Transformasi Hubungan Iran dan Israel: Dari Sekutu Diam-Diam Menuju Permusuhan Abadi

Transformasi Hubungan Iran dan Israel Dari Sekutu Diam-Diam Menuju Permusuhan Abadi--screenshot dari web.

KORANRM.ID - Kisah hubungan Iran dan Israel merupakan studi kasus yang menarik tentang bagaimana kepentingan strategis, ideologi, dan perubahan rezim dapat secara dramatis mengubah dinamika hubungan antar negara.  Dari kerjasama diam-diam yang didasarkan pada kepentingan bersama di bawah pemerintahan Shah, hubungan tersebut bertransformasi menjadi permusuhan yang mendalam dan berkelanjutan setelah Revolusi Islam 1979.  Perubahan ini bukan hanya pergeseran retorika, melainkan perubahan fundamental dalam kebijakan luar negeri, strategi keamanan, dan persepsi kedua negara satu sama lain.

Sebelum revolusi, Iran di bawah kepemimpinan Shah Mohammad Reza Pahlavi,  memiliki hubungan yang kompleks dan seringkali rahasia dengan Israel.  Meskipun tidak ada hubungan diplomatik formal yang terbuka,  terdapat kerjasama yang signifikan, terutama di bidang keamanan dan intelijen.  Shah, yang berupaya memodernisasi Iran dan memperkuat posisinya di kawasan tersebut,  melihat Israel sebagai sekutu potensial dalam menghadapi ancaman bersama,  khususnya dari negara-negara Arab nasionalis dan pengaruh Uni Soviet.  Ancaman bersama ini membentuk dasar kerjasama yang, meskipun tidak selalu harmonis,  cukup substansial.

Kerjasama ini sebagian besar berlangsung di bawah permukaan.  Badan intelijen Iran, SAVAK, dan badan intelijen Israel, Mossad,  berbagi informasi mengenai aktivitas kelompok-kelompok radikal dan gerakan-gerakan revolusioner yang mengancam stabilitas rezim Shah dan keamanan Israel.  Kerjasama ini dilakukan secara rahasia,  mengingat sentimen anti-Israel yang kuat di kalangan masyarakat Iran.  Namun,  kepentingan strategis bersama dalam menghadapi ancaman bersama mengalahkan perbedaan ideologis dan sentimen publik.

Selain kerjasama intelijen,  terdapat juga kerjasama ekonomi yang terbatas antara kedua negara.  Israel, dengan keahlian teknologinya yang maju,  memberikan bantuan teknis kepada Iran dalam berbagai bidang,  sementara Iran menyediakan pasar bagi produk-produk Israel.  Kerjasama ini, meskipun tidak sebesar hubungan ekonomi Iran dengan negara-negara Barat lainnya,  menunjukkan adanya interaksi ekonomi yang saling menguntungkan.

BACA JUGA:4 Negara Ini Dukung Palestina Untuk Lawan Penjajahan Israel

Namun,  hubungan ini selalu rapuh dan rentan terhadap perubahan politik.  Sentimen anti-Israel tetap ada di kalangan masyarakat Iran,  dan Shah harus menyeimbangkan hubungan dengan Israel dengan kebutuhan untuk menjaga hubungan yang baik dengan negara-negara Arab.  Ketegangan ini menjadi semakin nyata menjelang revolusi.

Revolusi Islam 1979 menandai titik balik yang dramatis dalam hubungan Iran-Israel.  Kemenangan Ayatollah Khomeini dan berkuasanya Republik Islam mengubah lanskap politik regional secara fundamental.  Ideologi revolusioner yang anti-imperialis dan anti-Zionis menempatkan Israel sebagai musuh utama,  dianggap sebagai entitas buatan Barat yang menindas rakyat Palestina.  Retorika anti-Israel menjadi elemen sentral dalam propaganda dan kebijakan luar negeri Iran pasca-revolusi.

Kerjasama keamanan dan intelijen yang sebelumnya ada berakhir sepenuhnya.  Saluran komunikasi rahasia ditutup,  dan hubungan yang sebelumnya terjalin di bawah permukaan terputus.  Hal ini berdampak signifikan pada lanskap keamanan regional,  meningkatkan ketidakstabilan dan ketegangan antara kedua negara.  Hubungan ekonomi juga terhenti,  digantikan oleh sanksi ekonomi dan pemutusan hubungan ekonomi total.

Revolusi juga memicu perubahan dalam dukungan Iran terhadap kelompok-kelompok Palestina dan gerakan perlawanan anti-Israel.  Pemerintahan Khomeini secara terbuka mendukung kelompok-kelompok ini,  memberikan dukungan finansial,  pelatihan militer,  dan dukungan politik.  Hal ini semakin memperburuk hubungan dengan Israel dan meningkatkan ketegangan regional.

Perubahan ini bukan hanya sekadar pergeseran kebijakan,  melainkan juga perubahan dalam persepsi kedua negara satu sama lain.  Israel, yang sebelumnya melihat Iran sebagai sekutu potensial,  kini menganggap Iran sebagai ancaman utama bagi keamanan nasionalnya.  Iran, di bawah kepemimpinan Khomeini,  melihat Israel sebagai simbol penindasan dan penjajahan,  sebuah entitas yang harus dihancurkan.

Transformasi hubungan Iran-Israel ini memiliki implikasi yang luas bagi Timur Tengah dan dunia.  Permusuhan yang mendalam antara kedua negara telah berkontribusi pada ketidakstabilan regional,  memicu konflik dan perlombaan senjata.  Perseteruan ini juga telah mempengaruhi kebijakan luar negeri negara-negara lain di kawasan tersebut,  dan telah menjadi faktor penting dalam dinamika politik internasional.

Perubahan dari kerjasama diam-diam menjadi permusuhan yang terbuka ini merupakan pelajaran berharga tentang kompleksitas hubungan internasional dan bagaimana perubahan rezim dan ideologi dapat secara dramatis mengubah hubungan antar negara.  Faktor-faktor seperti kepentingan strategis,  ideologi,  dan sentimen publik semuanya memainkan peran penting dalam membentuk hubungan ini,  menunjukkan betapa dinamis dan tidak terduga hubungan antar negara dapat terjadi.  Transformasi ini juga menyoroti betapa pentingnya memahami konteks sejarah dan faktor-faktor yang membentuk hubungan antar negara untuk menganalisis dan memprediksi dinamika politik internasional.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan