Perempuan Iran 2025: Dari Protes ke Panggung Inovasi dan Pendidikan Tinggi

Perempuan Iran 2025: Dari Protes ke Panggung Inovasi dan Pendidikan Tinggi--screenshot dari web.

KORANRM.ID - Di balik jilbab dan bayang-bayang larangan, gelombang perubahan sedang terjadi di Iran—dipimpin oleh mereka yang selama ini terbungkam: perempuan. Tahun 2025 menjadi saksi bagaimana generasi perempuan Iran bangkit dari protes jalanan menjadi pemimpin inovasi, pendidikan, dan transformasi sosial. Apa yang dulu tampak sebagai ruang yang dibatasi oleh norma dan sistem kini mulai dibentuk ulang dari dalam, bukan dengan senjata, tetapi dengan ilmu, teknologi, dan daya kreasi yang tak terbendung.

Titik balik itu dimulai dari gerakan sosial besar pada 2022 yang dipicu kematian Mahsa Amini, perempuan muda yang meninggal dalam tahanan polisi moral. Protes yang menyebar luas tak hanya menjadi momentum politik, tapi juga psikologis—memberikan perempuan Iran keyakinan baru bahwa suara mereka memiliki kekuatan. Namun yang lebih mencengangkan adalah bagaimana energi sosial itu tidak berhenti pada gelombang demonstrasi, tetapi bergerak masuk ke laboratorium, ruang kelas, panggung bisnis digital, hingga gedung-gedung universitas.

Di dunia pendidikan tinggi, perubahan ini sangat terasa. Data dari Kementerian Sains, Riset dan Teknologi Iran menunjukkan bahwa lebih dari 60% mahasiswa perguruan tinggi pada 2024 adalah perempuan. Dalam bidang-bidang seperti teknik, kedokteran, dan ilmu komputer—wilayah yang dulu dianggap milik laki-laki—kaum perempuan kini tidak hanya hadir, tetapi memimpin. Universitas seperti Sharif University of Technology, Tehran University, dan Amirkabir University melaporkan lonjakan partisipasi perempuan di program AI, bioteknologi, dan teknik nuklir. Mereka bukan sekadar murid, tapi juga peneliti utama dalam proyek-proyek inovatif.

Nama-nama seperti Dr. Sara Mohammadi—peneliti muda dalam pengembangan AI bahasa Persia, atau Leila Rahimi—pendiri startup fintech perempuan pertama di Iran, mulai dikenal luas. Mereka mewakili gelombang baru intelektual perempuan yang tidak menunggu ruang diberikan, tapi menciptakan ruang sendiri di tengah sistem yang sebelumnya mengekang.

Inovasi teknologi pun menjadi arena baru bagi ekspresi dan emansipasi perempuan Iran. Dalam ekosistem startup Iran yang tumbuh pesat pasca-sanksi digital, sejumlah perusahaan rintisan dipimpin oleh CEO perempuan. Di bidang edutech, SheTech Iran menjadi platform pembelajaran coding dan bisnis khusus perempuan yang kini memiliki lebih dari 150.000 pengguna aktif. Di sektor fesyen digital, startup Hamsa Hijab memadukan teknologi AI dengan desain modest fashion yang kini merambah pasar Asia Barat dan diaspora Iran di Eropa.


Perempuan Iran 2025: Dari Protes ke Panggung Inovasi dan Pendidikan Tinggi--screenshot dari web.

BACA JUGA:Konflik Iran-Israel, Bayangan Panjang di Atas Palestina

Fenomena ini menandai pergeseran yang tidak hanya sosial, tapi juga struktural. Pemerintah Iran, menyadari potensi besar ini, mulai memberikan insentif untuk wirausaha digital perempuan. Beberapa provinsi seperti Yazd dan Khorasan mendirikan inkubator teknologi khusus untuk bisnis rintisan yang didirikan oleh perempuan. Di tengah pembatasan global dan tantangan ekonomi domestik, perempuan Iran justru menunjukkan ketangguhan sebagai pilar ekonomi keluarga dan komunitas.

Namun perjalanan ini tidak datang tanpa hambatan. Sistem hukum dan norma sosial di Iran masih menyimpan ketimpangan dalam akses terhadap mobilitas, pekerjaan, dan representasi. Banyak perempuan muda yang meski berpendidikan tinggi, masih menghadapi kendala dalam memperoleh izin perjalanan ke luar negeri, pembukaan rekening bisnis, atau hak atas kepemilikan paten teknologi. Tapi yang mengejutkan, justru dalam keterbatasan ini lahir kekuatan untuk menciptakan sistem alternatif. Misalnya, komunitas legal digital ZananLaw yang digerakkan oleh pengacara perempuan muda memberikan edukasi hukum gratis lewat media sosial dan webinar, mendampingi ribuan perempuan memahami dan mengadvokasi hak-hak mereka sendiri.

Ruang seni dan budaya pun tidak ketinggalan menjadi medan perubahan. Film-film dokumenter dan fiksi karya sineas perempuan Iran mulai menembus festival internasional. Di TikTok dan Instagram—meski aksesnya terbatas—konten edukatif dan budaya yang dibuat oleh kreator perempuan muda menjadi viral, menceritakan sisi Iran yang tak ditampilkan media arus utama. Mereka menciptakan narasi baru tentang perempuan Iran—bukan sebagai korban sistem, tetapi sebagai aktor perubahan sosial yang cerdas, berdaya, dan berani.

Dari sisi internasional, dukungan terhadap perempuan Iran datang dalam bentuk kolaborasi pendidikan dan teknologi. Beberapa universitas global seperti Sciences Po (Prancis), ETH Zurich (Swiss), dan University of Tokyo membuka program beasiswa khusus untuk peneliti perempuan Iran dalam STEM (science, technology, engineering, math). Sementara platform teknologi seperti GitHub mulai melonggarkan pembatasan akun bagi pengguna Iran, memberikan akses ke tool penting bagi developer perempuan yang sebelumnya diblokir.

Gerakan ini bukan lagi sekadar wacana emansipasi, tetapi revolusi sosial yang terjadi di bawah permukaan. Perempuan Iran tidak lagi menunggu perubahan dari atas. Mereka membangunnya dari bawah, dari jaringan komunitas, dari kelas coding malam hari, dari podcast-podcast underground, dari proyek teknologi open-source, dari bisnis kecil yang berkembang di pasar daring lokal, dan dari mimpi besar akan kebebasan yang berakar pada kompetensi dan kontribusi nyata.

Kini, pada tahun 2025, dunia menyaksikan wajah baru Iran: bukan hanya negara kaya sejarah dan konflik, tetapi juga sebagai tanah lahir perempuan-perempuan tangguh yang menjadikan pendidikan dan teknologi sebagai alat perjuangan. Mereka tidak hanya menuntut tempat di dunia yang setara, tapi juga membuktikan bahwa masa depan Iran ada di tangan mereka—di ruang kerja digital, laboratorium riset, panggung akademik, dan ekonomi inovatif yang sedang tumbuh dari tengah keterbatasan.

________________________________________

Referensi:

• World Bank. (2024). Women and Innovation in Iran: Statistical Trends and Challenges. Washington D.C.

• UNESCO Institute for Statistics. (2023). Tertiary Education Participation in the Middle East: Iran Focus. Paris.

• Khaleghi, A., & Mohammadi, S. (2024). Gender and Tech Entrepreneurship in Sanctioned Economies. Journal of Global South Innovation, 6(1), 45–67.

• Iranian Ministry of Science. (2025). Annual Higher Education Report. Teheran.

• SheTech Iran. (2025). Annual Community Impact Summary. Internal Publication.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan