Harga Kebun Sawit Mukomuko Melonjak, Banyak Peminat Sementara Lahan Nyaris Tak Tersedia
Harga Sawit di Mukomuko Naik, Petani Sambut Gembira-Harga Sawit di Mukomuko Naik, Petani Sambut Gembira-Sumber Ai
koranrm.id - Mukomuko kembali mencuri perhatian dengan lonjakan harga kebun sawit yang mencapai titik tertinggi sepanjang dekade terakhir.
Kisah para pemilik lahan menjadi cermin betapa cepatnya nilai tanah berubah, terutama di wilayah yang bersentuhan langsung dengan akses kota dan jalur transportasi utama.
Fenomena ini mengalir dari pengalaman warganya sendiri, salah satunya Lenderi, yang menuturkan bagaimana harga kebun sawit di Mukomuko kini tembus Rp300 juta per hektare, bahkan ada yang berani membayar hingga dua kali lipat untuk kebun dengan produksi matang.
Lenderi mengenang perjalanan lima tahun silam ketika ia membeli dua hektare lahan sawit di kawasan Kota Mukomuko. Saat itu, harga masih berkisar Rp70 juta per hektare angka yang kini terasa seperti bayang-bayang masa lalu.
Lahan yang ia dapatkan pun bukan kebun terbaik; sebagian pohon tidak terawat, pemupukan terhitung minim, dan produksi jauh dari optimal. Namun perubahan perlahan hadir ketika ia memutuskan untuk merawat intensif kebun tersebut, memberi pupuk secara teratur, serta melakukan perawatan tanah dan pelepah.
Dalam satu bulan, dari dua hektare itu ia pernah membawa pulang hasil panen hingga lima ton. Momentum itu pula yang membuatnya memahami mengapa harga kebun sawit kini melesat jauh dari angka lima tahun sebelumnya.
“Kalau lokasi kebunnya dekat kota dan jalan raya, wajar kalau sekarang nilainya tembus Rp300 juta per hektare,” ujarnya dengan nada yang menggambarkan realitas sekaligus rasa syukur.
Baginya, lahan yang strategis bukan sekadar tempat tumbuhnya tanaman, tetapi aset jangka panjang yang memberi hasil berkelanjutan. Ia menambahkan bahwa untuk kebun sawit miliknya saat ini, telah muncul sejumlah penawar yang berani memasang angka hingga Rp600 juta.
Penawaran ini menjadi bukti bahwa permintaan tidak hanya meningkat, tetapi juga dilakukan oleh pembeli yang benar-benar siap bertransaksi.
Fenomena melonjaknya harga kebun sawit di Mukomuko tidak berdiri sendiri. Akses infrastruktur yang kian membaik, stabilnya harga tandan buah segar (TBS) dalam beberapa tahun terakhir, serta tingginya minat investor lokal maupun luar daerah menjadi bagian dari dinamika pasar.
Wilayah yang berada dekat pusat kota cenderung memiliki nilai tambah karena memudahkan aktivitas produksi, pengangkutan hasil panen, dan perawatan kebun. Situasi ini membuat setiap hektare lahan semakin diburu, terlebih jika pemiliknya tidak punya rencana menjual dalam waktu dekat.
Lenderi menuturkan bahwa kondisi pasar saat ini berbeda jauh dari beberapa tahun lalu. “Sekarang itu pembeli banyak, yang mau jual tidak ada,” katanya. Ucapannya sederhana, namun menggambarkan pergeseran besar dalam keseimbangan permintaan dan penawaran.
Para pemilik kebun memilih mempertahankan asetnya karena potensi keuntungan jangka panjang yang terus naik, sementara para pembeli berharap menemukan lahan yang masih memungkinkan untuk diolah atau dikembangkan.
Kenaikan harga ini juga berkaitan dengan hasil produksi yang semakin terukur. Kebun yang terawat dengan baik dapat menghasilkan antara dua hingga tiga ton TBS per hektare setiap bulan, tergantung usia tanaman dan kondisi tanah.
Ketika produksi stabil dan harga TBS berada pada tingkat yang menguntungkan, lahan sawit bukan hanya aset, tetapi sumber penghasilan rutin yang nilainya kian dihargai. Inilah yang membuat banyak pemilik seperti Lenderi lebih memilih mempertahankan kebunnya, kecuali muncul penawaran yang benar-benar menggiurkan.
Dari sisi pembeli, minat tinggi juga datang dari mereka yang melihat kebun sawit sebagai kendaraan investasi jangka panjang. Selain memberikan return dari panen, lahan sawit dianggap sebagai aset yang kurang terpengaruh fluktuasi ekonomi jangka pendek.
Selama kebutuhan minyak sawit tetap tinggi baik untuk pangan, energi, maupun industri turunan kebun sawit tetap memegang peran penting dalam struktur ekonomi lokal dan nasional. Mukomuko, yang dalam beberapa tahun terakhir berkembang menjadi salah satu sentra sawit dengan produktivitas stabil, menjadi lokasi strategis bagi investor.
Lingkungan sosial dan ekonomi di Mukomuko pun turut memberi warna pada dinamika harga ini. Kehadiran banyak pabrik kelapa sawit (PKS) di beberapa titik membuat jalur pemasaran hasil panen semakin efisien, sementara pembangunan akses jalan memperkuat nilai tanah di sekitarnya.
Kombinasi antara faktor produksi, posisi geografis, dan infrastruktur menjadikan harga Rp300 juta per hektare bukan hanya angka yang diceritakan, tetapi bagian dari kenyataan saat ini.
Melihat tren yang bergerak cepat, kondisi pasar kebun sawit di Mukomuko tampaknya akan terus bergerak dinamis. Jika minat beli tetap tinggi sementara pasokan hampir tidak ada, harga bisa kembali naik dalam waktu yang tidak terduga.
Namun bagi warga seperti Lenderi, nilai sebuah kebun bukan hanya pada harga jualnya, tetapi pada perjalanan panjang yang menyertai perawatannya dari kebun yang dulu kurang terurus hingga kini menjadi aset yang dihargai pekali lipat-lipat.