Perang Ketupat di Lombok: Harmoni dalam Tradisi yang Menggugah
Perang Ketupat di Lombok.--ISTIMEWA
radarmukomukobacakoran.com - Di Lombok, saat bulan Syawal tiba, ada sebuah tradisi yang tak hanya menarik perhatian karena keunikannya, tetapi juga karena pesan damai yang disampaikannya. Perang Topat, atau Perang Ketupat, bukanlah sekadar perayaan pasca-Lebaran, melainkan sebuah simbol dari kerukunan dan kebersamaan yang telah lama terjalin di antara masyarakat beragama di pulau ini.
Tradisi ini berawal dari Pantai Lombok, tempat dimana masyarakat Hindu dan Islam berkumpul untuk merayakan sebuah peristiwa yang menggambarkan kekayaan budaya dan keharmonisan sosial. Mereka melemparkan ketupat yang telah didoakan di makam-makam suci sebagai bentuk doa bersama untuk kesuburan dan kemakmuran.
Perang Ketupat juga merupakan momen untuk merenungkan nilai-nilai kebersamaan. Di tengah lemparan ketupat, terjalin tawa dan cerita, memperkuat ikatan antar individu. Tradisi ini mengajarkan bahwa keberagaman bukanlah halangan, melainkan kekayaan yang harus dirayakan.
Lebih dari itu, Perang Ketupat menjadi ajang silaturahmi yang mendalam. Masyarakat dari berbagai penjuru pulau berkumpul, berbagi cerita dan ketupat, menunjukkan bahwa di atas segalanya, persaudaraan adalah yang utama. Ketupat yang dilemparkan bukan hanya simbol keberuntungan, tetapi juga simbol dari hati yang terbuka untuk saling memberi dan menerima.
Pemerintah dan komunitas lokal terus berupaya menjaga tradisi ini agar tetap lestari. Dengan mengadakan festival tahunan, Perang Ketupat tidak hanya dipertahankan sebagai warisan budaya, tetapi juga sebagai daya tarik wisata yang memperkenalkan keunikan Lombok kepada dunia.
Perang Ketupat telah menjadi lebih dari sekadar tradisi. Ia telah menjadi jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan, mengingatkan kita semua bahwa di tengah perbedaan, kita bisa bersatu dan bersama-sama membangun masyarakat yang lebih harmonis dan sejahtera.*
Artikel ini dilansir dari berbagai sumber :
https://mamikos.com/info/tradisi-unik-idul-fitri-di-indonesia/