PHK Marak Bikin Daya Beli Masyarakat Anjlok, Lebih Pilih Mantab Alias Makan Tabungan
Daya Beli Masyarakat Anjlok.--ISTIMEWA
radarmukomukobacakoran.com - Diam-diam, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang kini marak terjadi di Indonesia khususnya Jabodetabek membuat daya beli masyarakat anjlok.
Maraknya fenomena PHK di kalangan pekerja, yang menyebabkan turunnya produksi menurun dan tingkat ekspor pun menurun.
"Banyak lower class yang mendapat income, jadi ada daya beli subsidi yang tidak langsung," ujar Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja.
Alhasil, masyarakat korban PHK saat ini memilih Mantab alias makan tabungan.
Sementara itu, berdasarkan data Mandiri Spending Index fenomena makan tabungan (mantab) sangat terasa di kalangan menengah bawah.
Tingkat belanja untuk kelompok bawah (konsumen dengan rata-rata tabungan < Rp1 juta) cenderung mengalami kenaikan.
Di saat yang bersamaan indeks tabungan mereka terkikis. Kondisi ini mencerminkan penggunaan tabungan sebagai bantalan konsumsi mereka.
Indeks Tabungan masyarakat kelas bawah anjlok dari kisaran 100 pada Januari 2023 menjadi hanya 41,8 pada Juni 2024.
Sementara konsumsi mereka naik dari kisaran 90 pada Januari 2023 menjadi 109,1 pada Juni 2024. Sementara itu, Indeks tabungan dan konsumsi kelas menengah lebih stagnan dibandingkan kelas menengah.
Dilansir dari data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), tingkat daya beli masyarakat selama tiga bulan ini masih sangat rendah seiring dengan menurunnya tabungan masyarakat.
Menurut data IKK Bank Indonesia (BI) pada Juni 2024, tingkat daya beli masyarakat tercatat berada pada level 123,3, atau jauh lebih rendah dari posisi Mei 2024 yang sebesar 125,2.
Jahja Setiaatmadja mengatakan penurunan daya beli masyarakat kemungkinan besar disebabkan oleh 3 hal. Yang pertama, ia menyebutkan judi online sebagai salah satu penyebab rendahnya daya beli masyarakat.
"Orang sudah lelah dengan judol. Judol juga ada dimana-mana, baik digital maupun tunai dan sampai tidak terdeteksi," Ujar Jahja dalam keterangan tertulis resminya pada Jumat 9 Agustus 2024.
Yang kedua, Jahja melanjutkan, adalah diskon belanja online yang ditawarkan menjadi semakin berkurang. Menurut Jahja, berkurangnya diskon belanja online membuat masyarakat harus membeli barang yang mereka inginkan dengan harga yang jauh lebih tinggi. Karena alasan inilah, daya beli masyarakat menjadi semakin menurun.