Sejarah Bedug dan Tradisi Ramadhan di Indonesia Dari Masa ke Masa

Sejarah Bedug dan Tradisi Ramadhan di Indonesia Dari Masa ke Masa--screnshoot dari web

KORANRM.ID - Bedug telah menjadi salah satu simbol budaya Islam di Indonesia, terutama dalam menyambut waktu sholat dan bulan suci Ramadhan. Suara bedug yang menggema di masjid atau mushola menandakan waktu berbuka puasa, sahur, dan sholat, menciptakan suasana khas yang dirindukan setiap tahunnya. Namun, bagaimana sebenarnya sejarah bedug, dan bagaimana tradisi Ramadhan di Indonesia berkembang dari masa ke masa?

Sejarah bedug di Indonesia tidak lepas dari pengaruh budaya pra-Islam. Alat musik ini sebenarnya berasal dari tradisi Hindu-Buddha yang telah ada di Nusantara sebelum masuknya Islam. Pada masa kerajaan Hindu-Buddha seperti Majapahit dan Sriwijaya, bedug digunakan dalam upacara keagamaan dan sebagai alat komunikasi di lingkungan kerajaan. Ketika Islam mulai menyebar di Indonesia pada abad ke-13 hingga ke-16 melalui para pedagang dan ulama, budaya lokal seperti penggunaan bedug diadaptasi untuk keperluan ibadah. Wali Songo, khususnya Sunan Kalijaga, berperan besar dalam mengintegrasikan bedug ke dalam tradisi Islam. Bedug digunakan untuk menandai waktu sholat dan menyerukan umat Muslim untuk datang ke masjid, melengkapi adzan yang dikumandangkan oleh muadzin.

BACA JUGA:Anggrek Bulan, Pesona Puspa Pesona Tanah Air yang Memikat Dunia

BACA JUGA:Komodo Lebih dari Sekadar Naga, Fakta-Fakta Menakjubkan Sang Predator

Selama bulan Ramadhan, tradisi pemukulan bedug semakin menonjol. Selain sebagai penanda waktu berbuka dan sahur, bedug juga dimainkan dalam berbagai acara keagamaan dan budaya, seperti takbiran menjelang Idul Fitri. Tradisi ini masih bertahan hingga sekarang, meskipun di beberapa tempat sudah mulai berkurang seiring dengan perkembangan teknologi. Kini, banyak masjid yang menggunakan pengeras suara modern untuk mengumandangkan adzan atau pengumuman waktu berbuka. Namun, bedug tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Islam Nusantara dan sering digunakan dalam perayaan besar keagamaan.

BACA JUGA:Kepiting Black Pepper Dewa, Resep Rahasia Menggoda Selera yang Bikin Nagih!

Selain bedug, Indonesia juga memiliki berbagai tradisi Ramadhan yang unik dan berkembang dari generasi ke generasi. Salah satunya adalah tradisi ngabuburit, yaitu kegiatan menunggu waktu berbuka dengan berbagai aktivitas, seperti berjalan-jalan, berburu takjil, atau mengikuti pengajian. Tradisi ini telah ada sejak lama dan masih terus dilakukan di berbagai daerah. Di Jawa, ada megengan, yaitu tradisi menyambut Ramadhan dengan doa bersama dan makan ketan atau apem sebagai simbol permohonan ampun. Sementara di Sumatera Barat, masyarakat melakukan balimau, yakni mandi bersama di sungai atau sumber air sebagai bentuk penyucian diri sebelum memasuki bulan suci.

Di beberapa daerah lain, ada tradisi dugderan di Semarang, yang merupakan pawai meriah dengan pemukulan bedug raksasa dan pertunjukan seni budaya untuk menandai datangnya Ramadhan. Di Gresik, Jawa Timur, masyarakat melakukan maleman, yaitu kegiatan pasar malam yang menjual berbagai kebutuhan Ramadhan dan Lebaran. Tradisi lain yang tak kalah menarik adalah padusan di Yogyakarta, yang mirip dengan balimau di Sumatera Barat, yaitu mandi di sumber mata air sebagai simbol penyucian diri menjelang puasa.

BACA JUGA:Head to Head Indonesia Vs Bahrain

Seiring perkembangan zaman, banyak dari tradisi Ramadhan di Indonesia mulai beradaptasi dengan kemajuan teknologi dan perubahan sosial. Jika dahulu bedug menjadi satu-satunya penanda waktu sholat dan berbuka, kini ada aplikasi adzan dan jadwal imsakiyah yang dapat diakses melalui smartphone. Namun, warisan budaya seperti bedug dan tradisi Ramadhan tetap bertahan karena memiliki nilai sejarah dan spiritual yang dalam bagi masyarakat Muslim Indonesia. Tradisi ini tidak hanya memperkaya identitas Islam di Nusantara tetapi juga mempererat hubungan sosial dan kebersamaan umat Muslim dalam menjalankan ibadah puasa.

Referensi:

• Ricklefs, M.C. (2008). A History of Modern Indonesia Since c.1200. Stanford University Press.

• Azra, A. (2004). The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia. Allen & Unwin.

• Woodward, M. (2011). Java, Indonesia and Islam. Springer.

• Nasution, H. (2013). Islam and Indonesian Culture. Gadjah Mada University Press.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan