KORANRM.ID - Fast fashion merujuk pada produksi pakaian dalam jumlah besar dengan kecepatan tinggi untuk memenuhi tren yang terus berubah. Model bisnis ini memungkinkan konsumen untuk mendapatkan pakaian murah yang terinspirasi dari peragaan busana dalam waktu singkat.
Merek-merek seperti Zara, H&M, dan Shein menjadi contoh utama yang mengadopsi model ini, menawarkan koleksi baru hampir setiap minggu. Sayangnya, di balik aksesibilitas dan harga yang terjangkau, fast fashion menyimpan dampak lingkungan yang sangat besar.
Industri fast fashion berkontribusi signifikan terhadap berbagai permasalahan lingkungan. Berikut adalah beberapa dampak utamanya:
BACA JUGA:Voli, Potensi Industri Olahraga di Mukomuko yang Belum Dioptimalkan
BACA JUGA:Mengapa Industri Gaming Menjadi Salah Satu Sumber Hiburan Terbesar Dunia
1. Pencemaran Air
Fast fashion menggunakan banyak air dalam proses produksinya. Misalnya, satu kaos katun membutuhkan sekitar 2.700 liter air untuk diproduksi, setara dengan kebutuhan minum satu orang selama lebih dari dua tahun. Selain itu, pewarna tekstil mencemari sungai dan lautan, terutama di negara-negara berkembang tempat banyak pabrik tekstil beroperasi. Limbah kimia yang tidak terolah dengan baik mencemari sumber air bersih, mengancam ekosistem, dan
meracuni komunitas setempat.
2. Emisi Karbon yang Tinggi
Produksi pakaian berbasis fast fashion menghasilkan emisi karbon yang sangat tinggi. Rantai pasok globalnya melibatkan produksi bahan mentah, manufaktur, transportasi, hingga distribusi ke seluruh dunia, yang semuanya memerlukan energi dalam jumlah besar. Menurut laporan dari UNEP (United Nations Environment Programme), industri mode menyumbang sekitar 10% dari total emisi karbon dunia, lebih besar dibandingkan gabungan industri penerbangan dan maritim.
3. Limbah Tekstil yang Berlebihan
Karena pakaian fast fashion memiliki kualitas rendah dan mudah rusak, banyak yang berakhir di tempat pembuangan sampah dalam waktu singkat. Setiap tahun, lebih dari 92 juta ton limbah tekstil dibuang ke tempat pembuangan akhir. Pakaian yang terbuat dari bahan sintetis seperti poliester juga memerlukan ratusan tahun untuk terurai, menciptakan permasalahan lingkungan jangka panjang.
BACA JUGA:Susu Lokal Terbuang, Industri Pilih Impor, Nasib Peternak Sapi Perah di Ujung Tanduk?
4. Mikroplastik dalam Lautan
Serat sintetis yang digunakan dalam pakaian fast fashion, seperti poliester dan nilon, akan terlepas selama proses pencucian dan masuk ke dalam saluran air. Mikroplastik ini akhirnya mencemari lautan dan masuk ke dalam rantai makanan laut, mengancam kesehatan manusia serta ekosistem perairan.
5. Eksploitasi Sumber Daya Alam
Fast fashion meningkatkan eksploitasi sumber daya alam seperti kapas, yang membutuhkan banyak air dan pestisida dalam budidayanya. Selain itu, banyak merek fast fashion yang menggunakan kulit dan bulu hewan dalam produksinya, sehingga berkontribusi pada eksploitasi satwa liar serta deforestasi.
Mengatasi dampak buruk fast fashion memerlukan pendekatan dari berbagai pihak, termasuk konsumen, industri mode, dan pemerintah. Berikut adalah beberapa solusi yang dapat diterapkan:
BACA JUGA:Tak Hanya Limbah, Inilah 10 Manfaat Sekam Padi yang Bernilai Tinggi untuk Pertanian dan Industri
1. Mendukung Slow Fashion
Slow fashion adalah gerakan yang mengedepankan produksi pakaian yang lebih etis dan ramah lingkungan. Merek-merek slow fashion menggunakan bahan organik, memproduksi dalam skala kecil, serta memastikan kondisi kerja yang layak bagi pekerja tekstil.
2. Membeli Lebih Sedikit, Memilih dengan Bijak
Konsumen dapat membantu mengurangi dampak fast fashion dengan mengadopsi pola konsumsi yang lebih sadar. Membeli pakaian berkualitas tinggi yang tahan lama dan memilih merek yang berkomitmen pada praktik berkelanjutan dapat membantu mengurangi limbah tekstil.
3. Daur Ulang dan Upcycling Pakaian
Daur ulang pakaian lama atau melakukan upcycling (mengubah pakaian lama menjadi barang baru) adalah cara efektif untuk mengurangi limbah tekstil. Banyak komunitas dan startup yang kini berfokus pada inovasi daur ulang dalam industri mode.
4. Mendukung Kebijakan Lingkungan yang Ketat
Pemerintah harus memberlakukan regulasi yang lebih ketat terhadap industri fashion, termasuk standar emisi, pengelolaan limbah tekstil, serta perlindungan hak-hak pekerja tekstil. Pajak karbon untuk industri mode yang tidak ramah lingkungan juga dapat menjadi langkah efektif untuk mendorong praktik yang lebih berkelanjutan.
5. Menggunakan Teknologi Ramah Lingkungan
Inovasi teknologi seperti kain berbasis bio, pewarnaan tekstil tanpa air, serta penggunaan serat daur ulang dapat membantu mengurangi dampak industri fashion terhadap lingkungan. Perusahaan seperti Patagonia dan Stella McCartney telah memimpin dalam penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam produksi pakaian mereka.
Fast fashion telah membawa kenyamanan dan aksesibilitas dalam industri mode, tetapi dengan harga yang sangat mahal bagi lingkungan. Dari pencemaran air, emisi karbon, hingga limbah tekstil yang berlebihan, dampaknya sangat luas dan memerlukan tindakan segera.
Dengan mendukung slow fashion, mengadopsi gaya hidup berkelanjutan, serta mendorong kebijakan yang lebih ketat, kita dapat membantu mengurangi dampak buruk industri mode terhadap planet ini. Masa depan mode yang lebih berkelanjutan bergantung pada keputusan yang kita buat hari ini.
Referensi
1. United Nations Environment Programme (UNEP). (2019). "Fashion and the Environment: The Cost of Fast Fashion."
2. Ellen MacArthur Foundation. (2017). "A New Textiles Economy: Redesigning Fashion’s Future."
3. Fletcher, K. (2008). "Sustainable Fashion and Textiles: Design Journeys." Earthscan.
4. Greenpeace. (2016). "Timeout for Fast Fashion: Greenpeace Report on Textile Waste."
5. McKinsey & Company. (2020). "The State of Fashion 2020: Navigating Uncertainty in the Fashion Industry."
Kategori :