Tutup Mata

Sahad Abdullah--

Opini Oleh: Sahad Abdullah 

MUKOMUKO dikenal sebagai kabupaten yang aman, nyaman dan damai. Tindak Kriminal yang ada di Kabupaten Mukomuko, masih kelas teri. Pencurian warung, HP, sekali-kali motor dan sapi. 

Benarkah Mukomuko seindah itu? Terkait hal ini, saya memiliki pandangan tersendiri. Di Mukomuko terjadi tindak kejahatan yang masif. Diduga yang menjadi pelakunya, oknum warga, oknum pengusaha, oknum pejabat atau mantan pejabat, serta kerabat pejabat, hingga oknum penegak hukum.

Kejahatan tersebut berupa perambahan Hutan Produksi -HP- maupun Hutan Produksi Terbatas-HPT-. Perusakan hutan ada yang berupa pencurian kayu ada juga perambahan untuk dijadikan kebun. Tindak kejahatan ini sudah berlangsung sejak belasan tahun lalu, terjadi secara terang-terangan, serta terjadi sepanjang waktu. 

BACA JUGA:Residivis Curanmor Ditangkap Lagi, Inilah Kasus Terbaru

Kenapa mereka begitu nyaman dan aman merusak hutan negara. Kemana aparat penegak hukum yang digaji oleh negara untuk membrantas kejahatan? Apa saja yang dilakukan oleh pejabat dan pegawai yang diberitugas menjaga hutan? Apakah mereka tidak tahu ada kejahatan ini, ataukah mereka sengaja tutup mata? Atau....

Sekali-kali dilakukan patroli hutan oleh tim gabungan. Ada TNI, Polri, Polhut, serta pihak terkait lainnya. Ketika ditemukan adanya jejak perambahan, HPT sudah menjadi kebun sawit, hanya sebatas dijadikan catatan untuk laporan.

Kalau ditanya kenapa tidak ada tindakan lebih lanjut? Jawabannya sudah bisa ditebak "Kami tidak menemukan pelakunya". Begitu sulitkah mengungkap pelaku kejahatan hutan? Aparat penegak hukum mampu mengungkap dan menangkap bandar Narkoba, yang bekerja secara sembunyi-sembunyi, tapi tidak mampu mengungkap pelaku perambahan hutan, yang dilakukan secara terang-terangan. Entahlah. 

BACA JUGA:Selain Komix, Ada Lagi Penyalahgunaan Obat

Merambah HPT, bukan masalah urusan perut. Tapi sudah urusan nafsu duniawi. Pelaku perambahan hutan, bukan orang miskin. Mereka adalah orang-orang yang berkantong tebal. Buktinya, mereka mampu mendatangkan alat berat untuk membuat jalan atau teras siring kebun. Mereka merambah hutan demi mengejar kenikmatan dunia. 

Bagaimana dengan hasil yang didapat dari merambah hutan negara ini, halalkah? Barangkali kali ada diantara mereka yang menggunakan hasil ini untuk menafkahi keluarga, sedekah, barangkali untuk biaya umrah dan naik haji. Saya ingat ceramah dari kyai sejuta umat, almarhum Zainuddin, MZ. Beliau mengatakan "Air najis tidak bisa menyucikan".

BACA JUGA:Ini Penyebab DD Tambahan Lalang Luas Belum Direalisasikan

Luas HPT dan HP di Mukomuko 78.000 hektare. Dari luas tersebut, sekitar 70 persen, 54.600 hektare sudah rusak dan menjadi kebun sawit. Jika mereka tetap tutup mata, entah bagaimana nasib HPT yang tersisa. Hancur. Jika hutan habis, ketika terjadi bencana banjir dan kekeringan, yang merasakan dampaknya bukan hanya pelaku perambahan saja, tapi kita semua, masyarakat Mukomuko.*

Tag
Share