Kurangi Ketergantuan Kimia, Petani Mulai ‘’Bersahabat dengan Alam’’
Petani sawah Kecamatan Lubuk Pinang, bersama Korluh dan penggiat Organik.--ISTIMEWA
radarmukomukobacakoran.com – Ketergantungan petani di Mukomuko terhadap bahan kimia, mulai dari pupuk, pestisida, fungisida, insektisida hingga herbisida, masih sangat tinggi. Hal ini cukup beralasan karena petani lebih mengejar hasil dibandingkan memikirkan dampak jangka panjang. Baik dampak terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan manusia itu sendiri.
Koordinator Penyuluh (Koorluh) Kecamatan Lubuk Pinang, Trisno Putra, SP menyampaikan kebutuhan pupuk untuk sawah di Lubuk Pinang, terus meningkat dari tahun ke tahun. Dengan demikian, dengan sendirinya biaya tanam padi semakin mahal. Oleh karena itu, Trisno Putra alias Ais, menawarkan solusi kepada petani. Solusi tersebut adalah menggunakan pupuk organik, dalam hal ini F1 Embio. Penggunaan F1 Embio, selain lebih hamat biaya, juga lebih ramah lingkungan. Semakin sering menggunakan F1 Embio, tanah semakin sehat dan baik untuk tanaman.
‘’Kami memilih menggunakan F1 Embio, karena pupuk yang menjadi kebutuhan dasar ini bisa dibuat sendiri oleh petani,’’ ujar Ais.
BACA JUGA:Warga Karya Mulya Minta Sapuan-Wasri Melanjutkan Pemerataan Pembangunan
Dikatakan Ais, saat ini sedang dalam uji coba atau pembuktian penggunaan F1 Embio yang dibuat sendiri oleh para petani. Dan sejauh ini masih menunjukan progres positif. Petani juga sudah merasakan adanya penurunan biaya tanam hingga 30 persen. Dikatakan Ais, penggunaan organik ini bukan berarti petani meninggalkan kimia. Pada kejadian tertentu, pupuk dan pestisida anorganik tetap digunakan.
‘’Penggunaan organik bukan berarti anti kimia. Untuk hal-hal tertentu petani juga menggunakan kimia. Tujuan penggunaan organik agar tanah kembali sehat, biaya lebih rendah, dan produk yang dihasilkan rendah residu,’’ tambah Ais.
Pelopor organik Kabupaten Mukomuko, Edry Yansen, menjelaskan saat ini dirinya sedang fokus mengembangkan Tricoderma dan Beuveria Basisna. Trichoderma, sp disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Trichoderma, sp dapat menghambat pertumbuhan serta penyebaran racun jamur penyebab penyakit bagi tanaman seperti cendawan Rigdiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Fusarium monilifome, sclerotium rolfsii dan cendawan Sclerotium rilfisil. Penggunaan pupuk biologis dan agen hayati Trichoderma, sp sangat efektif mencegah penyakit busuk pangkal batang, busuk akar yang menyebabkan tanaman layu.
Kegunaan Beauveria bassiana adalah mencegah perkembangan hama wereng batang coklat, walang sangit, kepinding tanah, lembing hijau, kutu daun, dan ngengat penggerek batang padi. Cara aplikasi setelah difermentasi selama 14 hari yaitu 1 gelas air mineral untung 1 tangki 14 liter disemprotkan sore hari seminggu sekali.
BACA JUGA:30 KPM Lubuk Sanai Tiga Kembali Terima BLT-DD
‘’Dari sekian banyak organik yang saya geluti, tidak ada satupun penemuan saya. Saya belajar dan saya kembangkan dan saya hanya memodifikasi sesuai dengan kondisi lapangan. Ketika mendapat kendala, saya tanya dengan guru saya,’’ ungkap Yansen.
Dikatakan Yansen, penggunaan organik ini bisa disandingkan dengan kimia. Pasalnya masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Ia mencontohkan, F1 Embio berfungai mengembalikan kondisi tanah yang rusak. Tanah yang subur akan memberikan manfaat optimal kepada tanaman dengan bantuan pupuk kimia. Begitu juga dengan agen hayati, bisa digunakan bersamaan dengan pestisida kimia.
‘’Dengan agen hayati, ulat sudah mabuk dan bisa langsung mati ketika kena pestisida kimia. Setelah menggunakan agen hatayti, penggunaan pestisida kimia bisa dikurangi. Dengan demikian keduanya bisa berjalan beriringan,’’ pungkas Yansen.