radarmukomukobacakoran.com - Awal penggunaan kartu merah dan kartu kuning bermula dari kekacauan ketika piala Dunia 1992 di Chili, Pemain tidak semua memahami kata wasit dengan menggunakan bahasa Ingris.
Kisah ini bermula dari Piala Dunia 1962 di Chili, saat sebuah pertandingan antara Chili dan Italia berubah menjadi kacau. Ken Aston, seorang wasit asal Inggris, mengalami kesulitan ketika harus memberikan hukuman kepada pemain yang tidak mengerti bahasa Inggris. Situasi ini mencapai puncaknya ketika ia harus mengeluarkan Giorgino Ferrini, pemain Italia, dari lapangan karena pelanggaran berat. Namun, Ferrini tidak memahami instruksi Aston dan terus bermain dengan sikap yang semakin arogan, hingga akhirnya polisi harus turun tangan untuk mengeluarkannya dari lapangan. Kejadian ini membuat Aston berpikir keras. Inspirasi datang saat ia melihat lampu lalu lintas saat dalam perjalanan pulang. Warna-warna lampu-merah, kuning, dan hijau-dipahami oleh semua orang, meskipun mereka berasal dari latar belakang bahasa yang berbeda. Dari situ, Aston mengusulkan penggunaan kartu kuning sebagai peringatan serius bagi pemain untuk tidak mengulangi kesalahan, dan kartu merah sebagai sanksi berat yang mengharuskan pemain meninggalkan lapangan. Usulan ini diterima dengan baik dan mulai diterapkan, mengubah cara wasit mengkomunikasikan keputusan mereka kepada pemain dari berbagai negara. Sejak itu, kartu kuning dan merah telah menjadi bagian integral dari permainan sepak bola, tidak hanya sebagai alat disiplin, tetapi juga sebagai simbol universal yang dipahami oleh semua pemain, pelatih, dan penonton di seluruh dunia. Dengan adanya kartu ini, sepak bola menjadi lebih teratur dan adil, memungkinkan pemain untuk fokus pada keahlian dan strategi permainan daripada kesalahpahaman yang bisa memicu konflik. Kini, setiap kali seorang wasit mengeluarkan kartu dari sakunya, kita diingatkan akan kontribusi Ken Aston yang tak ternilai dalam sejarah sepak bola. Penggunaan kartu kuning dan merah pertama kali diperkenalkan pada Piala Dunia 1970 di Meksiko, delapan tahun setelah insiden yang memicu ide tersebut. Pertandingan yang dikenal sebagai “Battle of Santiago” pada tahun 1962 menjadi titik balik penting dalam sejarah sepak bola, yang kemudian mengarah pada implementasi sistem kartu yang kita kenal saat ini. Sistem kartu ini tidak hanya memudahkan komunikasi antara wasit dan pemain, tetapi juga meningkatkan standar disiplin dalam permainan. Pemain kini lebih sadar akan konsekuensi dari tindakan mereka di lapangan, dan wasit memiliki alat yang efektif untuk menjaga ketertiban pertandingan. Kartu kuning diberikan sebagai peringatan terakhir bagi pemain yang melakukan pelanggaran keras atau tindakan yang mencederai sportivitas. Jika seorang pemain mendapatkan dua kartu kuning dalam satu pertandingan, maka ia akan otomatis menerima kartu merah, yang berarti ia harus meninggalkan lapangan. Kartu merah sendiri dikeluarkan untuk pelanggaran yang sangat fatal atau tindakan tidak sportif yang ekstrem, mengharuskan pemain yang bersangkutan untuk keluar dari lapangan dan meninggalkan timnya. Perubahan ini telah membawa dampak yang signifikan terhadap cara permainan sepak bola dimainkan dan dinikmati oleh jutaan orang di seluruh dunia. Dari ide sederhana yang lahir dari pengamatan lampu lalu lintas, Ken Aston telah memberikan warisan abadi yang terus mempengaruhi permainan sepak bola hingga hari ini.* Artikel ini dilansir dari berbagai sumber: https://tirto.id/kartu-merah-kuning-hijau-dalam-sepakbola-bUU3.
Kategori :