Ubasute, Kisah Pilu Tradisi Membuang Orang Tua di Gunung Jepang
Ubasute, Kisah Pilu Tradisi Membuang Orang Tua di Gunung Jepang--Screenshot dari web
radarmukomukobacakoran.com-Jepang, negeri sakura yang dikenal dengan keindahan budayanya, menyimpan kisah kelam di balik tradisi kuno yang dikenal sebagai Ubasute. Tradisi ini mengisahkan praktik memilukan, di mana orang tua lanjut usia yang dianggap menjadi beban, dibuang di gunung terpencil untuk mati.
BACA JUGA:Nepal: Negeri Atap Dunia Dengan Tradisi Unik Paling Toleran
BACA JUGA: Bambu Gila Tradisi Unik Masyarakat Maluku yang Menakjubkan
BACA JUGA:Kratom Tumbuhan yang Di Gunakan Untuk Keperluan Pengobatan Tradisional, Simak Penjelsanya di sini!
BACA JUGA:Menjelajahi Tradisi Unik Suku Mangbetu, Mengikat Kepala Anak Agar Berbentuk Lonjong
Ubasute: Sebuah Kisah Kejam di Balik Keindahan Alam
Ubasute, yang berarti "membuang", adalah praktik yang diyakini telah berlangsung di Jepang selama berabad-abad. Tradisi ini muncul di tengah kondisi geografis dan sosial yang sulit. Jepang, dengan medan pegunungan yang terjal dan sumber daya yang terbatas, membuat kehidupan masyarakat menjadi keras.
Ketika usia lanjut tiba, orang tua yang tak lagi mampu bekerja menjadi beban bagi keluarga. Di tengah keterbatasan sumber daya dan budaya yang mementingkan produktivitas, muncullah praktik Ubasute, yang dianggap sebagai cara untuk meringankan beban keluarga dan menyelamatkan sumber daya untuk generasi muda.
Kisah Tragis yang Terukir dalam Literatur
Tradisi Ubasute telah menjadi inspirasi bagi banyak cerita rakyat dan karya sastra Jepang. Kisah-kisah ini menggambarkan kesedihan dan keputusasaan yang dialami oleh orang tua yang dibuang, serta dilema moral yang dihadapi oleh anak-anak mereka.
Salah satu kisah yang paling terkenal adalah cerita rakyat "Ubasuteyama" yang menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang terpaksa membuang ibunya di gunung. Cerita ini menggambarkan rasa sakit dan penyesalan yang mendalam yang dialami oleh anak laki-laki itu, serta kekejaman tradisi yang memaksanya untuk melakukan hal tersebut.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Ubasute
• Keterbatasan Sumber Daya: Kondisi geografis dan sumber daya yang terbatas di Jepang membuat masyarakat kesulitan untuk menopang kebutuhan orang tua lanjut usia yang tak lagi produktif.
• Budaya Menghormati Produktivitas: Budaya Jepang yang mementingkan produktivitas membuat orang tua yang tak lagi bekerja dianggap sebagai beban.
• Kepercayaan terhadap Kematian: Beberapa kepercayaan spiritual di Jepang menganggap kematian sebagai proses alami dan tidak perlu ditakutkan.
• Keterbatasan Medis: Pada masa lampau, pengobatan medis masih terbatas, sehingga penyakit dan usia lanjut menjadi ancaman serius bagi kehidupan.
Ubasute: Suatu Praktik yang Dipertanyakan
Tradisi Ubasute telah menjadi topik perdebatan yang panjang dan kontroversial. Beberapa orang berpendapat bahwa praktik ini adalah bukti kekejaman manusia, sementara yang lain berpendapat bahwa praktik ini merupakan bentuk keputusasaan yang dilakukan di tengah kondisi yang sulit.
Ubasute: Kisah Masa Lalu yang Menginspirasi Refleksi
Meskipun praktik Ubasute telah lama ditinggalkan, kisah ini tetap menjadi pelajaran berharga bagi kita. Tradisi ini mengingatkan kita tentang pentingnya menghormati orang tua dan menjaga kesejahteraan mereka, terlepas dari usia dan kondisi fisik mereka.
Kisah Ubasute juga menunjukkan betapa pentingnya untuk memahami konteks sosial dan budaya dalam memahami suatu tradisi. Meskipun praktik ini dianggap kejam, penting untuk memahami bahwa praktik ini muncul dari kondisi yang sulit dan merupakan hasil dari sistem nilai dan kepercayaan yang berlaku pada masa itu.
Ubasute adalah kisah tragis yang mengingatkan kita tentang pentingnya menghormati orang tua dan menjaga kesejahteraan mereka. Tradisi ini juga menunjukkan betapa pentingnya untuk memahami konteks sosial dan budaya dalam memahami suatu tradisi. Kisah Ubasute, meskipun menyedihkan, menjadi pelajaran berharga bagi kita untuk menghargai kehidupan dan membangun masyarakat yang lebih adil dan penuh kasih sayang.