membayar secara rutin. Ini bisa menciptakan lubang baru dalam sistem pembiayaan dan memperburuk masalah keberlanjutan yang sebenarnya ingin diatasi dengan kenaikan iuran. Oleh karena itu, perlu ada strategi pengawasan yang ketat, edukasi publik yang masif, dan mekanisme bantuan untuk peserta rentan yang tidak termasuk PBI.

BACA JUGA:Turunkan Gula Darah Secara Alami dengan 3 Minuman Pagi Ini, Sudah Coba?

Hingga saat ini, belum ada keputusan resmi soal berapa besar kenaikan iuran yang akan diterapkan. Namun, beberapa wacana yang beredar menyebutkan kemungkinan kenaikan sekitar 15-25% dari iuran sebelumnya, tergantung dari kelas dan segmen kepesertaan. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan sedang menyusun formula yang dianggap paling ideal dan adil untuk semua pihak.

Kunci utama agar kebijakan ini diterima masyarakat terletak pada transparansi dan komunikasi publik yang baik. Pemerintah harus menjelaskan secara terbuka alasan kenaikan, alokasi dana, serta target peningkatan layanan yang akan dicapai. Lebih dari itu, pemerintah juga harus menjamin bahwa peserta tidak lagi mengalami diskriminasi pelayanan hanya karena berasal dari kelas atau segmen tertentu. Prinsip utama dari BPJS Kesehatan adalah gotong royong. Selama prinsip ini tetap dijaga, dan iuran yang dibayarkan benar-benar kembali ke masyarakat dalam bentuk layanan yang bermutu, maka kepercayaan publik akan tetap bisa dipertahankan.

BACA JUGA:Tak Hanya untuk Masakan, Ini 6 Manfaat Kesehatan Ketumbar yang Jarang Diketahui

BACA JUGA:3 Cara Ampuh Bersihkan Wadah Plastik dengan Bahan Alami, Bebas Bau Tak Sedap!

Referensi:

• Brilio.net. “Iuran BPJS Bakal Naik Pada 2025? Ini Penyebab, Dampak dan Ketentuannya.” 2024.

• Kompasiana. “Iuran Naik, Mengapa BPJS Kesehatan Terancam Krisis di 2025?”

• Goodstats.id. “Isu Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan 2025.”

• Antara News. “Iuran BPJS Kesehatan Kelas 1-2-3 Berubah di 2025, Ini Penjelasannya.”

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan