Ini 5 Golongan yang Dikasih “Kelonggaran” Tidak Puasa Ramadan, Sesuai Syariat

Ini 5 Golongan yang Dikasih “Kelonggaran” Tidak Puasa Ramadan, Sesuai Syariat.--screnshoot dari web
KORANRM.ID – Ramadan, bulan suci yang dinanti, merupakan waktu di mana umat Muslim berbondong-bondong meningkatkan ibadah, terutama puasa. Namun, Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, memberikan keringanan bagi hamba-Nya yang berada dalam kondisi tertentu. Keringanan ini bukan bentuk pengecualian semata, melainkan manifestasi dari keadilan dan kebijaksanaan-Nya dalam syariat Islam.
Artikel ini akan mengupas tuntas 5 kondisi yang membolehkan seseorang untuk tidak berpuasa, disertai penjelasan yang lebih mendalam dan contoh-contoh konkret agar mudah dipahami. Tujuannya adalah untuk memberikan panduan yang komprehensif, sehingga umat Muslim dapat menjalankan ibadah sesuai dengan tuntunan syariat.
BACA JUGA:Pemdes Mundam Marap Paparkan LPJ TA 2024
BACA JUGA:Ini Instruksi Baru untuk Desa Bentuk Koperasi Merah Putih
1. Sakit yang Membahayakan: Bukan Sekadar Flu Ringan
Keringanan tidak berpuasa diberikan bagi mereka yang menderita sakit yang dapat diperparah atau memperlambat kesembuhannya jika tetap berpuasa. Contohnya, seseorang dengan penyakit maag kronis yang berisiko mengalami perdarahan lambung jika tidak makan dalam waktu lama, atau pasien diabetes yang memerlukan asupan makanan dan obat secara teratur.
* Contoh Kasus: Seorang pasien yang baru menjalani operasi besar dan masih dalam masa pemulihan, yang diharuskan mengonsumsi obat-obatan secara rutin dan menjaga asupan nutrisi untuk mempercepat penyembuhan. Dalam kondisi ini, berpuasa justru akan memperlambat proses penyembuhan, sehingga diperbolehkan untuk tidak berpuasa.
* Penting untuk diperhatikan bahwa sakit yang dimaksud bukan sekadar flu ringan atau sakit kepala yang umum terjadi saat berpuasa. Diperlukan pertimbangan medis yang matang, sebaiknya dari dokter yang terpercaya, untuk menentukan apakah kondisi sakit tersebut benar-benar membolehkan seseorang untuk tidak berpuasa.
BACA JUGA:Efesiensi Anggaran, Beberapa Ruas Jalan Batal Dibangun Tahun 2025
2. Musafir (Orang yang Bepergian Jauh): Keringanan dalam Perjalanan
Keringanan bagi musafir diberikan dengan syarat perjalanan yang ditempuh mencapai jarak minimal 80,64 kilometer (menurut mayoritas ulama). Perjalanan ini juga harus dilakukan dengan tujuan yang mubah (tidak melanggar syariat).
* Contoh Kasus: Seorang karyawan yang harus melakukan perjalanan dinas antar kota dengan jarak tempuh lebih dari 80 kilometer, atau seorang mahasiswa yang pulang kampung untuk liburan dengan jarak yang sama. Dalam kedua kasus ini, mereka diperbolehkan untuk tidak berpuasa selama perjalanan.
* Namun, jika perjalanan tersebut dilakukan dengan tujuan yang maksiat, seperti berziarah ke tempat-tempat yang diharamkan, maka keringanan ini tidak berlaku.
3. Perempuan Hamil dan Menyusui: Prioritas Kesehatan Ibu dan Anak
Kekhawatiran terhadap kesehatan ibu dan bayi menjadi alasan utama diberikannya keringanan bagi perempuan hamil dan menyusui. Jika seorang ibu hamil atau menyusui merasa khawatir bahwa puasa akan berdampak buruk pada dirinya atau bayinya, maka ia diperbolehkan untuk tidak berpuasa.
BACA JUGA:Sering di Olah Jadi Es Buah, 7 Manfaat Timun Suri Bagi Kesehatan Tubuh
* Contoh Kasus: Seorang ibu hamil yang mengalami mual dan muntah parah (hiperemesis gravidarum), atau ibu menyusui yang produksi ASI-nya menurun drastis saat berpuasa. Dalam kondisi ini, kesehatan ibu dan bayi menjadi prioritas, sehingga diperbolehkan untuk tidak berpuasa.
* Dalam hal ini, konsultasi dengan dokter atau bidan sangat dianjurkan untuk mendapatkan pertimbangan medis yang tepat.
4. Orang Tua yang Lemah Fisik: Rahmat bagi yang Berusia Lanjut
Orang tua yang sudah lanjut usia dan memiliki kondisi fisik yang lemah, sehingga tidak mampu menjalankan puasa, diberikan keringanan untuk tidak berpuasa dan menggantinya dengan membayar fidyah.
* Contoh Kasus: Seorang kakek berusia 80 tahun yang menderita penyakit parkinson dan kesulitan mengonsumsi makanan secara teratur, atau seorang nenek yang memiliki penyakit jantung dan tidak kuat menahan lapar dan haus. Dalam kondisi ini, mereka diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan membayar fidyah.
* Besaran fidyah yang harus dibayarkan adalah sebesar satu mud (sekitar 0,6 kilogram) makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
5. Perempuan yang Sedang Haid atau Nifas: Ketetapan dari Sang Pencipta
Haid dan nifas merupakan kondisi alami yang dialami perempuan, dan dalam kondisi ini, perempuan tidak diperbolehkan untuk berpuasa.
* Contoh Kasus: Seorang perempuan yang mengalami haid selama 7 hari di bulan Ramadan, atau seorang ibu yang masih dalam masa nifas setelah melahirkan. Dalam kedua kasus ini, mereka tidak diperbolehkan untuk berpuasa, dan wajib menggantinya di hari lain setelah suci.
* Perlu diingat bahwa perempuan yang sedang haid atau nifas juga tidak diperbolehkan untuk melakukan ibadah lainnya yang membutuhkan kesucian, seperti salat dan membaca Al-Quran.
Menjalankan Ibadah dengan Ilmu dan Hikmah
Memahami 5 kondisi ini dengan baik akan membantu umat Muslim dalam menjalankan ibadah puasa dengan lebih bijaksana. Penting untuk selalu mengedepankan ilmu dan hikmah dalam beribadah, serta berkonsultasi dengan para ulama atau ahli agama jika menemui kesulitan atau kebingungan.
Artikel Ini Dilansir dari berbagai sumber : www.prudentialsyariah.co.id dan human-initiative.org
https://www.prudentialsyariah.co.id/id/pulse/article/jenis-puasa/
https://human-initiative.org/9-golongan-ini-boleh-tidak-puasa-ramadan-siapa-saja/