Buah Jengkol Mukomuko Diminati Dipulau Jawa dan Ini Musim Jengkol di Bengkulu

Jengkol milik petani di Air Manjuto siap dipanen.-Sahad-Radar Mukomuko

koranrm.id - Mukomuko, Bengkulu, terdapat pohon-pohon tua yang setiap musim tertentu menghadirkan keajaiban: jengkol. 

Bagi sebagian orang, nama jengkol sering menimbulkan senyum sekaligus kenangan, sebab aromanya begitu khas, kuat, dan tidak jarang dianggap mengganggu. 

Namun di balik aroma itu, tersimpan daya tarik yang justru membuatnya dicari, terutama di Pulau Jawa. Dari dapur sederhana hingga meja makan keluarga besar, jengkol Mukomuko hadir sebagai santapan yang mewakili kehangatan, kebersahajaan, dan cita rasa tanah yang subur.

Musim berbuah jengkol di Bengkulu, khususnya di Kabupaten Mukomuko, biasanya tiba antara bulan Juli hingga Oktober. 

Saat itu, jalanan desa ramai oleh pemandangan pedagang kecil yang membawa keranjang penuh jengkol hasil panen dari kebun-kebun kampung. 

Petani yang sehari-hari akrab dengan sawit dan karet, seakan mendapat bonus tahunan dari pohon jengkol yang tidak memerlukan banyak perawatan. 

Pohon-pohon yang tumbuh liar atau sengaja ditanam di pekarangan seakan menjadi berkah tambahan, mengingat harga jual jengkol melonjak tinggi ketika permintaan dari Pulau Jawa memuncak.

Daya tarik jengkol Mukomuko bukan sekadar soal rasa. Teksturnya lebih empuk dibandingkan dengan jengkol dari beberapa daerah lain, dengan daging biji yang tebal dan kulit yang mudah dikupas setelah direbus. 

Bagi penggemarnya, jengkol dari daerah ini memiliki karakter khas yang membuatnya begitu diminati, terutama untuk diolah menjadi semur, rendang jengkol, atau bahkan sekadar direbus sederhana. 

Para pedagang di pasar tradisional di Jakarta, Bandung, hingga Surabaya, sering menantikan kiriman jengkol dari Bengkulu. Permintaan itu terus berulang setiap musim, menjadikan jengkol sebagai komoditas musiman yang nilainya mampu bersaing dengan hasil perkebunan utama.

Di balik derasnya permintaan, kehidupan para petani juga ikut bergerak. Panen jengkol kerap menjadi ajang silaturahmi, di mana keluarga dan tetangga saling membantu mengumpulkan buah dari pohon-pohon yang tinggi. 

Aktivitas ini menciptakan suasana kebersamaan, sebab memetik jengkol tidak semudah mengutip buah jatuh. Banyak di antara petani yang harus memanjat pohon besar atau menggunakan galah panjang untuk mencapai dahan-dahan yang sarat buah. Setelah terkumpul, jengkol ditimbang, dipisahkan sesuai kualitas, lalu sebagian besar dikirim keluar daerah. Sebagian kecil disisakan untuk konsumsi rumah tangga, menghadirkan hidangan khas yang selalu memikat selera.

Mengapa jengkol Mukomuko begitu dicari? Jawabannya terletak pada kombinasi tanah subur, iklim tropis dengan curah hujan cukup, serta tradisi masyarakat yang terbiasa merawat pohon ini secara alami. 

Pohon jengkol tumbuh tanpa pupuk kimia berlebihan, sehingga rasa alaminya lebih kuat dan khas. Di sisi lain, jengkol juga memiliki nilai gizi yang tidak bisa diabaikan. 

Kandungan protein nabati, vitamin, dan mineral menjadikannya sumber energi bagi masyarakat pedesaan, sementara cita rasa gurih dan aroma khas menjadi alasan mengapa di kota besar pun ia tetap diburu meski harganya kerap melambung.

Bagi masyarakat Mukomuko, musim jengkol bukan hanya soal panen, tetapi juga bagian dari ritme kehidupan yang menandai pergantian waktu. 

Ada yang menyebutnya sebagai musim rezeki tambahan, ada pula yang memaknainya sebagai warisan tradisi kuliner yang harus dijaga. Tidak sedikit pedagang perantau asal Mukomuko yang bangga memperkenalkan jengkol dari kampung halamannya kepada rekan-rekan di Pulau Jawa. 

Kebanggaan itu lahir dari keyakinan bahwa jengkol bukan sekadar makanan, melainkan identitas budaya sekaligus tanda hubungan erat manusia dengan tanah tempatnya tumbuh.

Di tengah geliat perkebunan besar, jengkol hadir sebagai pengingat bahwa tanaman rakyat tetap memiliki nilai yang tidak tergantikan. 

Pohon-pohon tua yang berdiri di sudut ladang atau halaman rumah masih menjadi penopang ekonomi keluarga pada musim tertentu. Keberadaan jengkol juga memperkaya wajah pertanian Bengkulu, menambah ragam hasil bumi yang bisa dibawa ke pasar nasional. 

Pemerintah daerah melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Bengkulu pun mencatat bahwa jengkol termasuk salah satu komoditas lokal dengan potensi pasar yang terus berkembang, terutama karena permintaan dari luar daerah yang konsisten tinggi.

Hingga kini, jengkol Mukomuko tetap menjadi cerita yang tidak lekang dimakan waktu. Ia menyatukan para petani, pedagang, dan konsumen dalam satu lingkaran kehidupan yang sederhana tetapi penuh makna. **

Sumber Berita:

• Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Bengkulu. Data komoditas tanaman rakyat, 2023.

• Bengkulu Ekspress. “Musim Panen Jengkol, Harga Melonjak hingga Pulau Jawa.” Edisi September 2022.

• Radar Mukomuko. “Petani Nikmati Berkah Panen Jengkol di Musim Kemarau.” Edisi Oktober 2023.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan