radarmukomukobacakoran.com-Rumus Institut yang merupakan lembaga kajian hukum, politik, dan demokrasi di Kabupaten Mukomuko menolak wacana pemilihan kepala daerah, baik Gubernur, Bupati dan Walikota dilakukan oleh anggota DPRD.
Para aktivis yang mengawangi lembaga Rumus Institut bakal mengirim surat penolakan Pilkada oleh DPRD ke Presiden Prabowo Subianto dan ditembuskan ke DPR RI. Alasannya dikembalikannya pemilihan kepala daerah ke DPRD merupakan kemunduran dari demokrasi di Indonesia. BACA JUGA:Camat Baito Setia Dampingi Keadilan, Terjerumus dalam Pusaran Kecaman BACA JUGA:Rumus Institute Dukung Pengusutan Dugaan Korupsi Anggaran Covid-19 Disampaikan oleh Sekjen Rumus Institut Mukomuko, Rusman Aswardi selaku lembaga yang berfokus pada persoalan kajian hukum, politik, dan demokrasi pihaknya tidak sepakat dengan wacana pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD. Pemilihan langsung oleh rakyat seperti yang ada sekarang merupakan perubahan dari sistem sebelumnya kepala daerah dipilih DPRD. Maka mengembalikan pemilihan oleh anggota dewan merupakan bentuk kemunduran. "Dulu sudah berlaku aturan anggota dewan yang memilih gubernur, bupati dan walikota. Kemudian ada perubahan kemajuan demokrasi, kepala daerah dipilih langsung seperti sekarang. Kalau dibalikkan lagi seperti semula, itu namanya demokrasi mundur. Maka kami menolak dan akan surati presiden," kata Rusman. Senada disampaikan ketua Rumus Institut Mukomuko yang dikenal sebagai penggiat hukum tatanegara Mukomuko, Muslim Chaniago,SH,MH, pemilihan kepala daerah secara langsung saat ini sudah tepat bagi sebuah negara demokrasi. Maka sangat tidak relevan jika mundur lagi seperti sebelumnya, kepala daerah dipilih oleh anggota DPRD. Pihaknya sudah melakukan kajian mendalam dan menyatakan penolakan serius dengan wacana ini. "Kami serius menolak wacana ini, maka kita bersurat langsung ke presiden dengan tembusan DPR RI," ujar Muslim. BACA JUGA:Rumus Institute Dukung Perubahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia BACA JUGA:Jelas Beda Rasanya Mengaduk Kopi Hitam dengan Rumus W dan M Hasilnya Bakal Lebih Nikmat Lanjutnya perbaikan sistem dalam Pilkada sah-sah saja dilakukan, tapi ke arah yang lebih baik, tidak mundur ke belakang. Seperti penegasan dalam penegakan aturan Pilkada, contoh masalah money politik, penyalahgunaan kewenangan, netralitas dan sebagainya. Kemudian alasan maraknya korupsi oleh penguasa di daerah karena besarnya biaya Pilkada, menurutnya tidak bisa menjadi alasan. Persoalan korupsi itu adalah kejahatan yang dilakukan oleh individunya pejabat, bukan karena Pilkada yang dipilih langsung oleh rakyat. "Banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, itu bukan salah dari sistem Pilkadanya, tapi karena prilaku individu pejabat tersebut," tutupnya.(jar)
Kategori :