Pengembangan Organik Lambat, Ini Penyebabnya
--
radarmukomuko.bacakoran.com - Pemerintah sangat menganjurkan para petani untuk menggunakan pupuk organik. Khususnya untuk tanaman pangan dan holtikultura.
Anjuran tersebut telah disampaikan sejak beberapa tahun yang lalu.
Akan tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik masih relatif sedikit.
Dengan kata lain, pengembangan pupuk organik di masyarakat masih lamban.
Salah satu penyebabnya adalah, langkah nyata dari pemerintah belum optimal.
Langkah dimaksud adalah menyediakan pupuk organik bagi masyarakat masih sedikit.
"Kalau saya tidak salah, anjuran menggunakan pupuk organik bagi petani sudah ada sejak 2018, tapi sampai sekarang realisasi di lapangan masih rendah," ujar Masriadi, salah seorang Petugas Penyuluh Lapangan (PPL).
Dikatakan Masriadi, selama ini promosi penggunaan pupuk organik masih sangat minim. Selain itu, produksi pupuk organik juga masih terbatas dan hanya dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.
Beda jika dibandingkan dengan produk pupuk kimia yang diproduksi oleh pabrik besar.
Penggunaan pupuk kimia juga didukung penuh oleh pemerintah dengan cara memberikan subsidi untuk petani.
"Sebenarnya pemerintah sudah mulai pengadaan pupuk organik, tapi masih sangat terbatas. Harapan saya, kedepan pemerintah lebih banyak lagi pengadaan pupuk organik. Sehingga petani lebih mudah untuk mendapatkannya," harap Masriadi.
Masriadi juga menyampaikan, pada dasarnya, pupuk organik bisa dibuat sendiri oleh petani.
Hanya saja, pada umumnya petani tidak mau ribet. Suka yang praktis. Beli langsung dipakai.
"Pupuk organik bisa dibuat sendiri. Tapi ada beberapa kendala. Petani nggak mau ribet, bahan bakunya juga terbatas," kata Masriadi.
Hal senada disampaikan oleh pelopor organik di Kabupaten Mukomuko, Edry Yansen.
Ia mengatakan dirinya sudah membuat berbagai jenis organik.
Mulai dari Pupuk Organik Cair (POC) pupuk organik padat atau bokashi, pestisida organik hingga agen hayati.
Hanya saja, produk-produk tersebut dikemas ala kadarnya.
Menggunakan botol bekas air meneral. Dan itu tidak menarik secara penampilan.
"Produk saya ini, khasiatnya tidak kalah dengan produk pabrikkan. Bahkan lebih bagus.
Dengan kemasan seperti ini memang tidak menarik. Tapi apa daya, saya belum mampu untuk membuat kemasan yang lebih baik," ungkap Yansen.
Yansen juga mengakui bahwa peran pemerintah sangat diperlukan jika ingin mengembangkan pangan organik.
Tanpa dorongan kekuatan kekuasaan dan keuangan, maka pergerakan pengembangan organik akan lambat.
"Saya bisa membuat organik ini sebanyak-banyaknya. Untuk ribuan hektare sawah maupun holtikultura. Tapi saya bekerja secara swadaya, banyak kendala yang di hadapi," demikian Yansen.(***)