Melahirkan dengan Dua Jalan Kesehatan Ibu Antara Persalinan Normal dan Sesar
Kehamilan Momen Kebahagian Para Ibu, Ini Langkah Utama Mendeteksi dan Menangani Preeklamsia--Istimewa
koranrm.id - Di ruang bersalin yang sunyi sebelum tangis pertama bayi pecah, dua perjalanan sering kali bertemu pada tujuan yang sama: kehidupan baru. Namun, jalan yang ditempuh setiap ibu menuju momen itu berbeda.
Ada yang melalui proses alamiah dengan kontraksi yang panjang dan perjuangan fisik yang melelahkan. Ada pula yang menempuh jalan operasi sesar, dengan pisau bedah yang membuka jalan lahir bayi di bawah pengawasan tim medis.
Kedua cara ini sama mulianya, tetapi dampaknya terhadap kesehatan ibu kerap menjadi perbincangan panjang di dunia medis dan masyarakat luas.
Menurut dr. Maya Sari, Sp.OG, dokter spesialis kebidanan dan kandungan di RSUD Arga Makmur, perbedaan paling mendasar antara persalinan normal dan sesar terletak pada mekanisme tubuh yang terlibat.
“Persalinan normal melibatkan kerja aktif hormon dan otot rahim. Tubuh ibu beradaptasi secara fisiologis untuk melahirkan, sedangkan pada persalinan sesar, proses itu digantikan oleh tindakan pembedahan,” ujarnya.
Persalinan normal dianggap memberi banyak keuntungan dari sisi pemulihan. Setelah bayi lahir, ibu umumnya dapat bergerak dalam waktu yang lebih singkat dan risiko komplikasi pasca melahirkan relatif lebih kecil.
Secara alami, tubuh merespons dengan cepat untuk mengembalikan keseimbangan hormon dan mempercepat produksi ASI. Selain itu, proses ini menstimulasi kontraksi rahim sehingga membantu mengurangi perdarahan.
Sebaliknya, pada operasi sesar, pemulihan memerlukan waktu lebih panjang. Luka operasi di dinding perut dan rahim memerlukan perawatan intensif untuk mencegah infeksi. “Pasien sesar biasanya membutuhkan waktu istirahat sekitar enam minggu hingga pulih total.
Aktivitas berat harus dihindari agar luka tidak terbuka kembali,” jelas dr. Maya. Namun, ia menegaskan, tindakan sesar tetap memiliki peran vital dalam dunia medis, terutama saat kondisi ibu atau janin tidak memungkinkan untuk melahirkan secara normal.
Kesehatan mental juga menjadi aspek penting dalam dua bentuk persalinan ini. Beberapa penelitian, seperti yang diterbitkan dalam BMC Pregnancy and Childbirth (2023), menunjukkan bahwa ibu yang melahirkan secara sesar lebih berisiko mengalami baby blues atau depresi pasca melahirkan dibandingkan mereka yang melalui persalinan normal.
Hal ini diduga karena rasa nyeri yang lebih lama, keterbatasan gerak, dan keterlambatan kontak awal dengan bayi.
Meski begitu, bukan berarti semua ibu yang melahirkan normal terbebas dari risiko psikologis. Kelelahan ekstrem dan trauma dari proses persalinan yang panjang juga dapat memicu stres pascapersalinan.
“Yang terpenting adalah dukungan dari keluarga dan tenaga medis. Pemulihan seorang ibu tidak hanya ditentukan oleh fisiknya, tapi juga keseimbangan emosinya,” kata psikolog klinis, Rini Marlina, M.Psi.
Dari sudut pandang kesehatan jangka panjang, beberapa studi menemukan bahwa operasi sesar dapat meningkatkan risiko komplikasi pada kehamilan berikutnya, seperti plasenta previa atau plasenta akreta.
Sementara itu, ibu yang melahirkan normal lebih berpotensi mengalami masalah pada otot dasar panggul, seperti inkontinensia urin. Artinya, setiap metode memiliki konsekuensinya masing-masing yang harus dipahami secara bijak.
Bidan senior di Puskesmas Ipuh, Leni Andriyani, mengungkapkan bahwa edukasi kepada calon ibu menjadi kunci penting. “Banyak ibu muda yang takut melahirkan normal karena mendengar cerita menakutkan dari orang lain.
Padahal, dengan persiapan fisik dan mental yang baik, persalinan normal bisa berjalan lancar dan aman,” tuturnya. Ia menambahkan, pemeriksaan rutin selama kehamilan membantu dokter menentukan metode persalinan yang paling aman bagi ibu dan bayi.
Dalam praktik medis modern, keputusan untuk melahirkan secara normal atau sesar tidak lagi dilihat sebagai pilihan antara “alami” dan “buatan.” Melainkan sebagai keputusan medis yang mempertimbangkan keselamatan dua jiwa sekaligus.
Tindakan sesar bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk intervensi untuk menyelamatkan nyawa ketika jalur normal tidak memungkinkan. Begitu pula, persalinan normal bukan sekadar bukti kekuatan perempuan, tetapi hasil kerja harmoni tubuh yang luar biasa.
Pada akhirnya, setiap proses melahirkan memiliki kisahnya sendiri ada keberanian, rasa sakit, dan cinta yang tidak terukur. Seorang ibu, baik yang melewati kontraksi panjang maupun ruang operasi, tetap menjalani pengorbanan yang sama: menghadirkan kehidupan ke dunia.
“Yang terpenting bukan bagaimana bayi itu lahir, tetapi bagaimana ibu dan anak sama-sama sehat setelahnya,” ujar dr. Maya menutup perbincangan.
Dalam kalimatnya, terkandung pesan universal bahwa kesehatan ibu pasca melahirkan tidak bisa dinilai dari jalannya persalinan, melainkan dari kesiapan, perawatan, dan kasih yang menyertainya.
Dalam dunia medis yang terus berkembang, pemahaman tentang dua jalan kelahiran ini menjadi refleksi penting: bahwa setiap kehidupan yang lahir adalah hasil dari keberanian seorang ibu yang menaklukkan rasa sakit demi cinta yang baru.
Sumber erita:
1. World Health Organization (WHO). (2021). WHO Recommendations: Intrapartum care for a positive childbirth experience.
2. Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology (2022). “Comparison of maternal outcomes between vaginal and cesarean delivery.