Indonesia Penghasil Sawit Paling Banyak Sayangnya Tidak Berdaya di Pasar Global

Boleh Dicoba! Pemupukan Sawit Efektif untuk Hasil Panen Optimal --screnshoot dari web

KORANRM.ID - Negara Republik Indonesia sudah dikenal sebagai negara penghasil atau produsen sawit terbesar di dunia. Meskipun demikian, sayangnya Indonesia tidak punya kendali harga di pasar global. Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Eugenia Mardanugraha menilai Indonesia belum memiliki kendali terkait dengan harga kelapa sawit di pasar internasional, meski negara ini merupakan produsen sawit terbesar dunia.

Menurut data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) 2024, Indonesia menyumbang hampir 59 persen produksi kelapa sawit dunia. Sementara Malaysia berada di urutan kedua dengan 24 persen, sementara negara lain menyumbang sekitar 17 persen. Indonesia memiliki 16,38 juta hektar lahan kelapa sawit dengan total produksi 46,8 juta ton minyak sawit mentah (CPO). 

BACA JUGA:Harga TBS di Mukomuko Terlalu Rendah Dibanding Daerah Lain

BACA JUGA:Over Tonase Bos! Dum Truk Muatan TBS Sawit Terguling

Menurutnya, secara produksi, Indonesia adalah raksasa penghasil sawit dunia. Negara lain, bahkan Malaysia, tidak bisa menandinginya. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China tidak punya sawit. Vietnam dan Thailand pun hanya memproduksi sedikit, hampir tidak mungkin bersaing. Namun, dominasi itu tidak berarti Indonesia mengatur harga sawit di internasional.

"Yang mengatur harga itu bukan kita, melainkan Malaysia dan Rotterdam Belanda. Meskipun Indonesia produsen terbesar, pasar perdagangan sawit justru ada di sana. Jadi, kita hanya bisa menerima harga yang mereka tetapkan," sebut Eugenia seperti dikutip Kompas.com. 

Terkait dengan hal ini, mereka mendorong pemerintah, BUMN, dan sektor swasta untuk memperkuat perdagangan sawit di Indonesia, agar dapat menciptakan harga domestik yang lebih adil. Ia menyebutkan, Indonesia telah memiliki bursa CPO, yang diresmikan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pada 2023. Namun, transaksi di bursa ini masih terbilang kecil, sehingga harga sawit internasional tetap ditentukan di Malaysia dan Rotterdam Belanda.

BACA JUGA:Over Tonase Bos! Dum Truk Muatan TBS Sawit Terguling

"Jika kita terus jadi price taker, sebesar apapun produksi kita, nilainya akan tetap dikendalikan negara lain. Ini saatnya Indonesia naik kelas, bukan hanya jadi produsen, tetapi juga pemain utama dalam rantai nilai global sawit" imbuhnya.

Lanjutnya, pada tahun 2024, komoditas kelapa sawit mencatatkan nilai ekspor sebesar 20 miliar dolar AS. Eugenia juga menekankan pentingnya kelapa sawit bagi perekonomian Indonesia. Namun, ia khawatir ketidakpastian hukum dalam sektor sawit bisa merusak keberlanjutan industri ini. Inkonsistensi peraturan dan lemahnya kepastian hukum menciptakan ekspektasi negatif di kalangan pelaku usaha, yang dapat mempengaruhi arah industri sawit. Mereka dari KPPU sangat berharap pemerintah segera memperbaiki tata kelola sektor sawit.

BACA JUGA:Halalbihalal, Bupati Mukomuko Jelaskan Penyebab Harga TBS Turun

Untuk diketahui, industri sawit Indonesia tengah mencari pasar ekspor baru di Eropa Timur, Afrika, dan Timur Tengah untuk mengatasi dampak kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS). Langkah ini diambil setelah Presiden AS, Donald Trump, memutuskan memberlakukan tarif impor 32 persen untuk produk sawit Indonesia. Meskipun tarif ini masih ditunda selama 90 hari sejak Rabu (9/4/2025), ketidakpastian ini mendorong pelaku usaha untuk tidak bergantung hanya pada pasar AS.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan