Ini Ucapan Cut Nyak Meutia Sebelum Meninggal, Patut Di Contoh Seluruh Wanita
Cut Nyak Meutia.--ISTIMEWA
radarmukomukobacakoran.com - Kisah cinta Cut Nyak Meutia dan Teuku Cik Tunang dimulai dari pernikahan mereka pada tahun 1896. Saat itu, Cut Nyak Meutia baru berusia 12 tahun, sedangkan Teuku Cik Tunang berusia 35 tahun.
Cut Nyak Meutia adalah salah satu srikandi pahlawan nasional yang gugur di tangan penjajah Belanda pada tahun 1910.
Ia dikenal sebagai pejuang wanita yang gigih dan berani melawan penjajah di Aceh.
Namun, di balik perjuangannya yang heroik, ada seorang pria yang menjadi pendamping hidup dan teman berjuangnya. Pria itu adalah Teuku Cik Tunang, suami tercinta Cut Nyak Meutia.
Mereka menikah atas dasar perjodohan yang diatur oleh orang tua mereka. Meskipun demikian, mereka saling mencintai dan menghormati satu sama lain.
Ketika menikah dengan Teuku Cik Tunang, Cut Nyak Meutia pertama kali turun ke medan perang melawan Belanda. Kecintaan mereka berdua akan tanah air sama besarnya.
Teuku Cik Tunang merupakan tokoh masyarakat yang beberapa kali memimpin pasukan untuk melawan Belanda, ia juga merupakan sahabat dekat dari Panglima Polem, salah satu pemimpin perang Aceh.
Cut Nyak Meutia tidak hanya menjadi istri yang setia, tetapi juga menjadi pejuang yang tangguh. Ia selalu mendampingi suaminya di medan perang, membantu mengatur strategi, menyediakan logistik, dan mengobati luka-luka.
Ia juga tidak segan-segan mengangkat senjata dan berhadapan langsung dengan musuh. Ia bahkan pernah menembak mati seorang komandan Belanda yang bernama Christoffel.
Namun, perjuangan mereka tidak mudah. Mereka harus berpindah-pindah tempat untuk menghindari pengejaran Belanda.
Mereka juga harus menghadapi pengkhianatan dari sebagian rakyat Aceh yang bekerja sama dengan Belanda. Pada tahun 1905, Teuku Cik Tunang ditangkap oleh Belanda dan dijatuhi hukuman mati.
Sebelum eksekusi dilakukan, Cut Nyak Meutia bersama putra mereka yang baru lahir mengunjungi Teuku Cik Tunang di penjara. Itulah kali pertama dan terakhir mereka bertiga berkumpul.
Saat itu, Teuku Cik Tunang berpesan agar Cut Nyak Meutia mau menikah lagi dengan sahabatnya, Pangeran Nagroe.
Dengan berlinang air mata, Cut Nyak Meutia menjawab, "Saya berjanji, saya akan mematuhi wasiatmu, demi cintaku padamu, demi sayangku pada putra kita, Raja Sabi dan demi keyakinanku akan meneruskan perjuangan melawan Belanda, sepeninggalanku kelak."
Setelah Teuku Cik Tunang gugur sebagai syuhada, Cut Nyak Meutia menepati janjinya untuk menikah dengan Pangeran Nagroe.
Namun, ia tetap setia kepada kenangan suaminya yang pertama. Ia juga tetap melanjutkan perjuangan melawan Belanda bersama Pangeran Nagroe dan pasukan lainnya. Ia tidak pernah menyerah atau tunduk kepada penjajah.
Pada tanggal 24 Oktober 1910, Cut Nyak Meutia gugur di Desa Beutong Ateuh. Ia tertembak oleh tentara Belanda saat berusaha melindungi suaminya yang kedua. Sebelum meninggal, ia sempat berucap, "Aku rela mati asal tanah airku merdeka."
Kisah cinta Cut Nyak Meutia dan Teuku Cik Tunang adalah salah satu contoh cinta yang berkorban untuk bangsa. Mereka saling mencintai tanpa pamrih dan tanpa ragu.
Mereka juga saling mendukung satu sama lain dalam suka dan duka. Mereka adalah bukti bahwa cinta bisa tumbuh di mana saja, bahkan di medan perang sekalipun.
Mereka adalah inspirasi bagi kita semua untuk mencintai tanah air dan pasangan kita dengan sepenuh jiwa.*
Artikel ini dilansir dari berbagai sumber :
3 Srikandi Pahlawan Indonesia yang Gugur di Tangan Penjajah, Nomor 2 Bertempur Sejak Remaja - Okezone Nasional
Bucin! Kisah Cinta Romantis ala Para Pahlawan Nasional - goodnewsfromindonesia.id