Vonis Ringan Harvey Moeis Picu Kekecewaan Publik, Mahfud MD: "Menusuk Rasa Keadilan!"
Vonis Ringan Harvey Moeis Picu Kekecewaan Publik, Mahfud MD Menusuk Rasa Keadilan.--screnshoot dari web
radarmukomukobacakoran.com-Publik dihebohkan dengan vonis ringan yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi tata niaga timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun. Mahfud MD, mantan Menko Polhukam, secara tegas menyatakan kekecewaannya dan menyebut vonis tersebut "menusuk rasa keadilan masyarakat."
Harvey Moeis, yang sebelumnya menjabat sebagai petinggi di PT Refined Bangka Tin (RBT), divonis 6,5 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar. Vonis ini jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang menuntut Harvey dengan hukuman 12 tahun penjara.
"Saya merasa itu menusuk rasa keadilan masyarakat ya," tegas Mahfud MD saat ditemui di kantornya, Kamis (26/12/2024). "Bagaimana mungkin pelaku korupsi yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun hanya dihukum 6,5 tahun? Ini sungguh tidak adil!"
BACA JUGA:Warga Kampung Dalam Terancam Hukuman 20 Tahun Penjara, Ini Kasusnya
BACA JUGA:FIFA Siapkan Hukuman, Media China Khawatir Timnas Indonesia Berprestasi di Kandang Jepang
Mahfud juga mempertanyakan peran jaksa dalam kasus ini. Menurutnya, tuntutan 12 tahun penjara yang diajukan jaksa terlalu rendah mengingat besarnya kerugian negara. "Baru kali ini ada pelaku korupsi yang didakwa rugikan negara Rp 300 triliun hanya dituntut 12 tahun penjara," ujar Mahfud.
Ia juga menepis klaim bahwa kerugian Rp 300 triliun itu hanya "potensi". "Angka tersebut adalah kerugian konkret yang dihitung Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus)," tegas Mahfud. "Artinya uang konkret yang dicuri dari negara. Hanya dikabulkan perampasannya Rp 210 (miliar) ditambah denda Rp 1 miliar berarti Rp 211 (miliar). Ini sungguh tidak adil!"
Mahfud juga menyoroti jumlah uang pengganti yang dibebankan kepada Harvey, yang hanya sekitar 0,07 persen dari total kerugian negara. "Tidak sampai setengah persen. Anda bayangkan itu," ujarnya.
Vonis ringan ini memicu perdebatan mengenai konsistensi dan keadilan dalam penanganan perkara korupsi berskala besar di Indonesia. Banyak pihak yang menilai bahwa vonis ini tidak mencerminkan rasa keadilan dan tidak memberikan efek jera bagi pelaku korupsi lainnya.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat sebelumnya menyatakan Harvey Moeis bersalah dalam kasus korupsi tata niaga timah dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Namun, hakim menilai tuntutan 12 tahun penjara dari jaksa terlalu berat, mengingat Harvey tidak memiliki kedudukan struktural di PT Refined Bangka Tin (RBT) dan tidak berwenang mengambil keputusan kerja sama dengan PT Timah Tbk.
BACA JUGA:Ini Keputusan Hukuman 7 Terdakwa RSUD Mukomuko, Uang Pengganti Terbesar Dan Terkecil Ada Disini
BACA JUGA:Kontroversi Hukuman Cambuk di Aceh: Asal Usul, Implementasi, dan Dampaknya
"Menimbang bahwa tuntutan pidana penjara selama 12 tahun penjara terhadap diri terdakwa Harvey Moeis majelis hakim mempertimbangkan tuntutan pidana penjara tersebut terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa sebagaimana kronologis perkara," kata Ketua Majelis Hakim, Eko, dalam sidang, Senin (23/12/2024).
Vonis ringan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam kasus korupsi. Publik berharap agar kasus ini menjadi pelajaran penting bagi penegak hukum untuk lebih tegas dalam menjatuhkan hukuman kepada pelaku korupsi, tanpa memandang latar belakang dan posisi mereka.
Kekecewaan publik terhadap vonis ringan ini menunjukkan bahwa masyarakat menuntut keadilan dan transparansi dalam proses penegakan hukum. Vonis ini juga menjadi pengingat bahwa korupsi merupakan kejahatan yang merugikan negara dan rakyat, dan harus ditindak tegas tanpa pandang bulu.