Manusia Setengah Robot Seberapa Dekat Kita dengan Era Cyborg

Manusia Setengah Robot Seberapa Dekat Kita dengan Era Cyborg--screnshoot dari web
KORANRM.ID - Kemajuan teknologi telah membawa kita semakin dekat dengan era di mana batas antara manusia dan mesin menjadi semakin kabur. Konsep manusia setengah robot, atau cyborg, yang dulunya hanya ada dalam cerita fiksi ilmiah, kini mulai menjadi kenyataan dengan pesatnya perkembangan di bidang bioteknologi, neuroteknologi, dan kecerdasan buatan. Pertanyaannya adalah, seberapa dekat kita dengan era cyborg? Apakah manusia benar-benar dapat hidup berdampingan dengan mesin dalam tubuh mereka? Bagaimana teknologi ini akan mengubah kehidupan sehari-hari, pekerjaan, dan bahkan identitas manusia?
BACA JUGA:Biar Gak Kena Jebak! Panduan Jitu Anti Hoax di Era Digital
BACA JUGA:Pasar Virtual Reality Apakah Belanja di Mall Digital Akan Jadi Normal
Teknologi yang memungkinkan manusia menjadi cyborg sudah berkembang cukup pesat. Salah satu inovasi yang paling mencolok adalah penggunaan implan otak, seperti yang dikembangkan oleh Neuralink, perusahaan milik Elon Musk. Implan ini dirancang untuk membantu orang dengan gangguan neurologis, tetapi dalam jangka panjang, teknologi ini dapat meningkatkan kapasitas kognitif manusia dan memungkinkan komunikasi langsung antara otak dan komputer tanpa perlu berbicara atau mengetik.
Kemajuan lain dapat dilihat dalam pengembangan prostetik bionik yang semakin canggih, seperti tangan robot yang dapat dikendalikan langsung oleh sinyal saraf otak, memungkinkan penyandang disabilitas mendapatkan kembali fungsi tubuh mereka dengan cara yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.
BACA JUGA:Teknologi Anti-Kecurangan Bisakah AI Menghapus Penipuan di Dunia Digital
Di bidang kesehatan, teknologi cyborg juga mulai merambah dengan adanya organ buatan yang dapat menggantikan atau bahkan meningkatkan fungsi organ manusia. Contohnya adalah jantung buatan yang sudah digunakan dalam beberapa kasus untuk menggantikan jantung asli pasien yang gagal berfungsi.
Selain itu, ada juga retina bionik yang dikembangkan untuk membantu orang dengan gangguan penglihatan melihat kembali. Seiring dengan perkembangan ini, beberapa ilmuwan mulai membayangkan dunia di mana manusia bisa hidup lebih lama, atau bahkan mencapai keabadian biologis dengan mengganti bagian tubuh yang rusak dengan versi buatan yang lebih tahan lama.
Namun, pertanyaan etis dan sosial muncul seiring dengan perkembangan teknologi cyborg. Jika seseorang dapat meningkatkan kemampuan otaknya melalui implan AI atau memperkuat tubuhnya dengan teknologi robotik, apakah itu akan menciptakan kesenjangan sosial yang lebih besar antara mereka yang mampu mengakses teknologi ini dan mereka yang tidak? Bagaimana hukum dan regulasi akan mengatur manusia yang telah menjadi separuh mesin? Selain itu, ada juga kekhawatiran mengenai keamanan data dan privasi, mengingat teknologi implan otak dan koneksi langsung ke internet dapat membuat manusia lebih rentan terhadap serangan siber.
BACA JUGA:Teknologi Telepati Digital Bisakah Kita Berkomunikasi Tanpa Suara
Dari perspektif budaya, konsep cyborg telah lama menjadi tema dalam berbagai karya fiksi ilmiah, dari film seperti Ghost in the Shell hingga RoboCop, yang mengeksplorasi dilema moral dan identitas manusia dalam dunia yang didominasi oleh teknologi. Namun, seiring kemajuan teknologi, kita perlu mempertimbangkan bagaimana masyarakat akan menyesuaikan diri dengan realitas baru ini. Apakah masyarakat akan menerima individu dengan augmentasi teknologi sebagai bagian dari populasi manusia, atau akan ada penolakan terhadap mereka?
Sejauh ini, teknologi yang memungkinkan manusia menjadi cyborg masih dalam tahap pengembangan, tetapi kemajuan pesat dalam beberapa dekade terakhir menunjukkan bahwa era ini mungkin tidak terlalu jauh di masa depan. Dengan semakin banyaknya investasi dan penelitian di bidang neuroteknologi, robotika, dan bioteknologi, kemungkinan besar kita akan melihat lebih banyak aplikasi teknologi cyborg dalam kehidupan sehari-hari dalam waktu yang tidak terlalu lama. Yang jelas, era manusia setengah robot bukan lagi sekadar fiksi, tetapi sebuah kemungkinan yang nyata.
Referensi:
• Musk, E. (2022). Neuralink and the Future of Human Augmentation. Science and Technology Review.
• Warwick, K. (2014). I, Cyborg. University of Illinois Press.
• Clark, A., & Chalmers, D. (1998). The Extended Mind. Analysis, 58(1), 7-19.
• Haraway, D. (1985). A Cyborg Manifesto: Science, Technology, and Socialist-Feminism in the Late Twentieth Century. Socialist Review.