Mengenal Budaya La Sape, Rela Hidup Miskin dan Kelaparan Demi Pakaian Mahal
Mengenal Budaya La Sape, Rela Hidup Miskin dan Kelaparan Demi Pakaian Mahal.--ISTIMEWA
radarmukomuko.bacakoran.co - Cara berpakaian memang menjadi salah satu kebutuhan serta gaya hidup. Dalam artikel kali ini kita akan membahas salah satu budaya unik. Disebut budaya La Sape, dimana penganutnya menjunjung tinggi cara berpakaian seperti model top dunia. Dilansir dari channel youtube Kabar Pedia.
Akhir-akhir ini mereka yang mengenakan pakaian mahal mewah dan berkelas di antara masyarakat yang hidup serba kekurangan ini bukanlah orang-orang kaya. Mereka juga bukan model papan atas dengan pendapatan diatas rata-rata. Meski mengenakan pakaian bermerek istrinya mereka hidup sama miskin seperti orang-orang disekitarnya.
Namun mereka adalah la sape atau mereka yang mengusung gaya hidup lah sape sebuah subkultur yang dianut oleh masyarakat kongo. Negara-negara di Afrika kerap kali diasosiasikan dengan kemiskinan terutama yang berada di kawasan Afrika Tengah seperti kongo dan Republik demokratik Kongo.
Meski demikian di tengah-tengah kemiskinan itu kita akan mudah menemukan beberapa penduduk yang mengenakan pakaian mahal mewah dan berkelas. Di antara masyarakat yang serba kekurangan mereka yang bergaya parlente mengenakan busana dengan warna yang mencolok dan terlihat sangat kontras dengan masyarakat disekitarnya.
BACA JUGA:Hari ini Pemkab Mukomuko Gelar Pasar Murah di Kantor Desa Pulai Payung Ipuh
Dan mereka disebut sebagai saveur sampai umur adalah kalangan penggila mode yang mengusung gaya hidup mahal dan boros terutama untuk pakaian budaya ini telah berlangsung secara turun-temurun dan seolah menjadi subkultur bagi masyarakat kongo. Penganutnya pun beragam mulai dari para pria dan wanita dewasa remaja hingga anak-anak. Tidak hanya itu pakaian yang dikenakan juga bukan sembarangan tetapi berasal dari brand ternama seperti Louis Vuitton Gucci dan semacamnya.
Deretan pakaian bermerk ternama tersebut digunakan sembarangan tetapi mengikuti tren fashion selayaknya model yang terpampang pada majalah mode Eropa. Baju-baju yang dimiliki adalah baju-baju asli yang dibeli secara second dengan menggunakan uang yang berasal dari pinjaman bank. Bagi yang tidak memiliki dana mereka bisa mengenakan pakaian dari jasa peminjaman baju.
Apabila salah satu diantara mereka ketahuan menggunakan barang KW atau palsu maka hal tersebut dianggap sebagai suatu penghinaan. Untuk itulah para saveur dilarang menggunakan barang KW atau palsu. Keuntungan yang didapatkan dengan menjadi penganut La Sape bukanlah uang atau barang melainkan perasaan puas diakui.
BACA JUGA:Keren! Kinerja 5 Desa ini Patut Dicontoh
Selayaknya selebritas dengan cara ini para penganut akan terlihat seperti orang sukses. Mereka tidak peduli dengan kestabilan pekerjaan dan financial. Asalkan mereka memiliki prestise sosial yang tinggi di tengah masyarakat kongo lainnya, meski susah makan karena tidak memiliki uang. Tetap mempertahankan gayanya seakan mereka tidak memiliki beban hidup. Bahkan orang-orang yang menganut budaya ini mengatakan orang yang bahagia bahkan jika tidak makan sekalipun karena mengenakan pakaian yang tepat telah memberi makan jiwa dan memberi kesenangan kepada tubuh mereka.*